Home / Pernikahan / Bukan Rahim Pengganti / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Bukan Rahim Pengganti: Chapter 81 - Chapter 90

100 Chapters

81. Tak mau dikasihani

POV ANAUmi pergi ke hotel pagi-pagi sekali, Umi berpesan bahwa Ijab kabul akan dilaksanakan pada puku 8 pagi ini. Umi memintaku untuk berdo'a agar tidak ada halangan apapun dan semua berjalan lancar. Sebelum Umi pergi, Umi sudah mempersiapkan kebutuhanku, seperti mengantarku ke kamar mandi dan lainnya karena hari ini tak ada yang menjagaku. Hanya ada dua orang yang katanya dari kepolisian yang menjaga di depan kamar sejak tadi malam. Mungkin ini ada hubungannya dengan insiden penusukan itu.Tepat pukul 8, hatiku terasa berdegup kencang memikirkan berlangsungnya ijab kabul, meskipun aku tidak ada di sana, nyatanya tetap saja aku merasa tegang. Ini adalah perkara hidup dan masa depanku.Sendiri, menanti dengan perasaan gundah gulana. Berbeda dengan pernikahanku sebelumnya dengan Mas Adrian, kali ini aku benar-benar merasa ada sesuatu yang bergejolak, apa lagi jika harus mengingat setelah ini dia justru harus pergi di hari pertama setelah pernikahan kami. Terbesit rasa ingin menjalani s
last updateLast Updated : 2024-11-10
Read more

82

"Pasien? Laki- laki apa perempuan?" tanyaku membalikkan badan, lalu mencoba untuk duduk."Anak kecil, seumuran Zidan," jawabnya, lagi-lagi aku harus merasa bersalah karena telah berburuk sangka."Zidan? Kasihan sekali," gumamku dalam hati."Pergilah. Anak itu lebih membutuhkanmu," kataku, sejenak aku benar-benar merasa tidak punya hati, aku sadar bahwa Dokter Mirza bukan sepenuhnya milikku, dia juga punya pasien yang harus dipikirkan. Aku tidak bisa bersikap egois juga, 'kan? Dia juga memiliki tanggung jawab pada pasiennya, tidak bisa seenaknya meninggalkan pasien hanya karena mementingkan aku. Aku benar-benar merasa sangat bersalah, sebagai orang yang paham dengan pekerjaan di dunia kesehatan, harusnya aku mengerti posisinya, dia harus menyelesaikan tugasnya, tidak bisa meninggalkan semua pasiennya secara mendadak, semua juga butuh proses."Apa kamu tidak akan marah, Ana? Sekarang saya punya tanggung jawab pada istri saya selain pada pasien saya." Pertanyaan itu sempat membuat jantu
last updateLast Updated : 2024-11-11
Read more

83

POV ANAAkhirnya aku pun harus rela melepas kepergian Dokter Mirza, aku tak tahu akan seperti apa hubungan kami selanjutnya. Yang pasti kami hanya bisa berusaha untuk sama-sama menjaga hati, untuk sama- ama berusaha menjaga ikatan pernikahan ini, selebihnya biarlah Tuhan yang bekerja.Aku bergeming setelah bayangannya benar-benar menghilang di balik pintu. Kuhela napas panjangku. Kulihat jam dinding dan terus menghitung waktu mundur. Tak berselang lama, terdengar suara pintu dibuka, aku menoleh. Umi datang dari balik pintu."Umi ...," kataku dengan nada bergetar menahan sesak."Ana, Sayang ... kenapa, Nduk?" tanya Umi menghampiriku. Dan akhirnya tangisku pun pecah kala Umi semakin dekat, kupeluk, dan kutumpahkan segala emosiku. Usahaku untuk kuat dan ikhlas nyatanya tak semudah yang kubayangkan."Sayang ... kenapa nangis?" tanya Umi mengusap punggungku lembut, Umi adalah tempat ternyaman saat aku benar-benar membutuhkan seorang penopang, hanya dengannya lah aku berbagi selama ini."A
last updateLast Updated : 2024-11-12
Read more

