Home / Romansa / KAU MENDUA AKU PUN SAMA / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of KAU MENDUA AKU PUN SAMA : Chapter 21 - Chapter 30

34 Chapters

Bab 21

“Kamu tidak bohong kan? Ingat loh, Mas ... tadi kamu sendiri yang bilang kita mulai lagi dari awal. Jadi kuharap jangan ada lagi dusta diantara kita,“ ucapku tegas. Dia langsung menunduk dan meraih kedua tangan ini.“Maafkan aku, Ra ... Maafkan aku ...“ katanya dengan suara bergetar.“Jangan bilang kalau yang hilang itu sertifikat rumah untuk Mbak Medina?“ ujarku dengan mata membulat. Mas Hangga mengangguk dan aku yang pura-pura kaget, menutup mulut dengan telapak tangan.“Serius?“ tanyaku memastikan.Mas Hangga kembali mengangguk.“Jawab, Mas!““Iya, Ra. Yang hilang sertifikat rumah untuk Medina,“ jelasnya. Aku menghela napas dalam dan berat.“Hal sebesar itu kamu sembunyikan dari aku, Mas?“ Aku meninju pelan dadanya.“Kamu anggap aku apa ini, Mas? Kenapa tak pernah melibatkanku atau minimal memberitahuku?“ lanjutku. Mas Hangga kembali menunduk dan kembali meminta maaf.“Maafmu tidak berguna, Mas. Dan mungkin hilangnya sertifikat itu juga teguran buat kamu supaya sadar diri, kalau ak
last updateLast Updated : 2024-12-30
Read more

Bab 22

Meera menghentikan mobil di pelataran Vallery Textille. Aku terdiam sejenak, menilik penampilan hari ini. Tadi setelah sarapan, Meera dan Cantika memaksaku mengganti pakaian yang menurut mereka ndeso. Hingga akhirnya kemeja pink dan celana bahan warna hitam yang kukenakan, terpaksa diganti dengan blouse vintage mocca dan celana jeans hitam milik Meera. Hijab langsungan yang menutup kepala pun, mereka ganti dengan pashmina plisket. Tak lupa make up tipis sebagai penyempurna penampilan. Membuatku agak risih, karena merasa style hari ini bukanlah diriku.“Lo masih betah di mobil, Nai?“ Pertanyaan Meera membuatku tersentak kaget. Aku tersenyum kaku dan gegas keluar dari mobilnya.“Nanti pulang kerja, jangan lupa nyempetin beli baju-baju cantik. Jangan pelit sama diri sendiri,“ kata Meera saat aku melambaikan tangan.“Iya, Bawel.“ Aku menyahut ketus. Membuatnya terkekeh geli.“Gue berangkat, ya. Jangan
last updateLast Updated : 2024-12-31
Read more

Bab 23

“Nah itu klien saya,“ katanya. Aku pun segera mendongak dan seketika cangkir yang kupegang terlepas saat melihat siapa yang berjalan ke arah kami. “Kamu tidak apa-apa, Nak?“ tanya Bu Elisa. Aku yang masih tertegun melihat Mas Hangga dan Mbak Medina, hanya menggelengkan kepala. Beruntungnya, cangkir jatuh ke sofa. Meski tetap saja terasa panas dan perih karena teh hangat menimpa paha. “Nak Naira ...“ “Saya tidak apa-apa, Bu. Maaf mengotori sofanya,“ ucapku tanpa mengalihkan pandangan dari Mbak Medina yang tak melepaskan tangannya dari lengan Mas Hangga. Rasa panas dan perih yang kurasakan, tidak ada apa-apanya dibandingkan sakit melihat kemesraan yang seperti sengaja diperlihatkannya. Saking sakitnya, mulutku hanya terbungkam dengan kelopak mata memanas. “Tidak apa-apa, Nak. Santai saja.“ Bu Elisa tersenyum ramah. “Nah, mereka ini pengantinnya, Naira. Mbak Medina ini yang memesan gaun warna maroon. Mungkin ada baiknya kenalan dulu, biar nanti Nak Naira nggak canggung jela
last updateLast Updated : 2025-01-02
Read more

