Home / Pernikahan / Pria Cacat Itu, Suamiku / Bab 109. Ingin mengadakan Syukuran

Share

Bab 109. Ingin mengadakan Syukuran

Author: Rea.F
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Azura mengangguk, meskipun di dalam hatinya ada rasa bersalah yang masih menghantui. Dia ingin jujur kepada ibunya, tetapi kebohongan ini sudah terlalu jauh untuk diungkapkan sekarang. Lagipula, Wulan tampak sangat bahagia dengan kehadiran Amara, dan Azura tidak ingin menghancurkan kebahagiaan itu.

Ega yang duduk di kursi seberang ikut tersenyum. "Azura, kamu terlihat semakin bersinar sejak jadi ibu. Papa bangga melihat bagaimana kamu merawat Amara," katanya dengan nada lembut. Amar yang duduk di sampingnya menepuk bahunya.

"Kita semua tahu betapa sulitnya perjalanan ini bagi Azura," tambah Amar. "Tapi dia selalu kuat. Aku sangat bangga pada istriku."

Azura merasa hatinya hangat mendengar dukungan dari keluarganya. Meski kebohongan itu masih ada, dukungan tanpa syarat dari orang-orang yang ia cintai membuatnya merasa sedikit lebih ringan.

Sambil berbicara, Wulan mulai bercerita tentang rencananya untuk Amara. “Ma, Pa, aku ingin mengadakan syukuran untuk Amara. Kita tidak sempat mengad
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 110. Menyukai Amara

    "Alhamdulillah. Memang bayi lahir prematur biasanya butuh perhatian lebih, tapi dengan cinta dan perawatan yang baik, dia pasti akan tumbuh menjadi anak yang sehat," ucap Bu Lili dengan nada penuh semangat.Azura mengangguk, merasa sedikit lebih tenang mendengar kata-kata itu. Setelah menyiapkan sarapan sederhana, ia duduk di meja makan dan menikmati momen kesendirian yang jarang terjadi. Kehidupan sebagai ibu baru tidak memberinya banyak waktu untuk dirinya sendiri, tetapi setiap momen seperti ini adalah kesempatan untuk merenung dan bersyukur.Tidak lama kemudian, Amar turun dari kamar dengan wajah yang masih sedikit mengantuk. Dia berjalan mendekati Azura dan memberinya ciuman di kepala. "Selamat pagi, sayang," ucapnya lembut.Azura tersenyum melihat suaminya. "Pagi, Amar. Aku sudah siapkan sarapan. Kamu mau kopi?"Amar mengangguk, duduk di sebelah Azura. "Kopi terdengar bagus," katanya sambil meregangkan tubuhnya yang kaku setelah tidur panjang. "Bagaimana Amara pagi ini?""Dia ma

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 111. Tak sanggup membayangkan

    Azura ragu sejenak. Meskipun Rayyan sangat mencintai Amara, Azura masih merasa khawatir membiarkan anak sekecil Rayyan menggendong bayi itu tanpa pengawasan penuh. "Kamu bisa memangkunya, tapi Bibi yang akan memegangi Amara, ya?" jawab Azura dengan hati-hati.Rayyan mengangguk penuh semangat. "Iya, aku janji akan hati-hati."Azura dengan lembut menempatkan Amara di pangkuan Rayyan, sambil tetap menopang bayi itu dengan tangannya. Rayyan menatap adiknya dengan penuh cinta, bibirnya tersenyum lebar. "Amara, kamu cantik sekali. Kakak akan selalu menjagamu," bisiknya dengan nada penuh kasih sayang.Melihat interaksi ini, Azura merasa terharu. Meskipun Rayyan masih sangat kecil, cinta yang ia tunjukkan kepada Amara begitu tulus dan tanpa syarat. Namun, di balik momen ini, Azura juga mulai merasakan bahwa Rayyan menjadi semakin terobsesi dengan Amara. Setiap hari, Rayyan selalu ingin berada di dekat Amara, seolah-olah tidak ingin ada orang lain yang mendekati adiknya."Aku ingin membawa Ama

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 112. Tetap memberi dukungan dan cinta