84. Tamu mencengangkan

POV ANAKuisi waktu luang di tengah malamku untuk menghubungi dokter cintaku. Maksudnya suamiku namun dengan nomor yang baru kubeli beberapa hari yang lalu. Dia selalu melarangku menggunakan waktu luang tengah malam untuk bermain ponsel, lebih baik menggunakan waktu untuk tidur sejenak katanya. Jadi aku memilih untuk memakai nomor baru dengan nama Mbak Lia lagi. Siapa tahu dengan ini akhir bulan ia bisa menyempatkan diri untuk pulang dan datang di pernikahan Mbak Lia. Tapi, nyatanya salah, aku justru dibuat terperanjat saat dia membalas pesanku dan berkata tidak akan datang karena tidak mau melihat Mbak Lia duduk di pelaminan.Jantungku rasanya ingin keluar dari tempatnya. Apa ini maksudnya dia ada hati dengan Mbak Lia? Dan yang lebih parahnya, dia mengatakan sedang memikirkan Mbak Lia, apa maksudnya? Jawaban itu benar-benar membuatku meradang."Kurang ajar!" sentakku."Siapa yang kurang ajar, An?" tanya Hanin yang mendengar perkataan yang reflek keluar."Nggak, Nin, aku keluar dulu
last updateLast Updated : 2024-11-13
Read more

85.

POV MIRZASetelah Ana tetap saja tidak mau mengangkat telepon dariku, aku memutuskan untuk segera memesan tiket penerbangan ke Jakarta, perhitungan waktu pun segera kulakukan, mengingat perbedaan waktu Indonesia-Jerman cukup jauh berbeda. Apa lagi penerbangan yang membutuhkan waktu sangat lama membuatku harus memperhitungkan semuanya karena tak mungkin mengambil cuti untuk beberapa hari secara mendadak.Aku memutuskan untuk berangkat setelah jam kunjungan pasien terakhir. Kuperkirakan akan sampai di Jakarta tepat pukul 11 siang, memang akan sedikit lebih terlambat untuk menghadiri pernikahan Suster Lia. Aku sengaja untuk tidak mengabari atau menghubungi Ana, selain percuma, aku juga ingin memberikan surprise padanya.Surprise kuberikan, tapi justru aku sendiri yang terkejut dibuatnya, bagaimana tidak? Jika yang menjadi tujuan utamaku datang ke mari saat ini ada di atas pelaminan, bejalan bergandengan dengan pria lain di depan mataku. Istriku sedang bermain api dengan menjadi Bridesma
last updateLast Updated : 2024-11-14
Read more

86.

Makan malam romantis kami akhirnya berakhir dengan dia menyematkan sebuah cincin di jari manisku cincin yang bertuliskan R&M. Seperti rancana kami, hari ini aku akan menginap di hotel. Aku tak mau menyia-nyiakan waktu yang hanya sedikit, karena suamiku mengatakan akan kembali hari senin dini hari, setidaknya aku masih punya waktu seharian bersamanya dan itu sudah lebih dari cukup.Dia memberikan kemeja panjang warna putih miliknya padaku karena aku tidak membawa baju ganti, hari ini sangat mendadak, dan berjalan begitu cepat sehingga aku tidak sempat menyiapkan semuanya. Usai membersihkan diri, aku mengistirahatkan tubuhku yang sudah mulai lelah di atas ranjang menekuk kedua lututku yang terasa pegal dan meniup kakiku yang lecet akibat sepatu hak tinggi yang seharian harus aku kenakan."Pegel, lecet, seharian kesana kemari pake hak tinggi. Sepertinya aku tidak berbakat memakai hak tinggi," keluhku sambil memijat kaki. Dia yang baru keluar dari kamar mandi mengikutiku dengan duduk di
last updateLast Updated : 2024-11-15
Read more

87. Dalang di balik penusukan

POV Adi Wijaya (Membongkar kebusukan Rania) Kedatangan Rania dan Rehan dari luar negeri, membuatku semakin murka. Bagaimana tidak. Setelah aku membantu Dokter Dion mengungkap kasus penusukan Ana yang terjadi di rumah sakit Ayah, aku mendapatkan banyak bukti yang mencengangkan sekaligus memalukan. Rania, menantuku sendiri lah yang melakukan tindakan di luar batas itu. "Rania sama Rehan sudah pulang, Ma?" tanyaku pada istriku yang memberikan secangkir kopi padaku di ruang kerja. "Sudah, lagi istirahat sepertinya, Pa." Aku berdecak, bisa-bisanya bersikap setenang itu, setelah apa yang dilakukannya pada Ana. "Kenapa sih, Pa?" tanya istriku, aku memang tak pernah memberi tahu tentang kasus penusukan Ana padanya. Yang dia tahu, semua itu hanya murni kecelakaan dan kelalaian pihak rumah sakit jiwa. "Mama nggak ke panti? Nggak mau ketemu mantu mama?" usirku halus. "Ana sedang berkencan dengan suaminya. Kemarin mama suruh nganter motornya yang sudah lama masuk musium itu. Untung masih
last updateLast Updated : 2024-11-17
Read more

