Home / Pernikahan / Bukan Rahim Pengganti / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Bukan Rahim Pengganti: Chapter 11 - Chapter 20

99 Chapters

11. Bibit unggul yang hakiki

Aku segera berlari menuju ruang ganti, karena sudah waktunya pergantian shift, harusnya aku shift malam hari ini, yang dimulai pukul 9 malam nanti. Tapi, karena aku harus menemui Dokter Dion akhirnya aku tukar shift jadi shift sore daripada harus bolak-balik, karena kalau harus menunggu malam pasti Dokter Dion keburu pulang.Tok tok tok. Kuketuk ruangan dokter Dion setelah kupastikan sudah tak ada pasien lagi yang menunggu."Cari siapa, Mbak Ana?" tanya Mbak Vira, asisten dokter Dion."Dokter Dion nya ada?" tanyaku."Baru aja keluar," jawab mbak Vira."Waduh ... kalau boleh saya tahu, keluar kemana ya, Mbak? Saya harus segera menemuinya," tanyaku cemas."Nah, itu yang kurang tau, udah gini aja Ana, nanti kalau Dokter Dion datang, aku kabari, soalnya nggak tau kapan kembalinya, pasien juga sudah nggak ada. Kalau kamu tunggu kamu kan harus kerja," terangnya."Oh, iya, Mbak, makasih. Ini nomor saya, Mbak." Kuberikan ponselku pada asisten Dokter Dion dan aku pun segera meninggalkannya set
last updateLast Updated : 2024-09-18
Read more

12. Dia istri orang

POV MirzaKuhubungi Dokter Dion, kukatakan bahwa aku sudah sampai di rumah sakit, dia mengajakku untuk makan siang terlebih dahulu di kantin rumah sakit, tak sengaja kulihat Ana, gadis yang menjemputku tapi gagal tadi berjalan melewati kantin, dia sudah mengenakan seragam perawat dan terlihat lebih rapi. Ia tampak mengelus perutnya, sepertinya dia lapar, kuamati setiap langkahnya, benar saja dia masuk ke kantin membeli sebuah roti dan minuman, lalu pergi tergesa."Mirza, kenapa bengong?" kejut Dokter Mirza menepuk pundakku."Itu Ana yang dokter suruh jemput saya, kan?" tanyaku melihat ke arah Ana pergi."Kamu sudah kenal? Bukannya tadi Ana nggak ketemu sama kamu?" "Tadi ketemu, Dok, cuma dia nggak tau aja kalau dia satu taksi sama Dokter Mirza, baginya dokter Mirza itu, tua, botak, kayak Albert Einstein," kataku tertawa, mengingat kata-kata itu."Mirza, Ana sudah punya suami!" katanya menatapku curiga, "O ya? Masih muda udah punya suami? Hebat juga, tapi apa hubungannya sama saya?"
last updateLast Updated : 2024-09-18
Read more

13. Adil hanyalah janji

POV MIRZASegera aku menuju ruang ICU, kulakukan serangkaian pemeriksaan, Dokter Dion mendampingiku."Siapa yang menangani?" tanyaku sembari melakukan pemerikasaan."Dokter Arman, dokter umum, masih baru, sepertinya kena mental, dan jatuh sakit," jawab dokter Dion, akupun tersenyum."MRI, CT scan, Pemeriksaan darah, Elektroensefolografi EEG, dan lainnya?" tanyaku tanpa jeda."Sudah dilakukan semua, Dok" jawab salah satu perawat pria yang mendampingiku."Laporannya?" pintaku pada mereka."I_ini, Dok!" Seorang perawat wanita menyodorkan map padaku."Kenapa senyum- senyum?" tanyaku mengambil laporan dari tangannya setelah tak sengaja kulihat dia tersenyum padahal tak ada hal yang lucu."Dokter ganteng, udah punya pacar belum?" Kuhembuskan napas panjang dan kembali memeriksa laporan itu."Suster Mia!" sentak Dokter Dion memelototi perawat yang terlihat masih muda dan sepertinya lajang."Maaf, Dok, takut kalah start!" jawabnya menggelitik."Kenapa selang makanan dan obat nggak dipasang?"
last updateLast Updated : 2024-09-19
Read more

