Semua Bab Bukan Rahim Pengganti: Bab 61 - Bab 70

99 Bab

61. Tak mengenal

POV ANAHari yang kutunggu-tunggu akhirnya datang juga. Seminar dimulai pukul 09.00 pagi ini, keberuntungan ada padaku, karena kebetulan aku dapat shift malam sehingga aku bisa ke sana dulu. Tadi malam sepulang kerja, aku sudah mencoba pergi ke apartemen yang pernah disewa Dokter Mirza satu tahun yang lalu, karena aku pikir dia akan memakai apartemen itu lagi pada kepulangannya kali ini, tapi ternyata aku salah, apartemen itu kosong. Jalan satu-satunya adalah menemuinya di tempat seminar. Hingga akhirnya aku ada di tempat ini, di depan gedung megah tempat di mana acara seminar itu akan digelar. Aku memilih menunggu di luar, karena aku tidak ikut serta dalam seminar itu. Seminar itu hanya dihadiri oleh orang-orang penting, seperti pejabat pemerintahan dan Dokter. Profesor Wijaya sepertinya juga hadir, jadi aku harus lebih berhati- hati.Kulihat jam di pergelangan tangan, acara akan dimulai kira-kira seperempat menit lagi. Terlihat sebuah mobil Toyota Alphard berhenti di depan gedung m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-27
Baca selengkapnya

62. Mendadak melamar

POV MIRZA Aku tak menyangka bahwa Ana akan menemuiku pada acara seminar. Melihatnya pertama kali setelah berpisah setahun lamanya rasanya seperti saat pertama kali aku bertemu di bandara kala itu. Kulihat dia lebih dewasa sekarang, wajahnya tetap cantik, tak berubah, walau hanya memakai baju santai, pesonanya tetap terpancar. Kulihat ia menghampiriku, bayanganku atas sakit hatiku satu tahun yang lalu tiba-tiba muncul saat aku melihat Ana mendekatiku. Sakit hati di mana dia memilih bersama laki-laki itu saat aku berada dalam masalah. Itu yang kuingat. Maka kuputuskan untuk tak lagi mengenalnya dan bersikap seolah tak pernah mengenalnya. Berat memang, apa lagi melihat wajah yang tadinya tersenyum berubah muram saat aku mengacuhkannya. Acara seminar untuk hari pertama ini akhirnya selesai pukul 15.00 WIB. Aku kembali ke hotel yang sudah di sediakan oleh penyelenggara, menggunakan mobil yang sudah disediakan pula oleh penyelenggara acara. Aku turun dari mobil setelah sampai di depan lo
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-27
Baca selengkapnya

63. Jawaban Umi

POV MIRZA.Kumantapkan hati untuk melamar Ana. Aku tahu, sebagai lelaki dewasa, tujuan sebuah cinta adalah pernikahan dan tugasku adalah menyegerakannya.Waktuku di Jakarta tidaklah banyak dan akan memakan waktu lebih lama jika harus menunggu sampai aku kembali lagi. Dengan waktu yang tidak sebentar itu bisa saja Ana akan semakin membenciku."Apa?" Umi terlahir begitu terkejut mendengar ucapanku, mungkin ini terlalu cepat. Tapi apa boleh buat. Ini satu-satunya cara."Itu lah yang ingin saya sampaikan pada Umi sejak satu tahun yang lalu," jawabku menunduk malu."Ana sudah pernah gagal dan itu cukup membuatnya terluka, hidupnya tidak mudah," kata Umi membuka suara. Seolah pemberitahuan, tapi di dalamnya menyimpan banyak makna."Saya tahu, Umi," jawabku, Umi terlihat menghela napas dalam."Saya harap, Umi akan memberi jawaban sebelum saya kembali ke Jerman." Dengan berat hati, terpaksa aku sampaikan hal ini pada Umi. Bukan maksud untuk mendesak, anggap saja aku sedang berusaha lebih kera
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-28
Baca selengkapnya

