Semua Bab Bukan Rahim Pengganti: Bab 71 - Bab 80

99 Bab

71. Panik

Bak disambar petir aku mendengar berita yang disampaikan oleh perawat wanita itu. Aku berlari menuju gedung bagian atas. Beberapa orang termasuk perawat yang menemuiku tadi mengekoriku. "Apa pihak rumah sakit jiwa sudah dihubungi?" tanyaku di dalam lift."Sudah, Dokter, tapi mereka masih mengecek pasien mana yang kabur.""Apa? Kondisi seperti ini masih sempat-sempatnya ngecek! Bilang sama rumah sakit itu, suruh kirim timnya ke sini, saya nggak mau tau! Kasus ini nggak butuh pengecekan, yang dibutuhkan tindakan. Paham!" perintahku pada mereka, aku benar-benar tak habis pikir, mereka tidak menyadari bahwa nyawa seseorang sedang terancam sekarang."I_ya, Dokter." Pintu lift akhirnya terbuka, kami masih harus melewati satu tangga kecil lagi untuk sampai di rooftop rumah sakit. Kubuka pintu besar berbahan besi yang mengarah ke arah rooftop, jantungku teras berhenti saat aku melihat tangan Ana sudah berlumur darah dan tubuhnya tersungkur di bawah memegangi perutnya yang juga sudah berlum
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-01
Baca selengkapnya

72. Letak kebahagiaan Mirza

"Mirza!" sentak kakek menggoncang tubuhku yang masih mematung setelah mendengar kata-kata dokter itu. Aku menoleh."Dokter Mirza, dengarkan saya. Jangan panik, fokus! Kepanikanmu justru akan membahayakan nyawa Ana," kata kakek yang saat ini ikut serta di ruang operasi bersamaku. Kuhela napas panjang. "Dokter Mirza, Anda mau seperti ini terus atau saya yang akan mengambil alih operasi ini? Kalau Anda seperti ini terus silahkan keluar dari ruangan ini!" ancam kakekku yang sudah mulai tersulut emosi dengan kepanikanku."Tidak, Prof, biar saya," jawabku."Yakin?" tanya kakek memastikan, aku tahu apa yang aku lakukan berhubungan dengan nyawa seseorang, dan tentu kakek harus memastikan kesiapanku. Kuanggukkan kepalaku pelan. Dalam hatiku hanya bisa berkata fokus dan tenang untuk menetralkan kepanikanku."Semua sudah siap? Kita akan melakukannya sekarang!" kataku, mereka mengangguk Pelan.***Operasi tidak berjalan terlalu mulus. Jantung Ana sempat terhenti di tengah jalannya operasi, rasan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-01
Baca selengkapnya

73. Kejanggalan

POV MIRZA Kuhapus air mataku setelah Mama mengikuti Papa ke ruangan kakek. Aku tak tahu, apa yang akan dibicarakan kakek dengan Papa dan Mama di sana. Saat aku beranjak dari tempatku, "Dokter, Umi Zubaidah harus pulang. Karena ada salah satu anak panti yang juga sedang sakit dan mencari Umi. Tidak ada yang menunggu Ana. Saya harus kembali ke UGD," kata Aryo menghampiriku. "Ya, nanti saya ke sana. Saya ganti baju dulu." "Tapi, bukannya baju dokter sudah kotor karena penuh darah tadi? Dokter pake baju ini aja nggak papa, Dok," kata Aryo menunjuk ke arah baju biru yang kukenakan. "Astaga, saya lupa, Yo. Aryo terimakasih sudah banyak membantu tadi. Kerja kamu bagus." "Sama-sama, Dok, Ana adalah sahabat saya. Jadi sudah menjadi kewajiban saya membantu, Ana," jawabnya tersenyum. "Tapi Ana adalah tunangan saya Aryo dan sangat berarti bagi saya," batinku berkata. Aku akui persahabatan mereka termasuk persahabatan yang tulus, Aryo dan yang lain terlihat sangat kompak dan saling menyay
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-02
Baca selengkapnya