14. Pertengkaran

POV ANASayang, panggilan yang bahkan tak pernah keluar dari mulut Mas Adrian untukku namun mereka setiap hari mengucapkannya di depan mataku. Kuhembuskan napas kasar, kutahan sekuat tenaga agar air mataku tak kembali jatuh. Aku bergegas menuju meja makan dan kubuka kotak kardus pemberian Mas Adrian. Di sana terlihat ayam bakar madu lengkap dengan nasi dan sambalnya. Aku tak mau membuang tenaga dengan terus menangisi hal yang mustahil untuk kugapai. Aku segera menyantap makanan itu, setidaknya Mas Adrian masih ingat bahwa ada aku juga di sini dengan membelikan makanan ini untukku.Aku beranjak ke kamar setelah makanan beralih ke perutku, kulirik di ruang tv masih ada Mas Adrian dan Mbak Najwa bercanda gurau. "Baru berapa menit janji-janji sekarang sudah mesra-mesra lagi!" keluhku kesal. Tak mau mengganggu, aku pun pergi ke kamar memainkan gawai membuka IG- ku. Sebuah notifikasi pesan masuk di ponselku, segera kubuka dan ternyata Mbak Lia mengirim pesan bahwa ia mengajakku untuk perg
last updateLast Updated : 2024-09-20
Read more

15. Cemburu

POV NAJWAPagi- pagi sekali aku kembali ke rumah, karena Mas Adrian tak juga menjawab telepon dariku untuk menjemputku di rumah Mama. Kuputuskan untuk memesan taksi online. Aku harus menyiapkan sarapan untuk Mas Adrian dan juga Ana. "Assalamu'alaikum," sapaku begitu membuka pintu."Wa'alaikumsalam," jawab Bi Minah, rumah masih terlihat begitu sepi. Kemana perginya Mas Adrian dan Ana."Ana masih tidur ya, Bi?" tanyaku pada akhirnya. "Iya, Bu, kemarin malam sempat ribut sama Bapak.""Bapak? Maksudnya?""Pak Adrian sama Neng Ana ribut."Aku tersentak, Mas Adrian memang menolak saat aku mengajakknya menginap di rumah Mama dengan alasan masih harus menyelesaikan pekerjaannya di rumah, tapi ternyata aku sudah salah memberinya ijin.Mendengar jawaban dari Bi Minah, aku pun langsung bergegas menemui Ana, aku khawatir padanya mengingat kejadian di balkon beberapa waktu yang lalu.Dengan langkah yang kupercepat aku menaiki anak tangga. Kulihat pintu masih tertutup rapat, memang biasanya Ana
last updateLast Updated : 2024-09-21
Read more

16. Perasaan Ana

POV ANAHari ini aku gagal lagi pergi kerja bersama Mas Adrian. Aku tahu mbak Najwa lebih membutuhkannya, tapi kenapa aku merasa Mbak Najwa banyak berubah dari tujuan awalnya yang ingin membuat Mas Adrian mencintaiku, sampai keinginan-keinginannya yang terkesan membuat aku dan Mas Adrian tak boleh semakin dekat. "Ah, sudahlah apa yang kamu pikirkan Ana, mbak Najwa tuh baik, kayak malaikat, masak punya niat kayak gitu?" gumamku memukul kepalaku pelan. Aku pun teringat akan kehamilan Mbak Najwa. "Pasti karena pengaruh kehamilannya, kenapa aku bisa lupa bertemu dengan Dokter Fajar?" Dokter fajar adalah dokter kanker di rumah sakit tempatku bekerja, ia jugalah dokter yang menangani Mbak Najwa.Aku pun bergegas menuju rumah sakit, mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, aku harus menemui dokter Fajar sebelum terlambat, menanyakan tentang kehamilan Mbak Najwa yang sempat tertunda karena kesibukanku kemarin.Kuparkir kendaraanku dan segera menuju ruang ganti."Mbak, Mbak ...." Terdengar
last updateLast Updated : 2024-09-21
Read more

17. Keinginan Najwa

POV NAJWASetelah kepergian Ana, aku menahan Mas Adrian untuk tinggal sebentar."Mas, aku mau ngomong sebentar, boleh?" tanyaku tanpa berani menatap mata Mas Adrian."Kenapa harus minta ijin? Tentu saja boleh," jawabnya lembut, Mas Adrian memang tak pernah kasar padaku, hanya sekali selama pernikahan kami ia membentakku, yaitu saat Ana datang pertama kali malam itu."Mas, sepertinya keputusanku menikahkanmu dengan Ana adalah kesalahan,"" kataku ragu."Apa? Apa maksud kamu?" tanya Mas Adrian tak percaya."Aku mau kamu menceraikan Ana." Kuberanikan diri untuk mengatakan hal itu meski sebenarnya rasa takut menderaku."Najwa!" bentak Mas Adrian. Ya, lagi- lagi dia membentakku karena Ana."Kamu sadar apa yang barusan kamu bilang? Kamu sendiri yang memaksaku dan Ana untuk menikah, dan sekarang? Kamu mau aku membuat Ana menjadi janda di usiannya yang masih belum genap 23 tahun? Seharusnya kamu berpikir dulu sebelum memaksa kami untuk menikah?" jelasnya namun dengan penuh amarah."Awalnya a
last updateLast Updated : 2024-09-22
Read more

