Semua Bab Pria Cacat Itu, Suamiku : Bab 81 - Bab 90

135 Bab

Bab 81. Tadi itu siapa?

"Patonah! Ini kamu,""Sudah cukup! Gak usah bentak bentak! Nggak usah diperpanjang lagi. Kalau tidak boleh tidur di atas ranjang kamu ya sudah. Aku bisa pindah. Per-mi-si!" Patonah membalikan badan, menyambar selimut dan menyangking bantal guling. Kemudian gadis itu melangkah keluar, sambil menyeret selimut dan menjinjing Guling.Al membeku di kedua kakinya, pikirannya tiba-tiba kosong. Untung hanya beberapa detik kemudian dia tersadar dan cepat berlari untuk mengejar Patonah. "Eh, tunggu! Kamu mau kemana?”Gadis itu tanpa menoleh atau pun berhenti menjawab, itupun sambil berjalan. "Lanjutin tidur! Masih ngantuk!"Langkah kaki Al yang ingin mengejar Patonah terhenti kala bi Ina tiba-tiba datang menghampirinya."Ya ampun, Den! Kenapa sih ribut-ribut? Kenapa harus bertengkar dengan Non Pat? Jangan seperti ini, nanti tuan besar tau, urusan bisa panjang kali lebar!"Al menoleh, menatap bi Ina. "Aduh, bi Ina. Ini bukan masalah itu. Kami nggak bertengkar kok. Tapi ini,""Tapi ini apa, Hah?
Baca selengkapnya

Bab 82. Jadi serba salah

Iseng dia membuka galeri. Sekarang Al jadi terkagum-kagum sendiri. Saat melihat begitu banyak Poto Patonah disana. Ada yang sendiri, bersama kakeknya dan beberapa bersama teman teman santrinya. Patonah mengenakan busana muslim yang menawan dan sangat Cantik bak bidadari.Dia kembali menyesali perbuatannya yang telah menghina dan memaki gadis itu. Untung saja dia hanya berkata dalam hati selama ini. Belum pernah menghina secara langsung pada orang yang bersangkutan.Sebenarnya selama ini dia tidak membenci Patonah, tapi dia juga tidak menyukai Patonah.Okelah.. Setidaknya tidak seburuk yang ia bayangkan selama ini.Perlahan dengan ragu-ragu dia melangkah ingin menyusul Patonah, tapi jantung Al hampir saja berhenti saat dia membuka pintu kamar hendak ingin keluar.Kenapa bisa panjang umur sekali sih?Bidadari cantik dengan mata indah dan berbulu mata lentik itu sudah berdiri di depannya."Eh, hehe. Patonah, tau saja kalau aku mau menyusul." Dia menggaruk kepalanya.Patonah menatap sin
Baca selengkapnya

Bab 83. Ngelindur

Malam sudah semakin larut, tetapi Al masih belum bisa memejamkan mata. Dia terus saja meronta-ronta di atas kasurnya, mencoba mencari posisi yang paling nyaman. Sesekali Al melirik ke arah Patonah yang sudah tertidur pulas di atas sofa, dengkuran lembutnya terdengar jelas di sepanjang ruangan. Dalam hati Al, rasa bersalah mulai menyelimuti dirinya karena telah membiarkan istrinya tidur di atas sofa."Eh, tunggu dulu. Istri? Pew! Sejak kapan aku mengakui dia istri?" gumam Al, wajahnya langsung berkerut. Tetapi, gelisah kembali menyusupinya. "Aku juga tidak menyuruhnya tidur disitu? Itu keinginan dia sendiri. Inisiatif dirinya sendiri. Mungkin dia sadar diri." Sadar diri? Sadar diri kenapa? Karena aku tidak menginginkannya? Al merasa seperti menjadi orang yang sangat jahat. Di dalam pikirannya, kata penyesalan kembali berkumandang, terus menghantui hingga ia tak bisa tenang.Al, yang tadi sempat duduk di tepi ranjang, kembali membanting tubuhnya ke kasur sambil mendesah. 'Hanya tiga bul
Baca selengkapnya