Bab 24

Aku buru-buru menggeret koper. Mengabaikan Aric yang dahinya mengernyit.“Sudah selesai?“ tanyanya. Aku mengangguk dan berjalan mendahuluinya.“Khai, tunggu!“Aku tak berhenti dan terus melangkah ke tempat parkir. Lalu terdiam sejenak sambil menahan napas, melihat Mbak Medina dan Mas Hangga yang tampak berdebat.“Khai ...!“Suara Aric yang cukup keras, membuat pasangan calon orangtua itu sontak menoleh ke arahku. Untuk sekian detik, pandanganku dan Mas Hangga bertemu. Tapi kemudian dia melangkah ke arahku saat Aric menepuk pundak ini.“Khai—““Siapa dia, Naira?“ potong Mas Hangga yang kini menatapku tajam.“Anda siapa?“ tanya Aric dengan suara datar.“Aku suaminya Naira. Kamu siapa?“ Mas Hangga menjawab dengan suara yang terdengar kesal.“Naira, benarkah dia suamimu?“ tanya Aric. Aku mengangguk pelan.“Lalu, siapa perempuan itu?“
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more

Bab 25

“Bicara apa kamu?“ teriaknya nyalang.“Aku bicara sesuai dengan apa yang kamu bicarakan kamu tadi siang, Mas! Kamu melarangku mengaku sebagai istrimu. Itu berarti—““Naira!“ teriaknya lagi, memotong ucapanku.“Aku melarangmu karena aku tak mau Medina malu dan sedih lalu depresi. Dia sedang mengandung darah dagingku dan aku tak mau hal itu terjadi,“ sambungnya.Aku tersenyum sinis. Aku memang sengaja memakai gaun yang tadi dibeli. Dengan tujuan supaya dia tersiksa dan meminta maaf karena sikapnya tadi siang. Tapi Mas Hangga malah bertingkah seperti orang amnesia. Gilak memang!“Kamu selalu memikirkan perasaannya. Tapi kenapa tak pernah memikirkan perasaanku? Apa kamu pikir aku ini robot? Boneka? Aku juga punya hati, Mas! Aku juga istrimu, yang masih wajib kamu jaga perasaannya. Aku mandul, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya, Mas!“ teriakku menyahuti diiringi lelehan air mata.“Kamu bilang, kamu akan berusaha adi
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more

Bab 26

“Sebelum pindah, kita ke rumah Ibu dulu, Ra,“ kata Mas Hangga saat aku tengah menyapukan bedak pada wajah.“Ngapain?“ tanyaku ketus.“Kamu nanya ngapain? Ya kita minta restu dan doanya lah. Dia Ibuku, aku takkan jadi seperti ini kalau bukan karena jasanya. Kalau aku nggak ada uang, kamu nggak akan bisa beli rumah,“ katanya.Aku hanya membulatkan bibir. Malas meladeninya. Lagian apa hubungannya rumah yang kubeli dengan Ibu? Toh rumah itu dibeli dengan uang warisan Ayah, uang setara mahar, uang untuk sewa rumah dan ... Hasil penjualan cincin mereka.“Kenapa cuma oh?“ tanyanya terdengar geram.“Terus aku harus jawab apa?“ tanyaku balik. Dia langsung menggeram. “Kamu ini benar-benar mengujiku, Naira. Makin ke sini bukan hanya penampilanmu yang berubah, tapi sifatmu juga. Kamu jadi kasar dan urakan.““Oh ya?“ Aku memutar bola mata. Dia hanya diam, hanya dadanya saja yang naik turun.“Cepatlah! Mau atau tidak, pokoknya kita harus ke rumah Ibu dulu,“ katanya, kali ini dengan suara lembut.“
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more

Bab 27

Aku tiba di rumah baru tepat di saat azan magrib berkumandang. Dibantu pemilik mobil, aku memasukkan semua barang dan perabot ke ruang tamu. Setelah itu gegas menunaikan shalat dan membuka ponsel yang sedari pagi tak tersentuh. Ada banyak pesan dari grup. Membahas pernikahan Cantika yang akan digelar sekitar dua minggu lagi dan aku hanya meringis membaca pesan terbaru dari Meera.[Gue bakal datang sama Ken.] pesannya.[Aku insya Allah sama Mahesa.] balas Adila.[Kok Lo pada tega amat sih?][kalau Lo pada bawa pasangan, kasihan Naira dong. Si Hangga mana mau dibawa ke kondangan gue.] balas Cantika.[Hehehe, iya sih. Tapi Ken posesif. Dia gak ngizinin gue sendirian ke kondangan. Takut digoda cowok lain katanya.] Meera membalas.[Mahesa juga gitu. Makin dekat ke lamaran, tingkahnya makin nyebelin.] balas Adila.Aku tersenyum membaca semuany
last updateLast Updated : 2025-01-06
Read more