64. Permintaan Mirza pada kedua orang tuanya

POV MIRZAAku kembali ke hotel setelah membayar janjiku pada Zidan, aku juga sempat pergi bersamanya hanya untuk sekedar membeli mainan dan ice cream untuk anak-anak. Rasanya begitu bahagia melihat mereka bahagia dengan pemberianku. Dan yang lebih membuatku bahagia adalah saat di sepanjang perjalanan membeli ice cream tadi, yang zidan ceritakan hanya Mbak Ana, Mbak Ana, dan Mbak Ana. Semakin Zidan bercerita tentang Ana, semakin aku memancingnya. Apa yang Zidan ceritakan sedikit mengobati rasa rinduku pada Ana. Kurebahkan tubuhku di ranjang, setelah kutunaikan kewajiban isya' ku. Hari ini cukup melelahkan bagiku. Tapi, aku senang, lelahku rasanya terobati saat mendengar status Ana. Kubuka gawaiku, lalu kubuka galery foto, di mana di sana masih tersisa satu foto Ana, foto yang belum kuhapus dan hanya bisa kusembunyikan dalam file rahasia. Foto Ana yang kuambil diam-diam saat kami makan malam di dapur apartemen satu tahun yang lalu. Senyuman lagi-lagi terukir saat aku melihat foto Ana
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-28
Baca selengkapnya

65. Menemui Umi

POV MIRZAPagi-pagi sekali Mama menghubungiku dan mengatakan bahwa, hari ini akan ke panti dan menemui Umi Zubaidah bersama Papa. Namun dengan satu syarat, syarat yang bagiku sangat berat. Papa tetaplah papa, masih saja memaksaku masuk ke perusahaanya, walau sudah seribu kali aku menolak dan jelas-jelas sudah tidak tertarik dengan dunianya itu. Lama, aku dan mama bernegosiasi tanpa Papa. Ana dan pekerjaanku sama-sama pentingnya. Jadi, aku harus benar-benar berhati-hati dalam mengambil keputusan.Namun, bagaimana aku bisa memutuskan, kalau setelah ini mau tinggal di mana saja aku masih gamang? Menetap di Jerman dan membawa Ana ikut serta bersamaku atau pindah ke Indonesia kalau lamaranku diterima oleh Umi. Hanya itu yang bisa aku katakan pada Mama. Papa mungkin sedang memanfaatkan keadaan, tapi Papa lupa bahwa aku adalah anaknya, yang bisa saja lebih cerdik dari pada dirinya. Aku katakan semua keputusan akan aku serahkan pada Ana kalau Ana menjadi istriku. Kupukul telak Papaku. Dia m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

66. Cincin pengikat

POV MIRZAHatiku berbunga saat membuka pesan dari Mama yang mengatakan bahwa Umi Zubaidah menerima lamaranku di tengah acara seminar. Aku tak sabar ingin segera menemui Umi Zubaidah dan mengucapakan terimakasih padanya. Begitu acara seminar selesai hari ini, aku bergegas menemui sopir yang mengantar jemput aku ke hotel. "Dokter ...," teriak seseorang padaku saat aku berjalan menuju parkiran. Kuhentikan langkah karena sepertinya yang memanggilku adalah peserta seminar."Iya, kenapa?""Dokter, boleh foto bersama? Kami ingin buat sebagai kenang-kenangan," kata seorang pemudi bersama beberapa temanya, sepertinya mereka adalah Dokter Muda."Oh ... silahkan." Aku memberi ijin, mereka pun mengambil beberapa gambar dan berterimakasih padaku."Kalau gitu saya permisi," ujarku segera berpamitan."Sampai jumpa hari Senin, Dokter, selamat malam Minggu," teriak salah satu dari mereka kepadaku yang sudah berjalan beberapa langkah meninggalkan mereka. Begitu banyak materi yang harus kusampaikan hi
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-29
Baca selengkapnya

67. Jelangkung

POV ANAUsai shift berakhir, aku dan yang lain pergi sesuai rencana kemarin, nonton bareng di sebuah bioskop ternama. Kami pergi menggunakan taksi online agar tidak berpencar, motor kami? kami tinggalkan di parkiran rumah sakit. Selain aku, Aryo, dan Hanin, masih ada beberapa orang lagi termasuk Mbak Lia yang selalu tak mau ketinggalan. Hari ini Mbak Lia tidak membawa mobil, jadi terpaksa kami harus naik taksi. Setiba kami di bioskop, Aryo yang merupakan satu-satunya laki-laki di antara kami, pergi memesan tiket dan yang lain membeli snack. Sementara aku dan Hanin menunggu di kursi tunggu. "Ana, anter aku ke toilet, yuk ...," pinta Hanin tiba-tiba."Oh, oke, yuk," jawabku kemudian bangkit dari tempat duduk. Hanin masuk ke toilet dan aku menunggunya di depan pintu. Kubuka gawaiku, sebab, aku sudah hafal betul kelakuan Hanin kalau sudah masuk ke dalam sana, selalu betah berlama-lama. Entah apa saja yang dilakukannya di dalam sana, kadang aku sendiri juga heran. Kubuka akun Facebook
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-30
Baca selengkapnya