Bab 84. Mulai sedikit menyukai

Keesokan paginya, suasana di antara keduanya menjadi sangat canggung. Bahkan saat sarapan tiba, mereka tak mampu mengobrol sama sekali. Kali ini, bukan karena Al malas mengajak bicara Patonah seperti biasanya, melainkan karena rasa malu yang membuak akibat peristiwa tak terduga semalam."Permisi.. Aden! EnNon!" Suara Bi Ina menggema, disertai ketukan pintu yang mengejutkan Patonah dan Al yang tengah larut dalam lamunan. Patonah terperanjat, duduk di ujung tempat tidur, sedangkan Al duduk termenung di ujung sofa. Patonah bergegas meraih kerudungnya dan memakainya sebelum membuka pintu."Tuan Besar memanggil kalian untuk sarapan. Ayo turun! Tapi berdua ya, biar kelihatan akur. Itung-itung buat nyenengin Tuan besar saja. Jangan bertengkar lagi," pesan Bi Ina sambil melirik ke arah Al yang sudah mulai beranjak mendekat."Iya Bi, kami turun. Nggak usah bawel! Awas saja lapor yang aneh-aneh sama Kakek!" balas Al dengan nada setengah bercanda.Bi Ina mengangkat bahu, "Asal jangan melampaui b
Baca selengkapnya

Bab 85. Pulang Ke Kampung

'Gila, manis banget?' Al segera mengusai dirinya agar tidak terlihat terpesona oleh gadis desa ini.Mereka pun mulai menyantap sarapan mereka dengan tenang. Di hari pertama ini, Al merasa gugup satu meja makan bersama Patonah. Tangannya terlihat gemetaran saat mengambil sendok. Saat suasana sarapan hampir berakhir, tiba-tiba ponsel di saku Patonah berdering. Patonah segera merogoh saku untuk memeriksanya.Al dan Kakek tidak bisa menyembunyikan rasa penasaran mereka, karena jarang ada yang menghubungi Patonah, apalagi di pagi hari seperti ini. "Siapa itu, Nak?" tanya Kakek penasaran."Kakekku, Kek," jawab Patonah singkat."Oh, angkat saja, Nak. Siapa tahu ada kepentingan penting," saran Kakek.Patonah mengangguk, segera mengambil jarak untuk menjawab panggilan tersebut.Dalam kesendirian mereka, Kakek segera bertanya kepada Al, "Al, gimana? Apakah kamu mulai merasa nyaman dengan Patonah?""Yah, sedikit sih, Kek. Tapi, masih perlu waktu untuk benar-benar dekat," jawab Al dengan jujur.K
Baca selengkapnya

Bab 86. Seperti Kesambet

"Oh, eh hehe iya iya. Hati-hati dijalan, jaga baik-baik istri kamu. Patonah itu kalau di sana bunga desa. Takutnya di embat orang kalau kamu gak pandai jaga."Al langsung melotot, "Enak saja, berani embat istriku, ku mampusin orangnya!" Jawab Al sambil melirik Patonah yang langsung tersenyum dan menunduk.Al menelan ludah, senyum gadis itu begitu manis dimatanya. Sungguh, dia baru menyadari hal ini. Kemarin aku kemana saja ya? Dia menepuk keningnya sendiri.“Kak Al, ayo! Katanya jangan sampai kesiangan." Ucap Patonah membuyarkan lamunan Al."Oke. Ayo." Al menyeret satu koper besar di tangan kanan. Menghampiri mobil yang sudah siap.Al membuka bagasi dan menyimpan koper di sana."Silahkan, Den Al." Sang sopir spesial yang akan mengantar mereka membukakan pintu untuk Mereka.Al mempersilahkan Patonah untuk masuk dahulu baru dia menyusul.Mobil mulai melaju, Al terlihat menyandarkan punggungnya ke jok, kaki diangkat sebelah ke atas paha. Sebentar-sebentar dia terdengar bersiul kecil, lal
Baca selengkapnya

Bab 87. Namanya Zahra?

Mata Al terasa sepet. Tapi sekuatnya dia menahan kantuk demi menjaga posisi Patonah agar terus nyaman.Bayangan tentang kampung Patonah sudah tergambar di otaknya. Rumah yang terbuat dari papan atau malah panggung. Yang kumel dan kumuh. Dengan rumput ilalang di mana mana.Tak begitu lama setelah Al mengerang lelah, mereka melewati sebuah perkampungan yang asri. Beberapa rumah penduduk yang terlihat sederhana namun apik. Bangunan dengan bata merah tapi terlihat rapi. Kanan kiri jalan terdapat pohon Cemara yang indah terawat.Juga beberapa lahan tanpa rumah, namun ditanami warga dengan berbagai palawija. Ada sayuran, dan jagung manis, juga buah buahan.“Kampung apa ini namanya, bagus banget.” Gumam Al dalam hati.Pak Wanto kemudian menghentikan mobilnya.“Kenapa pak? Mobilnya mogok ya?” Al langsung bertanya.“Hehe, enggak Den. Ini sudah sampai.”Hah! Al terperangah, mengintip keluar kaca. Mobil ini berhenti tepat di depan rumah dengan Pendopo besar. Rumah yang terlihat lebih mencolok di
Baca selengkapnya

