Semua Bab Pria Cacat Itu, Suamiku : Bab 101 - Bab 110

135 Bab

Bab 101. Azura di uji

Al tiba-tiba memeluknya dari belakang tanpa malu dan terdengar tertawa. “Aku serius Zahra sayang. Kalau kamu tidak percaya coba tanya pada mereka. Mereka adalah tim WO yang sedang menunggumu untuk merias mu.” Tentu saja Zahra belum bisa sepenuhnya percaya begitu saja. Lalu dia menoleh pada para wanita berseragam itu. Mereka tersenyum kemudian mengangguk bersamaan. “Betul Nona, hari ini adalah hari pesta resepsi pernikahan kalian yang sudah direncanakan oleh Tuan Mahendra dan kami jauh-jauh hari, juga atas persetujuan dari Tuan Al sendiri. Jadi, mari Nona. Anda harus dirias karena sebentar lagi para tamu undangan akan datang dan pesta akan segera dimulai.” Penjelasan dari salah satu tim WO itu sungguh membuat Zahra terkejut setengah mati. Zahra sampai seperti setengah linglung rasanya. Meskipun ini adalah sebuah kejutan yang indah dan membahagiakan, tapi Zahra tetap merasa kesal dan marah pada Al. Zahra langsung menoleh pada Al dan ingin mencubit pipi Al, tapi belum sempat dia
Baca selengkapnya

Bab 102. Aku ingin hamil

Bagaimana Azura tidak bisa mengatakan itu,ketika Arumi yang dulu juga kesusahan dalam mendapatkan keturunan tapi masih bisa diselesaikan dengan cara prosedur bayi tabung. Sementara Laura juga yang kesulitan hamil karena sebuah riwayat penyakit pun masih bisa diatasi dengan jalan program hamil dan ramuan dari Bu Mila yang bisa menyebabkan kandungan Laura kembali subur dan bahkan telah mendapatkan seorang putra dalam pernikahan mereka.Tapi kenapa untuk Azura semua jalan rasanya telah tertutup? Dokter tidak dapat membantunya, Bu Mila juga tidak dapat membantunya saat ketika waktu itu pernah dimintai tolong langsung oleh Wulan sekalipun.Bu Mila bukan tidak pernah datang ke kota, diantar langsung oleh Rehan dan Laura pada saat itu. Bu Mila dengan segala kemampuan dan pengetahuannya mengenai ramuan herbal penyubur kandungan telah dikerahkan. Tapi tetap, hasil tidak menunjukkan tingkat keberhasilan barang satu persen pun.“Apa tidak ada peningkatan sedikitpun, Bu Mila?” Suatu hari Wulan b
Baca selengkapnya

Bab 103. Kecelakaan di jalan

“Azura, maafkan aku. Aku,” Amar mengulurkan tangannya, ingin mengusap air mata Azura, namun tangannya ditepis kasar oleh Azura.“Kamu mematahkan hadapanku, Amar. Apa kamu tahu, jika aku sangat ingin hamil? Hanya itu satu-satunya cara agar aku bisa hamil, dan kita bisa punya anak. Tapi kamu menolak? Kenapa, Amar? Kenapa?”Amar menunduk, beberapa saat lamanya kemudian dia mendongak, air matanya jatuh ke pipi. Dia menjatuhkan dirinya. Berlutut di hadapan Azura. Meraih dua tangan Azura dan menciumnya beberapa kali.“Aku sangat mencintaimu. Aku rela memberikan seluruh hidupku untuk kamu. Apapun yang terjadi, tanpa anak selamanya pun bagiku tidak masalah. Karena aku ingin menghabiskan sisa hidupku hanya denganmu. Sampai aku tua, sampai ajal yang memisahkan kita.”“Azura, mana bisa aku setuju kamu hamil dengan cara seperti itu. Mana bisa aku membiarkanmu mengandung dan melahirkan anakku dengan wanita lain? Itu sama saja aku mengkhianati kamu. Aku tidak mau. Aku memilih hidup tanpa anak dari
Baca selengkapnya