    Amar menatap wajah istrinya yang penuh dengan kesedihan. Dia tahu bahwa ini bukan hanya sekadar ketakutan seorang ibu baru. Azura benar-benar terpukul oleh kemungkinan bahwa Amara mungkin tidak bisa tumbuh seperti anak-anak lainnya. "Azura, dengarkan aku," kata Amar dengan suara lembut. "Apa pun yang terjadi, kita akan melalui semuanya bersama. Tidak peduli apa yang dikatakan dokter, kita akan memastikan Amara mendapatkan perawatan terbaik. Kita akan terus berusaha. Yang penting sekarang, kita harus tetap positif untuk Amara. Jika kamu terus memikirkan yang terburuk, itu hanya akan membuatmu semakin stres."Azura mengangguk pelan, meskipun rasa takutnya belum sepenuhnya hilang. "Aku tahu, Amar. Aku tahu kamu benar. Tapi sulit bagiku untuk tidak khawatir. Setiap kali aku melihat Amara, aku tidak bisa berhenti berpikir tentang apa yang mungkin terjadi di masa depan."Amar mengusap punggung Azura dengan lembut. "Semua orang tua pasti memiliki kekhawatiran, terutama di awal. Tapi kita har

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 113. Mencintai Adiknya

    Azura mengangguk pelan, merasa sedikit terhibur, tetapi ketakutan itu masih belum hilang sepenuhnya. Setelah pertemuan itu selesai, Azura dan Amar keluar dari ruang praktik dengan hati yang sedikit lebih ringan, tetapi juga penuh dengan rasa tanggung jawab baru. Amar menggenggam tangan Azura erat-erat ketika mereka berjalan keluar dari rumah sakit."Bagaimana perasaanmu?" tanya Amar, menatap Azura dengan perhatian.Azura terdiam sejenak, mencoba mengatur emosinya. "Aku masih khawatir, Amar. Aku tahu dokter bilang Amara masih berkembang dengan baik, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkan apa yang mungkin terjadi di masa depan."Amar menghela napas panjang. "Kita harus tetap optimis, sayang. Kita tidak bisa membiarkan ketakutan menguasai kita. Dokter sudah memberikan rencana, dan kita hanya perlu mengikuti langkah-langkah itu. Yang penting, Amara masih sehat sekarang."Azura mengangguk, meskipun hatinya masih terasa berat. "Aku tahu, Amar. Aku akan berusaha untuk tetap positif, demi Am

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 114. Optimis

    Melihat interaksi Rayyan dengan Amara, Wulan tertawa kecil. "Rayyan ini memang sangat sayang dengan adiknya. Dia selalu cerita tentang Amara setiap kali kami di rumah."Azura tersenyum. "Ya, Rayyan memang sangat protektif terhadap Amara. Aku senang dia begitu mencintai adiknya."Sore itu, waktu terasa berlalu dengan cepat. Kehadiran keluarga besar membuat suasana rumah menjadi lebih hangat dan penuh cinta. Amara masih tertidur dengan damai di boksnya, sementara tawa dan percakapan hangat mengisi ruangan. Meskipun masa depan masih penuh ketidakpastian, Azura merasa sedikit lebih kuat. Keluarganya selalu ada untuk mendukungnya, dan itu memberinya harapan bahwa mereka akan bisa menghadapi apa pun yang terjadi.Ketika malam mulai menjelang, dan Wulan serta Ega bersiap untuk pulang, mereka memberikan pelukan hangat kepada Azura dan Amar. "Ingat, kalian tidak sendiri," kata Ega dengan lembut. "Kami selalu ada di sini jika kalian membutuhkan sesuatu. Jangan ragu untuk meminta bantuan."Azura

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 115.Mempunyai keluarga yang siap mendukung.

    Azura mengangguk, merasakan hatinya mulai lebih ringan. "Iya, aku juga merasa lebih tenang sekarang. Aku tahu ini baru awal, tapi setidaknya kita sudah tahu apa yang harus dilakukan."Amar tersenyum, menepuk bahu Azura dengan lembut. "Kita akan menjalani ini bersama-sama. Aku selalu ada di sini untukmu dan Amara."Sesampainya di rumah, Azura merasa lebih optimis. Mereka telah mengambil langkah pertama dalam membantu Amara, dan itu memberinya harapan bahwa masa depan Amara akan cerah. Hari-hari mungkin masih penuh dengan tantangan, tetapi dengan cinta dan dukungan dari Amar serta keluarga mereka, Azura yakin bahwa mereka akan mampu melewati semuanya.Di malam hari, setelah Amara tertidur, Azura dan Amar duduk bersama di ruang tamu. Azura merasa lega dan bersyukur memiliki suami seperti Amar yang selalu berada di sisinya, memberikan dukungan penuh tanpa pernah mengeluh."Aku merasa hari ini adalah titik harapan baru bagi kita," kata Azura pelan, menatap Amar dengan penuh rasa terima kas

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 116. Siap menghadapi apapun di masa depan.