Bab 88. Harus satu tempat tidur

“Tadi kak Al yang bawa aku ke kamar ya?” Tanya Patonah.“Ya tentu lah. Masa iya Pak Wanto. Apa mau minta ku sledang?”Mereka tertawa mendengar kelakar Al.Malam harinya setelah semua sudah mulai masuk ke dalam kamar masing-masing. Patonah berdiri ragu.“Lho, ngapain disitu? Sini. Kita tidur bareng saja malam ini. Tidak ada sofa soalnya di kamar kamu ini.”Seperti sang pemilik, Al justru yang menepuk kasur di sebelahnya.“Masa iya tidur bareng?” Patonah merengut.“Emangnya kenapa? Mau bilang bukan mahram? Lupa ya? Pura pura lupa lagi. Kita itu sudah ijab sah!” Ujar Al.“Tapi kan dengan perjanjian. Kal Al, lupa ya? Kan kita menikah cuma mau tiga bulan?”Al tertegun, menggaruk kepalanya. Sungguh merasa bodoh sudah membuat perjanjian seperti itu.“Iya tau. Inget! Nggak lupa! Cuma tidur aja kok, nggak bakal ngapa ngapain. Emang kamu pikiraku mau apa? Ge'er. Orang tinggal mejem, besok pagi tinggal melek. Beres kan? Repot amat.” Sewot Al.“Iya, tapi kan,”“Ya udah Sono tidur diluar. Kalau m
Baca selengkapnya

Bab 88. Usaha yang sia-sia.

Al benar-benar kesal setengah mati. Andai saja pria itu saat ini ada di depannya, dia pasti sudah memukul pria itu tanpa ampun.Tapi setengah dipikir-pikir, dia membenarkan ucapan Patonah. Gadis itu tidak salah bicara. Yang dikatakan sesuai fakta. Faktanya, dirinya lah yang membuat perjanjian. Menikah hanya tiga bulan demi menuruti keinginan Kakek saja. Lalu mengajak Patonah untuk bercerai dengan alasan, tidak bisa cocok! Tidak berhasil jatuh hati, dan tidak bisa saling mencintai.Al termenung, lagi-lagi dia menyesal. Seharusnya dia mengenal dulu siapa Patonah, baru bicara.Gadis ini bukan hanya lembut dan baik. Tapi dia juga patuh dan yang paling penting, tidak malu-maluin kalau diajak kondangan.Al tersenyum dalam hati. Jika dipertahankan bagaimana ya?Apalagi kakek sangat menyukai Patonah. Padahal sudah lebih dari selusin perempuan dari macam tipe yang dia bawa ke hadapan Kakek Mahendra. Tapi tidak ada satupun dari Mereka yang disukai oleh Kakeknya.Ini tidak berkelas, itu tidak je
Baca selengkapnya

Bab 89. Pria idaman Zahra bertandang

Di kampung.Ketika di pagi hari, Zahra sudah bangun terlebih dulu. Tentu saja, karena gadis Soleha ini harus menjalankan kewajibannya, untuk sholat Subuh.Memangnya Al? Yang tidak terbiasa dengan shalat lima waktunya.Gadis ini sempat melirik Al yang masih mendengkur. Al tidur meringkuk dengan mendekap tubuhnya sendiri. Sebab selimut, semalam memang dikuasai oleh Zahra seorang. Mungkin dia merasa kedinginan karena cuaca malam hari di kampung ini memang akan terasa lebih dingin.Zahra sedikit prihatin, sebelum turun dari tempat tidur dia mengalihkan selimutnya untuk Al. Menutup tubuh Al pakai selimut itu dengan lembut.Zahra sholat, lalu pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Kemudian menunggu Al keluar.Kakek Sanjaya meminta Zahra agar jangan membangunkan."Antar saja sarapan ke kamar. Mungkin suamimu sangat lelah. Atau belum terbiasa di rumah seperti ini. Kamu harus bisa menjaga perasaannya. Jangan terlalu memaksa. Harus paham suamimu itu berasal dari mana."Zahra terdiam, tetapi m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status