18. Pingsan

Mirza dan Dokter Dion keluar ruang ICU setelah melihat perkembangan pasien, di luar pintu terlihat anak dari pasien itu sudah berdiri di depan pintu, menunggu Mirza keluar dari sana."Dokter, Saya akan mencabut tuntutan. Tapi, tolong selamatkan ibu saya, dia satu-satunya milik kami, tolong, Dok!" mohon pria itu dan tiba-tiba berlutut di hadapan Mirza."Berdirilah. Jangan khawatir, kami pasti akan melakukan yang terbaik dan saya yakin ibu Anda akan segera sadar. Berdoa saja," jawab Mirza membantu pria itu berdiri. Melihat apa yang dilakukan pria itu membuat Mirza teringat pada Mamanya yang sangat ia rindukan, semenjak ia meninggalkan Jakarta 7 tahun lalu, sejak itu pula mereka tak pernah lagi bertemu. Dokter Dion pun tersenyum, karena akhirnya masalah satu per satu mendapatkan titik terang. Mereka pun meninggalkan ruang ICU setelah kesepakatan dilakukan."Mirza," panggil Dokter Dion yang berjalan bersama Mirza,"Ya," jawab Mirza menghentikan langkahnya."Sepertinya pasien sudah me
last updateLast Updated : 2024-09-22
Read more

19. Menemui Mirza

POV ANAHari ini Mas Adrian tidak pergi ke kantor, ia menemani mbak Najwa di rumah karena tak mungkin menyuruhku untuk tinggal, dia tau, pekerjaanku baru, dan pastinya tidak baik kalau harus ijin. Aku pun mulai kepikiran tentang kondisi Mbak Najwa yang hari ini kembali pingsan. Aku putuskan untuk segera berangkat ke rumah sakit dan menemui dokter Mirza sebelum shift sore dimulai.Kukendarai motorku dengan kecepatan tinggi, berharap dokter Mirza masih ada di rumah sakit. Setibanya aku di rumah sakit, aku tak langsung mengganti pakaianku dengan seragam dinas, karena waktu masih pukul satu siang, masih ada waktu satu jam untuk pergantian shift. Aku segera mengambil kemeja dokter Mirza yang kusimpan di dalam lokerku kemarin, setidaknya aku punya alasan untuk menemuinya sebelum mengutarakan keinginanku untuk berkonsultasi mengenai kehamilan Mbak Najwa.Tok tok tok.Kuketuk pintu ruangannya, mumpung jam istirahat, dan pasien sudah sepi."Masuk," perintahnya dari dalam.Kutarik handle pintu
last updateLast Updated : 2024-09-23
Read more

20. Makan malam

Begitu aku kembali dan memberikan helm hitam milik Aryo. "Terus, ini motornya siapa yang bawa?" tanyaku.Aku berpikir mungkin Dokter Mirza tidak bisa membawa motor, aku memang awam dengan kehidupan luar negeri, tapi, di negara maju orang dengan sepeda motor lebih jarang ditemui, sehingga bisa saja dia mengurungkan niatnya untuk makan sate."Ya kamu lah. Masak saya?" jawabnya enteng sekali. "Dokter nggak bisa bawa? Masak dokter setinggi ini terus saya segini, suruh saya yang bawa?" tanyaku.setengah menyindirnya."La kalau saya yang bawa dikira saya tukang ojek, nggak mau saya," jawabnya menyebalkan."La emang kalau saya yang bawa orang bakal ngira apa?""Ngira kalau mobil saya mogok terus nebeng sama kamu." Kuhembuskan napas kasar, berdebat dengan orang di atas rata-rata hanya akan membuang waktu bagi orang yang kemampuannya sedang sepertiku. "Ya udah deh, buruan naik. Jaga jarak, tas ini buat pembatas ya, jangan dipindah," seruku, meletakkan tas dibelakangku."Hemm, buruan jalan, n
last updateLast Updated : 2024-09-24
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status