88. Kepergok

POV ANAPagi- pagi sekali, kami sudah menyisir jalanan, menggunakan motor yang disewa oleh Mas Dirga. Ya, akhirnya aku menemukan nama panggilan yang cocok untuknya setelah mengingat pertemuan pertama kami di bandara waktu itu.Embun pagi yang masih begitu kentara dan sedikit mengganggu penglihatan, tak menyurutkan niat kami untuk segera berangkat ke pantai. Ya, dia bilang mau mengajakku ke pantai. Jarak yang cukup jauh mengharuskan kami berangkat lebih pagi."Dingin, An?" tanyanya di depan kemudi. "Sedikit," jawabku menutupi, kalau boleh jujur, yang kurasakan bukan hanya dingin, tapi sangat dingin, bahkan menembus tulang. Sekalipun jaket yang aku kenakan cukup tebal, namun perjalanan menuju pantai masih terasa sangat dingin, lebih-lebih waktu yang masih sangat pagi, sehingga matahari pun belum bisa menghangatkan perjalanan kami."Maaf, kita dikejar waktu. Jadi harus berangkat lebih pagi. Kalau pake mobil akan lebih lama sampainya," jelasnya di depan kemudi seraya meraih tanganku dan
last updateLast Updated : 2024-11-18
Read more

89. Impas

"Yakin bisa naik ini?" tanyaku berdiri di atas Speedboat. Ternyata yang dia katakan mood booster itu adalah menyewa Speedboat untuk kami berdua. "Harusnya nyuruh orang yang ahli menaiki ini, kalau jatuh, aku nggak bisa renang," gerutuku, dia tak menjawab, dan sibuk memakaikan pelampung untukku. "Siap," katanya setelah pelampung terpasang sempurna di badanku.Dia memberikan satu pelampung lagi padaku lalu membalikkan badannya dan membentangkan tangannya, segera kupakaikan pelampung di tanganku itu padanya. "Kamu mendengarkan aku nggak? Kenapa tak menjawab?" tanyaku."Bisa ... duduklah," perintahnya, dengan berat hati dan perasaan cemas aku mengikutinya, duduk di sebelah kemudi. Berpegangan erat pada sisi sebelah kiri. Ini adalah kali pertamaku menaiki Speedboat dan tidak didampingi orang yang ahli pula."Apa kamu tegang?" tanyanya mulai menyalakan mesin."Sedikit."Dia mengulurkan tangannya. "Berikan tanganmu padaku." Kuberikan tangan kananku, dia meraihnya dan mengecup punggung tan
last updateLast Updated : 2024-11-19
Read more

90. Bringas

POV MIRZAAku terkejut saat mendengar Umi berkata ada acara syukuran di tempat Mama. Kuhubungi segera Mama, saat Ana sudah pergi ke dapur untuk membantu Umi."Halo," jawab Mama dari seberang sana."Halo Mama, Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam.""Mama, mama di mana, Ma?""Di jalan, mau ke panti nganter anak-anak," jawabnya."Aku juga di panti, Ma.""Kamu di panti? Ya udah kita ketemu di sana, ya. kebetulan Mama bawa makanan kesukaanmu." "Loh, Ma. Halo." Tak ada suara lagi, Mama menutup sambungan teleponnya secara sepihak.Aku berpikir, hadiah apa yang harus kuberikan untuk Mama. Sedangkan aku sama sekali tidak siap. Benar-benar keterlaluan, bagaimana mungkin aku bisa melupakan ulang tahun Mamaku sendiri. Mama yang selalu mengingat semua yang berhubungan denganku, makanan kesukaanku, ulang tahunku, semua tentang kebahagiaanku.Saat aku sedang berpikir, tiba-tiba Ana masuk. "Belum tidur, Mas?" tanyanya menghampiriku."Kan, nungguin kamu, Sayang.""Sini ...." Kutepuk sisi sebelah kanan
last updateLast Updated : 2024-11-20
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status