Semua Bab Bukan Rahim Pengganti: Bab 51 - Bab 60

99 Bab

51. Aina dan Ratri

POV MIRZAAku termangu di depan pintu, melihat dua wanitaku sedang duduk bersama, bersisian, menikmati teh di depanku. Kulempar senyum keterpaksaan untuk mencairkan ketegangan yang saat ini menguasai. Jika bisa digambarkan sekarang, yang aku rasakan adalah sebuah batu besar tiba-tiba menghimpit dada.Terlihat Ana beranjak dari duduknya dan menghampiriku."Dokter, kenapa bengong?" tanyanya, aku tak menjawab, aku masih fokus pada Mama yang duduk di sofa, tapi menyimpan sejuta amarah di matanya. Ya, aku tahu Mama sedang marah karenaaku sudah sangat mengenalnya."Dokter!" sentak Ana lagi yang membuatku segera tersadar dari segala pikiran buruk saat ini."Iya, An." "Dokter kenapa masih di sini? Ada tamu. Tante Ratri. Dokter temui dulu. Saya ganti baju dulu sebelum kita berangkat ke bandara," kata Ana, dari apa yang Ana sampaikan tadi sepertinya semua baik-baik saja. Dan mama tidak membocorkan identitasku pada Ana. Aku bisa sedikit lega."Oh, iya, An," jawabku."Tante, saya ganti baju du
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-22
Baca selengkapnya

52. Polisi

POV MIRZA "Masa Iddah, Ma? Dari mana mama tahu kalau Ana sudah bercerai?" "Kamu nggak perlu tahu mama tahu dari mana, justru Mama yang harus tahu. Apa kamu ada hubungannya dengan perceraian Ana?! Jawab pertanyaan Mama dengan jujur, Mirza!" tanya Mama dengan emosi."Pelankan suara Mama, Ma. Nggak enak kalau Ana sampai mendengar ini," kataku setengah berbisik."Jawab Mama, Mirza!" ucap Mama, kali ini suara Mama lebih rendah, tapi penuh penekanan."Demi Allah, Ma, Mirza nggak ada hubungannya. Mirza nggak seburuk itu," jawabku apa adanya."Lantas apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah gila? Tinggal satu atap dengan wanita yang bukan istrimu? Bahkan Ana bilang kamu yang menahannya untuk tinggal di sini! Kamu benar-benar sudah membuat Mama kecewa Mirza!" "Dua hari, dua hari, Ma. Dan setelah itu Mirza bakalan balik ke Jerman. Hanya dua hari kami bersama dan tidak terjadi apa-apa. Kami masih waras, Ma!" Jawabku yang tak kalah emosinya. Yang ada di benakku saat ini hanya ketakutan akan kemar
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-22
Baca selengkapnya

53. Tak rela

POV ANAPerasaan takutku menyeruak saat beberapa orang berseragam polisi menghampiriku dan Dokter Mirza, Dokter Mirza mencoba menenangkanku dengan mengatakan untuk tidak takut dan tenang. Sampai akhirnya mereka menyampaikan bahwa akan menangkap Dokter Mirza. Aku begitu terkejut. Tapi, berbeda dengan Dokter Mirza yang masih terlihat tenang dalam kondisi seperti ini. Entah terbuat dari apa orang yang ada di sebelahku saat ini, bahkan dalam kondisi seperti ini masih saja terlihat santai. Melihat caranya menghadapi polisi itu, sepertinya tak bisa mengandalkannya. Aku harus bertindak."Tunggu, Dokter Mirza sudah menyelamatkan pasien kami. Tidakkah itu bisa dibuat sebagai bahan pertimbangan untuk tidak menangkapnya?" kataku menahan mereka untuk berhenti mendekat ke arah kami."Maaf, kami hanya menjalankan tugas, untuk keterangan lebih lanjut bisa dijelaskan di kantor polisi." Yah, begitulah jawaban mereka, tidak jauh beda dengan yang aku lihat di sinetron-sinetron. Kupegangi terus tangan Do
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-23
Baca selengkapnya