    Ketika malam tiba dan Wulan serta Ega bersiap untuk pulang, Azura dan Amar berdiri di depan pintu untuk mengantar mereka. Wulan memeluk Azura dengan erat sebelum pergi, berkata, "Ingat, sayang, kamu tidak pernah sendirian. Kami selalu ada di sini kapan pun kamu butuh bantuan."Azura mengangguk, merasa lega dan dikuatkan oleh kata-kata ibunya. "Terima kasih, Ma. Aku sangat menghargai semua yang kalian lakukan untuk kami."Setelah Wulan dan Ega pulang, rumah kembali hening. Azura duduk di samping Amara yang sudah tertidur lelap di boks bayinya. Amar duduk di sebelahnya, merangkulnya dengan lembut."Hari ini adalah hari yang menyenangkan," kata Amar pelan. "Keluarga kita benar-benar luar biasa."Azura tersenyum sambil bersandar di bahu Amar. "Benar. Aku merasa lebih kuat setiap kali mereka datang. Dan melihat Amara semakin ceria membuatku merasa lebih optimis."Amar mencium kening Azura. "Kita akan terus melangkah ke depan, sayang. Bersama-sama. Amara akan tumbuh dengan baik, aku yakin."

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 117. Rahasia Terancam Terbongkar

    Sejak kedatangan kerabat jauh yang mencurigai latar belakang Amara, Azura tidak bisa tenang. Setiap malam, saat menidurkan Amara, pikirannya selalu melayang pada kemungkinan terburuk: rahasia tentang asal-usul Amara terbongkar. Hati kecilnya tak pernah merasa nyaman dengan kebohongan yang telah mereka bangun untuk melindungi status adopsi Amara. Meskipun niatnya baik, Azura tahu bahwa kebenaran suatu hari bisa menjadi bom waktu yang menghancurkan segala kebahagiaan yang telah mereka bangun.Kerabat jauh tersebut, Nira, adalah sepupu jauh dari pihak keluarga Amar. Awalnya, Nira datang dengan maksud baik, tetapi dari cara dia memandang Amara dan percakapannya yang penuh sindiran, Azura bisa merasakan bahwa Nira tidak sepenuhnya percaya dengan cerita yang telah mereka berikan tentang kelahiran Amara. Azura ingat betapa Nira selalu mempertanyakan tentang detil kecil yang berkaitan dengan Amara, membuat Azura semakin waspada.Hari itu, Nira kembali datang ke rumah dengan dalih ingin mengun

Latest chapter

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab. Keluarga Yang Sempura

    Waktu terus berjalan, dan hari-hari di rumah keluarga Brahmana tetap dipenuhi dengan cinta dan dukungan. Amara terus menunjukkan kemajuan, dan meskipun tantangannya belum sepenuhnya berakhir, setiap hari memberikan harapan baru bagi keluarga ini. Rayyan, yang selalu setia di samping adiknya, menjadi kakak yang tak hanya penuh kasih, tapi juga semakin dewasa dalam memahami apa artinya keluarga. Pagi itu, Azura bangun dengan perasaan damai. Hari ini adalah hari istimewa bagi keluarga mereka—ulang tahun ke-4 Amara. Di dapur, Amar sudah sibuk menyiapkan sarapan spesial untuk anak-anak, sementara Rayyan dengan penuh semangat membantu menghias ruang tamu dengan balon dan pita warna-warni. “Amara pasti akan suka ini,” ujar Rayyan penuh kegembiraan sambil menempelkan balon-balon ke dinding. “Dia suka warna-warna cerah, kan, Paman?” Amar tersenyum sambil mengangguk. “Betul, Rayyan. Kamu benar-benar tahu apa yang adikmu suka. Terima kasih sudah membantu Paman.” Rayyan tersenyum lebar, me

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 134. Masa depan mungkin penuh dengan ketidak pastian

    Azura mengangguk setuju. “Dan Rayyan juga. Dia selalu sabar, penuh cinta kepada adiknya. Aku tahu ini tidak mudah baginya, tapi dia benar-benar menunjukkan bahwa dia adalah kakak yang luar biasa.”Amar menatap Rayyan dengan penuh kasih sayang. “Kita memang beruntung punya anak-anak seperti mereka. Mereka mengajarkan kita banyak hal tentang kesabaran, ketekunan, dan cinta.”Azura tersenyum hangat. “Ya, mereka adalah alasan kita bisa melalui semua ini. Melihat mereka bahagia adalah hadiah terbesar untuk kita.”---Setelah sarapan, Amar dan Azura membawa anak-anak mereka ke taman bermain yang tak jauh dari rumah. Ini adalah akhir pekan yang cerah, dan mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama di luar rumah, menikmati udara segar sambil membiarkan Amara melatih kakinya di tanah yang lebih lembut.Di taman, Rayyan berlari-lari dengan ceria, sementara Amara memegang tangan Azura, mencoba berjalan di atas rerumputan yang lembut. Setiap langkah kecil yang diambil Amara disertai denga

