Home / Rumah Tangga / KAU MENDUA AKU PUN SAMA / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of KAU MENDUA AKU PUN SAMA : Chapter 31 - Chapter 40

88 Chapters

Bab 31

“Jangan anggap aku sebagai orang asing, Khai. Karena aku masih Aricmu yang dulu,“ lanjutnya. “Ya ya ya.“ Aku menyahut sambil memutar bola mata dan dibalasnya dengan senyuman lebar juga sentuhan di puncak kepala.Setelah itu dia banyak menceritakan hal-hal konyol di kehidupannya, yang membuatku tak bisa untuk menahan tawa.“Nah, gitu dong. Kamu makin cantik pas ketawa.“Ucapannya sontak membuat tawaku berhenti seketika. Lalu tersenyum kaku dan memutus kontak mata di antara kami..“Jadi sekarang kamu pindah ke sini, Khai?“ tanyanya saat mobil sudah berhenti tepat di depan rumahku.“Iya, Ric. Mau mampir?“ ujarku basa-basi sambil melangkah keluar dari mobil.“Punya apa kamu, nawari aku mampir?“ tanyanya.Aku pun tersenyum nyengir. Merasa terjebak ucapan sendiri, karena ternyata dia keluar juga dari mobil dan menghampiriku.“Kamu mau
last updateLast Updated : 2025-01-09
Read more

Bab 32

Aric menepati janjinya. Setelah sepuluh menit menunggu, dia datang dengan wajah sumringah. Aku yang sedari tadi menunggu pun segera menghampirinya. Lalu membiarkannya merangkul bahu ini.“Kita belanja dulu atau makan dulu?“ tanya sambil membukakan pintu mobil. Aku terdiam sejenak. “Makan dulu deh. Tapi makannya di luar saja, jangan di rumahku. Capek banget ini badan,“ jawabku.Sudah tiga hari ini, Aric selalu makan di rumahku. Walau dengan menu sederhana, tapi tetap saja butuh tenaga untuk mengolahnya. Sementara hari ini, tubuh terasa sangat lelah. Pengunjung siang tadi membludak, membuat kami kewalahan melayani.“Oke, kita makan di luar saja. Kita cari resto dekat supermarket,“ sahutnya sambil menoleh dan tersenyum padaku..Setelah mengantarku untuk shalat magrib, Aric membawaku ke restoran cepat saji dekat supermarket. Sambil menunggu pesanan, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan dan mata sontak terbelalak melihat Mas Hangga ada di meja yang tak begitu jauh dari kami.“
last updateLast Updated : 2025-01-10
Read more

Bab 33

“Pertanyaan bodoh! Jelas aku mau cerailah, Ric. Tapi dia tidak mau, alasannya dia yakin bisa berlaku adil,“ jawabku sebal. Dia terkekeh geli.“Emang dasar buaya. Nggak cukup di satu tempat,“ cetusnya.“Dan kamu juga sama saja, Ric.“ Aku menyahut datar.“Sama gimana?“ tanyanya.“Ya sama. Kamu juga suka godain dan php-in pegawai toko sebelah kan?“ balasnya membuatnya tergelak.“Godain aja kok, nggak pake hati. Cuma mereka saja yang geer dan baperan,“ sahutnya santai. Membuatku bergidik.“lagian aku belum nikah, Khai. Jadi wajar saja,“ sambungnya. Aku memutar bola mata malas. “Sama saja. Dasar Playboy!“ umpatku. Dia pun langsung terbahak.“Aku tuh sebenarnya setia, Khai. Hanya saja, perempuan yang kucintai sulit kujangkau, jadi aku cari pelarian ke yang lain,“ katanya. Aku mengerjap tak percaya mendengarnya.“Gila! Benar-benar buaya kamu, Ric.“ Aku bergumam pelan, tapi lagi-lagi reaksi
last updateLast Updated : 2025-01-11
Read more