54. Ana meradang

"Siap, pegangan, Neng," serunya, aku pun segera berpegangan pada behel belakang motor, Karen agak mungkin juga pegangan pada perut bapaknya atau pundak bapaknya.Hanya butuh waktu kurang dari setengah jam kami sudah sampai di depan rumah sakit, aku turun dan segera kubayar sesuai aplikasi. Setelahnya aku berlari menuju loby."Mbak ... Mbak helmnya! Kopernya juga ketinggalan, ni, Mbak," teriak tukang ojek itu padaku. "Ya, Tuhan," gerutuku kembali ke depan mengembalikan helm. Saking paniknya aku sampai lupa melepas helm dan meninggalkan koper dokter Mirza yang diletakkan di depan kemudi."Nih, Pak, makasih, ya, maaf," kataku, lalu kuambil koper itu.Aku kembali berlari menuju loby."Pak, nitip koper, itu punya Dokter Mirza, tolong simpen dulu," kataku pada security yang berjaga di loby."Iya, Mbak Ana," jawabnya tersenyum.Setelah menitipkan koper yang pasti akan membuatku bertambah ribet jika membawanya ke mana-mana, aku langsung menuju ke ruangan Dokter Dion. Tak jarang temanku menyap
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-23
Baca selengkapnya

55. Dalang di balik penangkapan

POV ANA"Saya mau ketemu Adrian Pramono!" kataku pada resepsionis di kantor Mas Adrian tanpa selamat siang atau basa-basi. Setelah pesan dari Mas Adrian yang setengah mengancamku dan berkata akan membuat perhitungan dengan Dokter Mirza, aku curiga bahwa ia lah dalang dari penangkapan Dokter Mirza di bandara tadi."Maaf, Mbak, Pak Adrian sedang ada pertemuan. Mbak, bisa tunggu di sana," kata wanita berseragam coklat dengan rambut yang disanggul itu."Saya nggak bisa nunggu!" kataku, meninggalkan meja resepsionis dan berjalan menuju bagian dalam gedung."Mbak, tolong mengerti. Saya bisa panggil security untuk mengusir mbak kalau mbak tetap ngotot masuk." Wanita itu berlari mengejarku dan menahanku untuk masuk dengan mencekal pergelangan tanganku. Aku tak menghiraukan, kuhempaskan tangannya, lalu kuambil gawai dan kuhubungi Mas Adrian."Mas, aku mau ketemu. Aku sudah di loby. Aku yang masuk atau kamu yang keluar!" tegasku setelah Mas Adrian mengangkat telepon dariku. "Ya ...," jawabn
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-24
Baca selengkapnya

56. Tahu diri

POV MIRZAKetika aku sedang di periksa oleh penyidik, Dokter Dion terlihat datang dan menemui penyidik juga, tapi aku tak melihat Ana bersamanya. "Ke mana anak itu?" batinku bertanya-tanya. Saat ini, aku dibantu oleh Dokter Dion menyelesaikan masalahku. Ya, sebelumnya aku dan Dokter Dion memang sempat membahas masalah SIP, sebelum aku terbang ke Indonesia. Dan dia mengatakan semua sudah diatur oleh Wijaya Hospital. Maka dari itu aku tak pernah merasa takut ataupun khawatir saat polisi menangkapku tadi.Beberapa jam kami menyelesaikan urusan kami dan akhirnya polisi membebaskan aku. Setelah kami menandatangani beberapa berkas, kami pun diperbolehkan untuk pulang."Maaf, Pak, kalau boleh tahu siapa yang melaporkan masalah ini?" tanya Dokter Dion pada petugas yang menangani kasusku ini. "Maaf, Pak, kalau masalah itu kami tidak bisa memberitahu, lagi pula pelapor tidak mau kalau identitasnya diketahui," jelasnya pada kami. Dari sini timbul berbagai pertanyaan dalam diriku. Kenapa harus
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-24
Baca selengkapnya

57. Akhirnya ia pun pergi

POV ANASetelah aku mendapatkan poselku kembali, aku segera menuju ke kantor polisi. Tidak mudah mendapatkan kembali ponselku. Aku harus melewati perdebatan panjang dengan Mas Adrian dan berlangsung cukup lama, karena ternyata Mas Adrian telah menyuruh orang mengunci pintu saat aku hendak keluar. Kami terus bersilang pendapat, hingga akhirnya kami mencapai sebuah kesepakatan. Awalnya Mas Adrian bersikeras hanya akan membebaskan Dokter Mirza dan mengembalikan poselku dengan syarat aku harus rujuk dengannya, namun sku tetap menolaknya.Hingga akhirnya Mas Adrian menyerah, ia sudah tak mampu lagi memaksaku dan membujukku, Mas Adrian mengubah persyaratannya dengan memintaku untuk makan siang bersamanya dan kedua orang tuanya, bersandiwara pada kedua orang tuanya untuk mengatakan bahwa aku belum bercerai darinya. Aku pun mengiyakannya karena tak ada pilihan lain lagi, saat ini tak ada yang bisa membantuku, aku seolah berada di kandang singa, sendiri, ceroboh sedikit saja bisa membuatku c
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-25
Baca selengkapnya