Bab 104. Menolong mereka

Orang-orang kelihatan sangat panik. Tidak ada yang dimintai pertolongan karena kebetulan jalanan memang sangat sepi hanya ada mobil Mereka yang kebetulan lewat dan distop oleh mereka.“Bagaimana ini?” satu orang berteriak. Dua orang korban itu telah terkapar tak sadarkan diri, sedangkan sang bayi yang mungkin belum genap berusia 1 bulan dalam dekapan ibunya yang juga sudah tak sadarkan diri dengan luka yang lumayan parah.“Pakai mobil kami saja, Pak! Tolong Pak, kalian bantu masukin ke jok belakang, biar kami yang bawa ke rumah sakit.”“Iya benar. Iya benar! Tolong ya Mas, tolong ya mbak ya, tolong. Kasihan mereka Mbak, Mas. Ada adik bayinya ini.” satu orang berkata dengan panik.Lalu orang-orang menggotong pasangan suami istri itu ke dalam mobil Amar, sementara bayi yang masih merah itu diambil oleh Azura. Tangan Azura gemetaran menatap wajah bayi mungil itu yang berlumuran darah .Ada rasa yang sangat sakit menusuk ulu hatinya melihat keadaan bayi merah yang sepertinya juga terluka
Baca selengkapnya

Bab 105. Mengadopsi

Azura mengangguk, “Katakan saja, kami pasti akan membantunya selagi bisa. Yang terpenting mbaknya jangan banyak pikiran dulu agar cepat bisa sembuh. Kasihan ada k bayinya.”Wanita itu terlihat kepayahan mengatur nafas, kemudian kembali berbicara dengan masih terputus-putus.“Titip anak saya ya mbak. Dia tidak punya sanak saudara. Dia hanya punya saya dan ayahnya. Tolong titip anak saya, Mbak. Biar dia bisa merasakan kehidupan di dunia ini lebih lama lagi.”****"Baiklah, kami akan segera mengurusnya. Kami hanya meminta data dari Saudara Amar dan istri, untuk memasukkan data bayi itu ke dalamnya. Tolong siapkan nama untuk bayi itu," ucap kepala rumah sakit."Apakah kami perlu ke pengadilan untuk mengurus surat adopsi bayi itu?" tanya Ega."Sepertinya itu tidak perlu. Memang benar, seseorang yang akan mengadopsi bayi biasanya perlu melalui pengadilan untuk mengurus surat adopsi. Namun, syaratnya adalah adanya keluarga kandung sang anak yang menjadi saksi dan penyerahan. Akan tetapi, dal
Baca selengkapnya

Bab 106. Bayi Amara

"Arumi, biarkan saja. Rayyan masih kecil. Belum mengerti apa itu istri.""Justru karena dia masih kecil seharusnya belum berpikir sejauh itu!""Rayyan hanya melihat kita, melihat Paman dan Bibinya. Lalu dia menganggap jika Istri itu adalah orang yang paling dekat dengan kita. Wajar jika dia berpikiran tidak mau beristrikan orang lain. Jangan diambil hati ucapan anak kecil.” ucap Azam pada istrinya.Arumi merasa aneh dan tentu khawatir."Kalau ucapan Rayyan kelak benar-benar melakukannya bagaimana?""Ya ampun, Arumi. Kenapa jadi baper sih? Rayyan masih kecil. Nanti kalau dia sudah besar belum tentu juga masih berpikir seperti itu. Ayo kita pergi. Aku sudah tidak sabar ingin melihat bayi Azura.”Arumi setuju dengan pendapat Azam tidak lagi memikirkan ucapan Rayyan tadi pada akhirnya mereka pun berangkat ke rumah orang tua mereka.Sampai di sana Mereka pun tercengang bukan main melihat bayi mungil perempuan yang begitu manis dan cantik.Jika dilihat-lihat wajah bayi itu begitu mirip deng
Baca selengkapnya

Bab 107. Pasti akan jadi kakak yang hebat

Azura menatap bayi mungil di pelukannya dengan campuran perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Rasa syukur, bahagia, dan juga sedikit ketakutan bersarang dalam hatinya. Bayi perempuan yang diberi nama Amara itu kini telah menjadi bagian dari hidupnya. Meskipun tidak pernah ia sangka, bayi ini datang ke dalam hidupnya di saat-saat yang penuh cobaan dan rasa putus asa.Bayi Amara adalah bayi hasil adopsi, namun Azura merasa seperti bayi itu memang takdirnya. Sejak pertemuan tak terduga saat kecelakaan tragis yang merenggut nyawa orang tua kandung bayi tersebut, Amara kini menjadi putrinya. Kehadiran Amara, meski penuh misteri, memberi warna baru dalam hidup Azura dan Amar. Sebuah kehidupan baru yang datang tanpa diduga, seolah takdir Tuhan yang tidak bisa mereka hindari.Saat Amar memarkir mobil di halaman rumah mereka, Azura masih memeluk erat bayi Amara. Tangis bayi itu sudah berhenti sejak mereka meninggalkan rumah sakit, seolah bayi itu tahu bahwa kini ia berada di t
Baca selengkapnya