74. Bukan rahim pengganti

Apa yang aku takutkan akhirnya terjadi, Mas Adrian menemuiku lagi dan yang membuatku tak habis pikir, Mbak Najwa datang bersamanya. Aku takut, luka yang sudah ku kubur dalam-dalam akan muncul ke permukaan dengan kedatangan mereka, sebelum hal itu terjadi, aku harus mencegahnya."Dokter, bisa kan mengunci ruangan ini," kataku dengan nada penekanan."Dokter!" sentakku saat kulihat Dokter Mirza termangu melihat ke arah pintu, sepertinya dia sama terkejutnya sepertiku."Oh, iya." Dokter Mirza berjalan ke arah pintu."Tunggu, An, biarkan Mbak bicara," kata Mbak Najwa dengan wajah penuh harap namun tak sedikitpun menggoyahkan niatku untuk mengusirnya dari hadapan."Maaf, Ana masih butuh istirahat. Lebih baik kalian keluar dulu." Dokter Mirza menghampiri mereka dan bersiap untuk menutup pintu."Dok, saya mohon, beri saya waktu untuk bicara dengan Ana," pinta Mbak Najwa yang semakin membuatku muak."Dokter!" sentakku lagi yang berharap Dokter Mirza tak mengabulkan permintaan Mbak Najwa."Ana
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-04
Baca selengkapnya

75. Apa yang disembunyikan Umi?

POV ANA.Pagi pun tiba setelah aku meminum obat yang diberikan oleh Dokter Mirza semalam, rasanya aku sangat mengantuk. Kubuka mata, kulihat sekelilingku, Umi sudah duduk di sofa tempat Dokter Mirza tidur semalam."Umi?""Ana? Kamu sudah bangun, Nduk? Gimana? Udah enakan badannya?""Alhamdulillah, Umi.""Dokter Mirza mana, Mi?" tanyaku ragu setelah kulihat di sekelilingku dan tak kutemukan sosoknya di manapun."Dokter Mirza sudah pergi pagi-pagi sekali, ada seminar pagi katanya," jawab Umi."Yah ...," ucapku kecewa."Kenapa?""Sepertinya dia marah pada Ana, Mi.""Kenapa? Kalian ribut?""Kemarin Mas Adrian dan Mbak Najwa ke sini dan aku mengusir Dokter Mirza? Tapi bukan itu juga Maksud Ana, Ana hanya tidak mau melibatkan Dokter Mirza ke dalam masalah Ana," jelasku."Hah?! Apa, An? Adrian? Ya Allah, Ana," kata Umi yang terlihat begitu kaget dan panik membuatku merasa bahwa aku memang benar-benar sudah melakukan kesalahan besar."Ana ... Ana ... Apa yang kamu lakukan? Kamu tahu Ndak dokt
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-05
Baca selengkapnya

76. Keputusan keluarga

POV MIRZASetelah seminar selesai, aku dan Dokter Dion memutuskan untuk pergi ke rumah sakit jiwa yang sudah kami bahas sebelumnya. Aku merasa tidak tenang jika harus meninggalkan Ana ke Jerman semangat di sini ada yang menginginkannya celaka. Kami menemui kepala rumah sakit. Mereka meminta maaf atas kelalaian pihak rumah sakit hingga mengakibatkan adanya korban jiwa. Kami sempat bersi tegang karena pihak rumah sakit tidak mau menunjukkan rekaman CCTV sebelum kejadian penusukan itu terjadi. Namun, setelah aku memutuskan akan membawa kasus ini ke ranah hukum mereka akhirnya memberi ijin untuk kami melihat rekaman CCTV tersebut.Awalnya tak ada yang mencurigakan dari rekaman CCTV itu, namun kecurigaan kami muncul saat terlihat ada seseorang yang mengunjungi pasien tersebut di akhir-akhir rekaman dan setelah itu CCTV mati. Dari sini pihak rumah sakit jiwa pun ikut curiga dan berjanji akan ikut mengusut kasus tersebut.Aku kembali ke rumah sakit sekitar pukul 8 malam, tak lupa aku membaw
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-06
Baca selengkapnya

77. Tuntutan Umi

POV ANASudah hampir satu jam Umi dan Dokter Mirza meninggalkanku. Aryo dan Hanin lebih memilih duduk di sofa bermain gawai, sepertinya mereka sama bosannya sepertiku. "Ana, kamu mau makan apa? Mbak ambilin!" tawar Mbak Lia yang duduk di kursi dekat ranjang."Nggak, Mbak, aku kenyang. Umi ke mana, ya, Mbak? Kok,lama?" tanyaku pada Mbak Lia."Mungkin lagi nanya soal keadaan kamu, An, sama Dokter Mirza, kalau ngantuk tidur aja. Mbak jagain sampe Umi datang," jawab mbak Lia. Aku bergeming."Kamu nanyain Umi apa Dokter Mirza, sih?" sambung Mbak Lia yang mulai mencoba menggodaku lagi."Mbak, jangan bahas itu, malu kalau orangnya denger," jawabku. "Bukannya dulu kamu nungguin? Kenapa giliran kamu ditungguin malah jual mahal?" ceplos Mbak Lia."Itu, kan dulu, sekarang jangan harap lah.""Mbak, kemarin Mbak Najwa ke sini. Memintaku kembali pada Mas Adrian," sambungku ingin curhat padanya."Apa?" sentak Mbak Lia, Hanin dan Aryo tampak menoleh ke arah kami."Jangan keras-keras, Mbak," bisikku
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-07
Baca selengkapnya