58. Penghentian donasi

Sampai di panti, adik-adik panti menyambutku dan Umi dengan sangat gembira. Mereka menghampiri kami dan menyalami kami, mengecup punggung tangan kami bergantian."Mbak Ana ...," teriak Zidan berlari memanggilku dan memelukku begitu ia melihat kedatangan kami. Zidan adalah anak yang paling dekat denganku, selain lucu, dia juga sangat menyayangiku. Sampai -sampai dulu kalau aku sakit pun dia rela tidak main seharian hanya karena ingin menemaniku."Hai, Zidan, kamu ngapain jam segini bawa bola? Sebentar lagi malam, jangan main terus," kataku sembari mengusap kepalanya pelan."Zidan mau bertanding sama Om Ganteng, jadi harus berlatih," jawabnya dengan nada khasnya yang polos itu."Om?" tanyaku dengan dahi berkerut dalam."Dokter Mirza, An," sahur Umi yang berdiri di sebelahku dengan senyuman."Oh ... ya udah, Zidan, kamu masuk, gih, besok latihan lagi. Makan dulu," perintahku padanya. Tak lupa pula kuajak anak-anak yang lain untuk segera masuk ke dalam karena hari sudah mulai petang.Wak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-25
Baca selengkapnya

59. Ditolak

Satu tahun berlalu setelah kepergian Dokter Mirza. Donatur panti pun kami dapat tak lama setelah aku mengajukan proposal ke Wijaya Hospital, Bu Ratri istri Pak Adi Wijaya adalah salah satunya, Dokter Dion yang merekomendasikan panti kami padanya. Satu masalah akhirnya selesai.Setelah kepergian Dokter Mirza, aku dihadapkan dengan beberapa kali sidang perceraian yang cukup menguras tenaga, butuh waktu beberapa bulan karena Mas Adrian mempersulitnya. Segala upaya kuusahakan agar perceraian cepat terlaksana. Apa yang dilakukan Mas Adrian dan Mbak Najwa membuatku semakin mantap untuk tidak lagi berhubungan dengan mereka. Tak jarang aku menumpahkan kekesalanku pada Mbak Najwa saat menghadapi persidangan. Merasa sudah dibuat mainan olehnya, Mbak Najwa juga yang dulu cepat-cepat mendaftarkan pernikahanku dengan Mas Adrian secara resmi. Kalau saja tidak, pasti tidak akan merepotkan aku seperti itu. Hanya dengan kata talak berakhirlah hubunganku dengannya, tidak perlu membuang tenaga.Perjuang
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-26
Baca selengkapnya

60. Angin segar

POV MIRZAJerman 11.00"Guten Tag!" ( Selamat siang!) sapa perawat yang berpapasan denganku saat aku kembali ke ruangan, setelah kepala rumah sakit memintaku untuk menemuinya."Guten Tag!" ( Selamat Siang!) balasku dengan sedikit tersenyum.Kuhempaskan tubuhku ke kursi, setelah aku mendapat kabar bahwa aku harus menjadi nara sumber dalam seminar internasional yang diadakan oleh Indonesia tepatnya di jakarta. Sedikit mengejutkan, memang aku biasa menjadi nara sumber seminar yang berhubungan dengan kanker tentunya, tapi belum pernah ke luar dari Jerman. Awalnya aku menolak, tapi pihak rumah sakit tidak bisa membatalkan. Terpaksa aku menyetujuinya.Berat rasanya harus kembali ke sana setelah sakit hati yang mendera akibat Ana. Satu minggu mengenal Ana, tapi satu tahun aku tak mampu melupakan anak itu. Wajahnya, senyumnya, matanya, semua yang ada padanya aku menyukainya. Bahkan sikapnya yang berubah-ubah dan konyol pun membuatku merasa bahagia. Tak terasa kedua ujung bibirku tertarik dan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-26
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status