Bab 108. Dia Tumbuh Dengan Baik

Pagi itu, Azura sedang duduk di kursi goyang di samping boks bayi Amara. Dia menatap wajah bayi itu dengan perasaan yang campur aduk. Amara tertidur nyenyak, wajahnya tenang seolah dunia di sekitarnya tidak ada masalah. Azura menghela napas panjang, mencoba menenangkan hatinya yang gelisah. Amar yang baru selesai dari kamar mandi, datang dan duduk di sebelah Azura.“Kamu sudah bangun lebih awal lagi hari ini?” tanya Amar dengan senyum lembut di wajahnya.Azura mengangguk pelan. “Amara terbangun tadi malam. Aku tidak bisa kembali tidur setelah itu,” jawabnya. “Aku hanya ingin memastikan semuanya baik-baik saja.”Amar memandang wajah istrinya dengan cermat. Dia tahu bahwa ada sesuatu yang masih mengganjal di hati Azura sejak mereka membawa pulang Amara. Dia bisa merasakan kecemasan istrinya, meskipun Azura jarang mengungkapkannya. Amar mendekat dan mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan Azura. “Kamu baik-baik saja, kan?” tanyanya, penuh perhatian.Azura terdiam sejenak, menatap tan
Baca selengkapnya

Bab 109. Ingin mengadakan Syukuran

Azura mengangguk, meskipun di dalam hatinya ada rasa bersalah yang masih menghantui. Dia ingin jujur kepada ibunya, tetapi kebohongan ini sudah terlalu jauh untuk diungkapkan sekarang. Lagipula, Wulan tampak sangat bahagia dengan kehadiran Amara, dan Azura tidak ingin menghancurkan kebahagiaan itu.Ega yang duduk di kursi seberang ikut tersenyum. "Azura, kamu terlihat semakin bersinar sejak jadi ibu. Papa bangga melihat bagaimana kamu merawat Amara," katanya dengan nada lembut. Amar yang duduk di sampingnya menepuk bahunya."Kita semua tahu betapa sulitnya perjalanan ini bagi Azura," tambah Amar. "Tapi dia selalu kuat. Aku sangat bangga pada istriku."Azura merasa hatinya hangat mendengar dukungan dari keluarganya. Meski kebohongan itu masih ada, dukungan tanpa syarat dari orang-orang yang ia cintai membuatnya merasa sedikit lebih ringan.Sambil berbicara, Wulan mulai bercerita tentang rencananya untuk Amara. “Ma, Pa, aku ingin mengadakan syukuran untuk Amara. Kita tidak sempat mengad
Baca selengkapnya

Bab 110. Menyukai Amara

"Alhamdulillah. Memang bayi lahir prematur biasanya butuh perhatian lebih, tapi dengan cinta dan perawatan yang baik, dia pasti akan tumbuh menjadi anak yang sehat," ucap Bu Lili dengan nada penuh semangat.Azura mengangguk, merasa sedikit lebih tenang mendengar kata-kata itu. Setelah menyiapkan sarapan sederhana, ia duduk di meja makan dan menikmati momen kesendirian yang jarang terjadi. Kehidupan sebagai ibu baru tidak memberinya banyak waktu untuk dirinya sendiri, tetapi setiap momen seperti ini adalah kesempatan untuk merenung dan bersyukur.Tidak lama kemudian, Amar turun dari kamar dengan wajah yang masih sedikit mengantuk. Dia berjalan mendekati Azura dan memberinya ciuman di kepala. "Selamat pagi, sayang," ucapnya lembut.Azura tersenyum melihat suaminya. "Pagi, Amar. Aku sudah siapkan sarapan. Kamu mau kopi?"Amar mengangguk, duduk di sebelah Azura. "Kopi terdengar bagus," katanya sambil meregangkan tubuhnya yang kaku setelah tidur panjang. "Bagaimana Amara pagi ini?""Dia ma
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status