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 133. Sangat bangga padanya

    Azura meraih tangan Amar, merasakan kebersamaan dan dukungan yang telah menjadi fondasi keluarga mereka selama ini. “Kita sudah menempuh perjalanan yang panjang, tapi aku tahu bahwa ini semua belum selesai. Amara masih memiliki jalan panjang di depannya.” Amar mengangguk setuju. “Betul, tapi aku tidak ragu lagi. Dengan dukungan kita, dia akan menghadapi setiap tantangan dengan kekuatan yang sama seperti yang selalu dia tunjukkan.”Di tengah rutinitas terapi dan perawatan Amara, keluarga Brahmana juga mulai merencanakan langkah-langkah ke depan. Mereka tahu bahwa meskipun Amara menunjukkan kemajuan yang signifikan, masih banyak yang harus dilakukan untuk mendukung perkembangan fisik dan mentalnya.Suatu siang, Amar dan Azura kembali menemui Dokter Setyo untuk berkonsultasi mengenai perkembangan terbaru Amara dan apa yang perlu mereka lakukan ke depannya. Saat mereka duduk di ruangan dokter, Azura merasa lebih tenang dibandingkan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Ada keyakinan dalam diri

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 132. Masa depan yang cerah

    “Kamu bisa melakukannya, sayang,” bisik Azura lembut, matanya berkaca-kaca. “Coba langkah kecil... hanya satu langkah kecil.”Dengan dorongan cinta yang luar biasa dari keluarganya, Amara tampak berusaha keras. Tangannya masih berpegang pada sofa, tapi dia mengangkat kakinya perlahan, mencoba melangkah ke depan. Meski kakinya gemetar, dengan bantuan sofa dan keberanian yang tiba-tiba, dia melangkah.Amar dan Azura saling berpandangan, mata mereka dipenuhi oleh air mata bahagia. Amara, putri kecil mereka, yang selama ini menghadapi banyak tantangan, akhirnya berhasil melakukan sesuatu yang mereka tunggu-tunggu selama ini—langkah pertamanya.Setelah satu langkah, Amara terhuyung-huyung, dan Azura segera mengulurkan tangan untuk menahannya. Amara jatuh pelan ke pelukan ibunya, dan meskipun dia belum sepenuhnya bisa berjalan, satu langkah kecil itu sudah terasa seperti kemenangan besar.“Kita berhasil, sayang. Amara berhasil!” bisik Azura, sambil mencium kening putrinya.Rayyan melompat-l

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 131. Keyakinan Baru

    Rayyan tersenyum kecil, tampak puas dengan jawaban Pamannya. “Aku akan ajarin Amara banyak kata kalau dia sudah bisa bicara,” ujarnya penuh semangat. “Aku mau dia bisa cerita banyak hal ke aku.”Amar tertawa kecil, merasa hangat melihat betapa besar cinta Rayyan untuk adiknya. “Kamu memang kakak yang baik, Rayyan. Amara beruntung punya kamu.”Mereka terus bermain bersama sampai Azura kembali dari sesi terapi bersama Amara. Wajah Azura terlihat sedikit lebih cerah dari biasanya, meskipun terlihat lelah. Amar menyadari itu dan bertanya, “Bagaimana terapi hari ini? Ada kemajuan?”Azura mengangguk sambil menggendong Amara yang tertidur. “Ibu Lia bilang Amara mulai merespons suara lebih baik. Dia belum bisa meniru suara atau kata-kata, tapi dia mulai merespons ketika diajak bicara. Itu langkah kecil, tapi aku rasa ini kemajuan yang baik.”Amar tersenyum mendengar kabar itu. Setiap perkembangan, sekecil apa pun, selalu menjadi sumber kebahagiaan bagi mereka. “Itu luar biasa, Azura. Amara te

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 130. Kenapa belum bisa bicara?