68. Calon istri

POV MIRZAKuikuti ke mana taksi mereka pergi setelah kutinggalkan Dokter Dion. Hingga sampailah aku pada parkiran sebuah bioskop di Jakarta. Aku turun dan masuk ke dalam. Pucuk di cinta ulam pun tiba. Aku melihat Aryo sedang berdiri di antrian pemesanan tiket. Kuhampiri dia yang terlihat sendirian."Aryo ...," sapaku. Dia menoleh."Dokter Mirza?" katanya sedikit terkejut."Pesen tiket buat saya sekalian, ya. Saya mau nonton juga. Pake uang saya saja, saya traktir kalian malam ini," kataku sambil memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan pada Aryo."Dokter mau nonton?" lirih ia bertanya, seolah sedang bertanya pada dirinya sendiri."Kenapa? Nggak boleh?" tanyaku yang tak sengaja mendengar kata-kata Aryo."Oh, boleh, Dok, boleh," katanya mengambil uang dari tanganku dengan sangat sigap.Setalah Aryo mendapatkan tiketnya aku pun mengulurkan tanganku untuk meminta, "Mana, saya lihat tiketnya.""Ini, Dok." Aryo sangat sopan dan tahu diri. Ia menyerahkan semua tiketnya padaku."Kamu k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-30
Baca selengkapnya

69. Nebeng

POV ANATak disangka hari ini aku bertemu Dokter Mirza dua kali berturut-turut. Yang membuat jantungku berdebar adalah saat aku duduk berdekatan dengannya. Tak jarang aku harus menata agar degup jantungku tidak menimbulkan ketegangan di wajahku.Kami meninggalkan bioskop setelah film selesai diputar dan saat kulihat beberapa orang yang menghinaku ketika aku menemui Dokter Mirza di acara seminar waktu itu ada di depanku. Aku tak mau mereka membuatku malu lagi di depan teman-temanku. Aku memang sempat menceritakan tentang hinaan mereka pada Mbak Lia, tapi kurasa cukup sekali saja mereka menghinaku dan tak akan aku biarkan itu terjadi lagi. Sebelum mereka membahas masalah tempo hari saat aku datang ke seminar dan Dokter Mirza mengacuhkan aku, aku segera membawa teman-temanku pergi dari sana, bisa malu tujuh turunan kalau sampai semua tahu aku menemui Dokter Mirza tanpa sepengetahuan mereka.Kupesan taksi online dan kami kembali ke rumah sakit bersama-sama. Jarak rumah sakit dari bioskop
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-31
Baca selengkapnya

70. Usaha

POV MIRZAMalam semakin larut, aku dan Ana membelah jalanan ibu kota yang terlihat sudah lengang. Ana duduk di jok belakang. Kali ini kami lebih terlihat seperti pasangan kekasih yang sesungguhnya karena kali ini aku yang menyetir. Kami hanya bisa diam di sepanjang perjalanan. Rasa canggung mendominasi kebersamaan kami malam ini. Aku tak mau merusak momen indah ini dengan obrolan yang pasti akan berujung pada perdebatan dan akan mengganggu kebersamaanku dengan Ana, kebersamaan yang sudah lama aku nantikan setelah lama tak pernah berhubungan bahkan via media sekalipun."Dokter, sepertinya setelah ini sudah nggak ada hotel lagi," kata Ana yang aku yakin dia sudah hafal betul jalanan di sekitar sini. Dan memang, hotel yang aku tempati bukanlah di daerah ini, aku hanya membohongi Ana. Terlihat dari kaca spion sesekali Ana menahan kantuknya dengan menutup mulut saat ia menguap. "Ada, kamu diem aja," jawabku. "Kamu capek, Ana? Makanya, habis kerja langsung pulang, jangan suka kelayapan,"
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-31
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status