Bab 28

“Bajumu ...“ ucapnya menggantung dan membuatku sontak menutup bagian dada dengan tangan. Aric pun terkekeh. Lalu melangkah, mengikis jarak di antara kami sambil membuka kancing kemejanya.“Kamu mau ngapain?“ tanyaku sambil meliarkan pandangan ke sekeliling yang masih sepi. Karena memang toko dibuka sekitar satu jam lagi.“Aric ...“ ucapku saat dia melepas kemejanya, sambil melangkah mundur hingga akhirnya terhenti karena mentok di rak kain. “Aric!“ teriakku. Dia pun terkekeh ringan, lalu menyerahkan kemejanya padaku.“Apa yang kamu pikirkan, Khai? Apa kamu pikir, aku akan ...“ katanya sambil memainkan alis. Aku sontak mendelik tajam. Dia pun tergelak.“Ganti bajumu dengan kemejaku, Khai,“ ujarnya.Hah? Aku mengerjap tak percaya. Hendak menggeleng, tapi Aric segera menyela.“Pakailah, Khai. Itu bajumu basah dan bikin orang sala
last updateLast Updated : 2025-01-07
Read more

Bab 29

“Selingkuh yuk, Khai.“Aku terbelalak tak percaya mendengarnya.“Kamu waras kan, Ric?“ ujarku geli sambil menarik tangan yang masih dipegangnya. Lalu menyebrang jalan lebih dulu.“Hei, tunggu!“ Aku tersenyum mendengar seruannya sambil buru-buru melangkah.“Jalanmu cepat banget, Khai,“ keluhnya saat kami sudah di depan tukang bakso.“Pak, komplit satu, ya!“ Tanpa menjawab pertanyaannya, aku menghampiri tukang bakso yang tersenyum ramah.“Dua dong, Khai. Kamu kok tega sama aku,“ sahut Aric. Membuat tukang bakso mengulum senyum.“Iya deh iya. Dua ya, Pak,“ ralatku.“Siap, Neng. Sebentar biar Bapak siapkan kurs—“"Nggak usah, Pak. Saya mau lesehan saja.“ Aku menyela sambil melangkah ke teras toko. Duduk di sana beralaskan dus bekas.“Nggak di bangku, Khai?“ tanya Aric.“Enggaklah. Kalau kamu mau, silahkan,“ jawabku. Tapi Aric malah menggeleng dan duduk di hadapanku.“Gimana kabarmu, Khai? Terakhir ketemu kan kamu lagi galau,“ katanya sambil mengangguk pada tukang bakso yang memberikan g
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more

bab 30

“Ada apa?“ tanyanya. Aku menggigit bibir, lalu mengembuskan napas pelan.“Aku tidak apa-apa. Hanya ucapanmu tadi membuatku tersentil. Mungkin benar apa yang kamu katakan, Mas Hangga menyukai—““Sssttt! Jangan bicara seperti itu, Khai. Maaf kalau ucapanku tadi menyinggungmu. Tadi aku hanya bercanda, tak ada maksud lain,“ potongnya.“Kalaupun bukan bercanda, aku terima, Ric. Memang benar kok, Mbak Medina punya banyak kelebihan yang tidak kumiliki. Wajar saja kalau suamiku sampai tergila-gila padanya,“ sahutku sambil mengerjap dan lekas melepaskan cekalannya. Lalu berlari menghampiri Mbak Tetty yang sedari tadi seperti mengamati kami.“Ada apa?“ Benar saja dugaanku. Begitu masuk, dia langsung bertanya. Aku hanya menggeleng pelan dan buru-buru mengambil pouch kosmetik.“Mbak, kalau ada tukang kue cubit nganterin pesananku, tolong terima ya. Aku mau ke toilet dulu,“ ujarku.“Siap.“ Dia menjawab
last updateLast Updated : 2025-01-08
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status