Bab 34

“Maaf, Naira. Aku sungguh minta maaf,“ ucapnya. Tapi entah, tak kudengar ketulusan dari suara maupun sorot matanya. “Simpan saja maafmu, Mas! Bosan aku mendengarnya. Sekarang katakan ... Apa lagi yang harus kulakukan?“ sindirku. Mas Hangga langsung menunduk, di menit selanjutnya, tangannya membuka map yang sedari tadi tergeletak di sampingnya.“Ada beberapa berkas yang membutuhkan tanda tandangmu,“ katanya.“Berkas apa?“ tanyaku dengan mata memicing. Netra pun sontak meliar.“Mas!“ “Aku akan menjual grosir di Jalan Haji Saleh,“ jawabnya. “Serius?“ Aku membulatkan mata tak percaya. Karena selama ini, perkembangan toserba cabang pertama itu cukup pesat.“Untuk apa kamu menjualnya? Jangan bilang kalau kamu terus merugi,“ tudingku. Dia langsung menggeleng.“Aku butuh uang untuk resepsi dan renovasi rumah Ibu, Ra,“ jawabnya.“Wow ...“ Aku bertepuk tangan p
last updateLast Updated : 2025-01-12
Read more

Bab 35

“Ada apa, Mas?“ Mbak Medina bertanya penasaran.“Enggak, Sayang. Cuma Mas heran, kenapa ada surat yang belum kita tanda tangani?“ Mas Hangga menatap Mbak Medina dengan sorot ragu. Membuatku menelan saliva dengan susah dan keringat dingin yang mulai menitik di dahi.Dengan mata meliar gusar, kupikirkan cara supaya Mas Hangga tak membaca surat itu, tapi nihil. Otak seakan buntu, tak menemukan satu pun yang bisa kujadikan alibi.“Coba sini aku lihat, Mas.“Mbak Medina mengambil alih surat. Lalu dahinya pun mengerut.“Iya juga ya, Mas. Ini surat apa ya? Kok nggak ada nama Naira di sini?“ tanyanya. Sebuah ide sontak yang muncul di kepala.“Surat apa itu? Apa jangan-jangan kalian menipuku?“ tanyaku setenang mungkin.“Jangan su'uzan!“ Mas Hangga langsung melotot murka.“Terus, kenapa suratnya belum ditanda tangani? Apa jangan-jangan ...“ ucapku sengaja digantung.“Naira!“ Mas Hangga langsung berseru, tampak tak terima. Lalu menatap Mbak Medina.“Tanda tangan, Sayang. Biar Naira nggak su'uza
last updateLast Updated : 2025-01-13
Read more

Bab 36

“Oh ... Jadi ini yang namanya Naira? Naira ... Kha—khairana?“Aku mengangguk pelan dan ragu. Dalam hati ketar-ketir, mengkhawatirkan sesuatu yang entah apa. Tapi perasaan itu perlahan sirna, saat Ibu bos yang entah siapa namanya itu tersenyum lebar hingga terlihat lesung pipinya.“Kenalkan, saya ...“ ucapnya tapi menggantung karena ponselnya berdering.“Iya, Al, ada apa?“ Dia berujar sambil melangkah. Kemudian menyuruh kami bekerja kembali melalui isyarat tangan.“Kamu kenal dia, Nai?“ Pertanyaan Mbak Tetty membuatku tersentak. Lalu menggeleng pelan.“Jelas enggak, Mbak,“ jawabku.“Tapi kok dia tahu nama panjangmu?“ tanyanya lagi. Aku mengangkat bahu. Terdengar helaan napasnya pelan.“Kirain kamu kenal dia,“ cetusnya.“Kalau kenal, pasti langsung ngajak ngobrol, Mbak. Bukan malah nanyain namaku,“ balasku. Mbak Tetty tersenyum.“Iya juga sih. Yaudah, ayo kerja lagi,“ katanya. Aku pun mengangguk dan kembali merapihkan kain sambil menunggu pengunjung datang..Jam istirahat tiba. Sepert
last updateLast Updated : 2025-01-14
Read more

Bab 37

Setelah shalat subuh, aku langsung bertolak ke hotel dilangsungkannya pernikahan Cantika. Begitu sampai di parkiran, Meera dan Adila yang sudah datang lebih dulu, langsung memelukku.“gue kangen banget. Gimana kabar Lo? Baik kan?“ tanya Meera saat kami cipika-cipiki.“Alhamdulillah, Meer. Baik banget,“ jawabku.“Terus gimana si Hangga?“ tanyanya lagi.“Udah aman, Meer. Rumah Medina juga sudah resmi jadi milik Naira.“ Adila menjawab. Netra Meera langsung berbinar.“Hebat.“ Meera mengacungkan jempolnya.“Selamat ya, Nai. Kukira bakalan lama prosesnya,“ lanjutnya.“Aku pikir juga bakalan lama. Udah rezekinya istri yang didzalimi,“ sahut Adila. Sementara aku hanya tersenyum.“Yaudah ayo masuk. Pengantin pasti udah nungguin kita,“ ucap Adila. Kami pun berjalan beriringan ke ruang rias.Sesampainya di ruangan berwarna broken white itu, kami langsung menghampiri Cantika yang tengah dirias.“Hai,
last updateLast Updated : 2025-01-15
Read more