78. Jawaban Ana

POV MIRZA.Perdebatan antara aku, Umi, dan keluargaku berlangsung cukup lama. Aku pikir memang keputusan itu baik. Aku memutuskan untuk tetap menikahi Ana, namun, aku menginginkan keridhoan Ana. Pernikahan Ana yang sebelumnya dan tiba-tiba, cukup menjadi pelajaran bagiku untuk tidak mengulanginya. Akan tak ada bedanya antara aku dengan Adrian jika itu sampai terjadi. Dan itu sama saja aku meng iyakan kata-kata Ana, bahwa orang kaya bertindak semaunya. Tidak, aku tidak akan sebodoh itu, membuat Ana lagi-lagi harus menelankecewa. Bagaimanapun juga, Ana mempunyai hak untuk menolak atau menerima, hidup Ana biarlah Ana yang menentukan. Aku hanya bisa berusaha untuk menyembunyikan siapa orang tuaku saja, setidaknya aku tidak membutuhkan wali saat aku menikah. Jadi, menyembunyikan itu sampai Ana sah menjadi istriku tidak ada salahnya. Toh aku akan tetap berusaha membahagiakan Ana, tanpa bayang-bayang kedua orang tuaku. Keputusan yang begitu sulit dan sempat membuat Papa serta kakekku geram,
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-07
Baca selengkapnya

79. Apa orang tuanya setuju?

POV ANA"Ish ... ish ... ish ... ujung-ujungnya obat dan kunjungan dokter. Mantap surantap calon imamku, tak ada sama sekali romantisnya. Beda banget sama yang di Instagram," gerutuku setelah membaca balasan pesan dari Dokter Mirza. Dengan berbagai macam pertimbangan, akhirnya aku menerimanya. Bukan tanpa alasan, sekarang aku sudah harus lebih dewasa dan bisa mengambil keputusan. Apa yang Umi sampaikan di penutup perbincangan kami semalam, mampu membuatku takut, takut akan kehilangan orang yang sudah banyak menunjukkan cintanya dengan semua pengorbanan dan perbuatannya itu. Ya, walau dia agak sedikit kaku, tapi cukup bertanggung jawab lah. Lebih-lebih saat dia menyelamatkanku di rooftop kemarin. Tapi jangan salah, ini bukan lah balas budi, tapi murni dari hatiku. Karena kadang rasa nyaman itu lebih indah dari pada cinta.Kuletakkan gawai di nakas, hari ini aku sudah bisa duduk sendiri walau masih harus banyak istirahat."An, besok akad nikah kamu mau pake kebaya apa gini aja?" tanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-08
Baca selengkapnya

80. Ijab kabul

"Lalu, kenapa melarang saya masuk?""Maaf, Dokter, ini perintah." "Siapa? Adrian?" tanyaku dengan nada yang mulai meninggi."Bu Ratri, Dok, Mamanya Dokter memerintahkan untuk dokter tidak masuk!" "Apa? Bu Ratri? Omong kosong!" kataku hendak menerobos masuk ke dalam, namun mereka tetap berusaha menahan. Aku semakin kesal, ingin sekali tanganku melayang, tapi aku tahu ini rumah sakit. Jika aku melakukannya bisa mengganggu ketenangan pasien lain."Awas ,ya, kalian!" ancamku, kuambil gawai dan kuhubungi Mama. Meminta penjelasan."Halo, Ma!" sapaku setelah Mama mengangkat panggilan telepon dariku."Iya, Za, kenapa?""Bener? Mama yang nyuruh dua orang ini untuk melarang Mirza ketemu Ana?" Kualihkan panggilan suara ke Video dan menunjukan wajah kedua pria itu pada Mama."Iya, memangnya kenapa?""Ya Allah, Mama ... apa maksudnya coba?" tanyaku kesal."Mirza, Mama itu orang Jawa tulen. Kamu itu nggak boleh ketemu Ana sampai akad nikah," jelas mama yang membuatku semakin tak mengerti."Maksud
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-09
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status