    Azura memandang Amar dengan penuh rasa syukur, meski ide itu menyesakkan hatinya. “Aku tahu kamu ingin melakukan yang terbaik, Amar. Tapi kamu sudah bekerja keras setiap hari. Jika kamu mengambil pekerjaan tambahan, kapan kamu punya waktu untuk istirahat? Untuk kami, untuk aku dan untuk Amara?”Amar tersenyum lelah. “Istirahat bisa menunggu, Azura. Prioritas kita sekarang adalah memastikan Amara mendapatkan semua yang dia butuhkan.”Azura merasa terharu mendengar kata-kata Amar, tapi dia juga tahu bahwa kelelahan bisa menghancurkan mereka berdua jika tidak berhati-hati. “Aku tidak ingin kamu terlalu memaksakan diri, Amar. Kita harus mencari cara yang lebih seimbang.”Mereka terdiam lagi, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Ada begitu banyak hal yang harus dipikirkan—keuangan, kesehatan mental mereka, serta masa depan Rayyan dan Amara. Azura meremas tangan Amar dengan lembut, mencari kekuatan dalam kebersamaan mereka.---Hari itu, setelah berbicara dengan Amar, Azura merasa perlu u

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 129. Keterlambatan Motorik

    Dokter Setyo membuka map yang berisi hasil pemeriksaan Amara dan mulai menjelaskan. “Amara memang menunjukkan perkembangan yang baik dalam beberapa bulan terakhir. Namun, setelah pemeriksaan lanjutan, kami menemukan indikasi bahwa Amara mungkin mengalami gangguan neurologi yang lebih serius dari yang kami perkirakan sebelumnya.”Kata-kata itu menghantam Amar dan Azura seperti palu yang menghancurkan tembok pertahanan mereka. Azura merasa tenggorokannya tercekat, sementara Amar mencoba tetap tenang meski pikirannya sudah dipenuhi berbagai pertanyaan.“Gangguan neurologi?” ulang Amar dengan suara rendah. “Apa maksud Anda?”Dokter Setyo menghela napas, lalu melanjutkan. “Berdasarkan gejala yang kami amati, ada kemungkinan Amara mengalami suatu kondisi yang disebut cerebral palsy. Ini adalah gangguan yang mempengaruhi kemampuan otaknya untuk mengontrol gerakan dan koordinasi otot. Dalam kasus Amara, ini mungkin yang menjadi penyebab utama dari keterlambatan perkembangan motoriknya.”Azura

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 128. Gangguan lain

    Setelah makan siang bersama, Wulan mengajak Azura duduk di taman belakang rumah sambil mengawasi Rayyan yang bermain bola. Amara duduk di stroller di dekat mereka, sesekali tersenyum melihat Rayyan berlarian mengejar bola. Di momen seperti ini, Azura merasakan ketenangan yang jarang dia dapatkan dalam rutinitas harian yang padat.Wulan mulai berbicara dengan lembut. “Azura, Ibu tahu bahwa merawat Amara bukanlah hal yang mudah. Setiap hari pasti penuh dengan tantangan. Tapi ingatlah, kamu tidak sendiri dalam menjalani ini.”Azura menatap wajah Wulan yang penuh kasih, merasakan dukungan yang tak terbatas dari wanita yang telah dianggapnya seperti ibu kandung sendiri. “Ibu, terima kasih untuk segalanya. Kehadiran Ibu dan Ayah sangat berarti bagi kami. Kadang aku merasa terlalu banyak mengandalkan kalian.”Wulan menggelengkan kepala. “Kamu tidak perlu merasa seperti itu. Keluarga ada untuk saling mendukung. Dan Amara, dia adalah cucu kami. Kami mencintainya seperti halnya kami mencintai k

  • Pria Cacat Itu, Suamiku    Bab 127. Latihan

    Setiap minggu, Amar dan Azura membawa Amara ke pusat terapi untuk melanjutkan sesi dengan Ibu Lia. Setiap kali mereka datang, Ibu Lia selalu menyambut mereka dengan senyuman hangat dan semangat positif.“Amara semakin kuat,” kata Ibu Lia saat mereka memasuki ruangan terapi. “Saya bisa melihat kemajuan yang luar biasa dalam perkembangan otot-ototnya. Ini berkat latihan yang konsisten di rumah. Kalian berdua melakukan pekerjaan yang hebat.”Azura merasa hatinya melambung mendengar kabar baik itu. Meskipun kemajuan yang diperlihatkan Amara masih kecil, setiap langkah maju adalah kemenangan besar bagi mereka.Sesi terapi hari itu fokus pada latihan keseimbangan. Ibu Lia menempatkan Amara di sebuah matras lembut dan membantunya mencoba duduk tanpa bantuan. Meski sesekali tubuh Amara oleng ke samping, dia tetap berusaha untuk duduk tegak dengan senyum kecil di wajahnya.“Kita tidak perlu memaksanya,” jelas Ibu Lia. “Yang terpenting adalah memberinya waktu untuk beradaptasi dengan tubuhnya s

DMCA.com Protection Status