Bab 38

“Nikmati saja, Khai. Aku juga yakin, kamu menyukainya,“ balasnya berbisik. Membuatku sontak menggigit bibir bawah.“Rilex, Khai.“Aku membuka mata saat hangat napasnya menerpa pipi. Jarak kami yang sangat dekat, membuatku menahan napas gugup sekaligus malu.“Senyum sedikit.“ Suara fotografer membuatku terpaksa tersenyum. Membiarkan mata kami bertemu untuk beberapa saat.“Oke, tahan.““Ganti pose.““Berapa lama lagi?“ bisikku sambil menatap wajahnya yang benar-benar tampan. Hidung mancung, rahang tegas, bibir merah dan mata agak sipit tapi tajam, membuat dadaku semakin bergelora.“Sampai aku bosan.“ Jawabannya yang terdengar santai membuatku mendelik.“Selesai, Bos.“Aku menghela napas lega saat sesi tak terduga ini telah usai. Terdiam sejenak, melihat Aric yang mengobrol dengan fotografer. Lalu kembali dengan senyum sumringah dan membiarkan tangan ini digenggamnya saat berjalan menuju ballroom hotel.Begitu memasuki ballroom, Meera melambaikan tangan. Kami pun gegas menghampirinya. Me
last updateLast Updated : 2025-01-17
Read more

Bab 39

Acara berlangsung sakral dan meriah. Tak ada yang tak terharu saat prosesi sungkeman berlangsung. Termasuk aku. Apapun hal yang menyangkut orangtua, selalu berhasil membuatku menitikan air mata. Aku rindu Ayah. Rindu juga pada Ibu, walau ... tak pernah merasakan kasih sayangnya, karena beliau meninggal setelah melahirkanku.“Jangan nangis dong.“Suara Aric disertai sentuhan jemarinya di sudut mata ini membuat tubuhku membeku sejenak. Lalu buru-buru kutepis tangannya, saat Meera mengarahkan ponselnya pada kami. Aric yang tahu itu, bukannya marah tapi justru menggenggam tanganku.“Kan tadi sudah,“ kataku kesal.“Beda lagi.“ Meera melotot sambil terus memotret kami. Hingga akhirnya, aku pun pasrah saat Aric menyandarkan kepalaku di bahunya..Satu persatu acara inti sudah selesai digelar. Kini giliran pemotretan, yang dimulai dari keluarga masing-masing pengantin. Sembari menunggu giliran, kami menikmati hidangan yang beragam.
last updateLast Updated : 2025-01-18
Read more

Bab 40

**“Itu dress yang kupesan khusus malam ini,“ katanya seakan paham kebingungan yang melandaku.“Dress?“ Dia mengangguk.“Tapi aku kan sudah pake. Apa jangan-jangan dress ini jelek ya?“ tanyaku sambil menatap dress lawas yang melekat di tubuhku.“Tidak. Itu juga bagus, tapi aku mau kita tampak kompak dan serasi.“Jawabannya membuatku menelan saliva susah payah dan mengangguk pasrah, saat tubuh didorong masuk ke kamar yang sepertinya kamar tamu.Aku mematung menatap dress blue saphire yang melekat di tubuh. Dress yang terbuat dari bahan bridal silk membuat kepercayaan diriku bertambah. Meski agak syok juga saat melihat tag price-nya yang setara gajiku.“Cantik,“ gumam Aric saat aku menghampirinya. Lalu menerima uluran tangannya yang begitu hangat.**Pesta pernikahan temannya Aric, tak kalah meriah dari pesta Cantika tadi siang. Banyaknya karangan bunga ya
last updateLast Updated : 2025-01-19
Read more
PREV
1234569
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status