All Chapters of Rahasia Besar Suami Pemulung : Chapter 141 - Chapter 150

163 Chapters

Bab 141

karena hari sudah sore, keduanya langsung berpamitan pulang. mereka tidak lagi melanjutkan pembicaraan, setelah mendengar Nazar berdehem keras. "kami datang ke sini tidak membawa apa-apa, kami datang ke sini cuma membawa doa," ucap Nita asal."jangan banyak pikiran, aku yang mengucapkan terima kasih karena sudah mendoakan suamiku," tukas Zahra.mereka berdua langsung bangkit dari tempat duduk, lalu mendekati ke arah Nazar untuk berpamitan. "Terima kasih tuan Nazar, kami sudah diperkenankan masuk ke sini," ucap Sinta dengan hati-hati. "sama-sama, saya juga berterima kasih dengan kunjungan kalian," balas Nazar sambil tersenyum ramah. "Mas aku antar dulu mereka ke depan ya," Zahra meminta izin sama suaminya. Nazar langsung menganggukkan kepala.Zahra mengantar mereka sampai di depan pintu lift."Maaf aku tidak bisa mengantar kalian sampai ke bawah, di sini saja ya," ucap Zahra ketika di depan pintu lift."tidak apa-apa Ra, kamu sehat-sehat ya. semoga suamimu cepat sembuh," ucapan Si
Read more

Bab 142

"kagetnya kamu mendengarnya?" tanya Hanum sambil tersenyum samar ke arah Rina. Hanum kembali menatap kolam ikan yang, hari sudah menjelang petang, Tak lama kemudian adzan maghrib berkumandang, Ahmad dan Hanum bergegas menuju Mushola yang ada di pinggir kolam. dengan Hanum khusyuk berdoa untuk kedua anaknya, hati Hanum saat ini sedang bercampur aduk, pikirannya jadi terbagi dua antara Zia dan Zahra.Rina sedang sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam, kedua anaknya sedang sibuk belajar di kamar, kedua anak Rina memang tidak pernah ikut ngobrol dengan orang dewasa. bagi mereka berdua saat ini hanya belajar dan belajar. "kedua anakku nasibnya berbeda, yang satu bernasib baik, yang satu belum mendapatkan," ucap Hanum setelah selesai makan malam. Rina dan suaminya menatap iba ke arah Hanum. mereka berdua merasakan, apa yang dirasakan Hanum saat ini. "masing-masing anak membawa rezeki Mbak, mungkin anak yang satu rezekinya ini, anak yang lain rezekinya segini. kita sebagai orang tu
Read more

Bab 143

Mirna langsung menoleh ke arah suara yang memanggilnya. ternyata seorang pria paruh baya sudah berdiri di hadapan Mirna. entah kapan masuknya pria itu, tahu-tahu sudah berdiri di belakang Mirna. saat itu Mirna sedang berdiri di balkon atas."Mas Seno!" pekik Mirna dengan wajah berbinar. karena lelaki pujaan hatinya, tiba-tiba muncul di hadapan Mirna. ternyata laki-laki yang memanggil nama Mirna tadi tak lain, Pakde Seno kakaknya Ayah Zahra. Pakde Seno langsung mendekat ke arah Mirna, mereka berdua lalu berpelukan. "kamu berani sekali datang ke sini Mas," ucap Mirna sambil melepaskan pelukannya. "aku tahu suami kamu sudah pergi, makanya aku berani datang ke sini," tukas Pakde Seno sambil menoel hidung Mirna, Pakde Seno langsung mengedipkan matanya genit. "tahu saja Aku sedang merindukan kamu," ucap Mirna sambil menarik tangan Pakde Seno, lalu mereka berdua duduk di atas tempat tidur. "sama sayang, Aku sangat merindukan dirimu," balas Pakde Seno sambil memeluk Mirna.ternyata us
Read more

Bab 144

Ahmad dan Hanum langsung bergegas keluar dari kamar, mendengar suara teriakan Bude Wati. "ada apa dengan Bude Wati ya?" tanya Hanum.mereka berdua terus berjalan menuju pintu depan. Ahmad langsung buru-buru membuka pintu, begitu pintu dibuka. Bude Wati langsung menerobos masuk, hampir saja Hanum tertabrak oleh tubuh gempal Bude Wati.Ahmad menautkan kedua alisnya melihat tingkah kakak iparnya yang tidak biasa. Bude Wati langsung menatap ke sekeliling rumah adik iparnya. "kamu tidak sedang menyembunyikan Mas Seno kan?" tanya Bude Wati sambil menoleh ke arah Ahmad. "Mas Seno tidak ada di sini, Memangnya tadi mau bilang ke mana?" jawab Ahmad. "dia bilang mau ke sini, Kamu jangan bohong Ahmad! setelah mendapatkan telepon, langsung bergegas pergi, dan saat ku tanyakan dia bilang mau ke sini," cerocos Bude Wati.Ahmad dan Hanum kembali saling berpandangan, karena memang Pakde Seno tidak datang ke rumahnya. "buat apa kami bohong Mbak, Mas Seno tidak ke sini sudah lama. coba telepon dulu
Read more

Bab 145

Zahra terkejut saat melihat postingan di sebuah sosial media. terlihat Mirna dan Pakde Seno sedang duduk mesra di sebuah restoran. rupanya Mirna mengambil foto mereka berdua. mata Zahra kembali melebar, Mirna kembali memposting foto dirinya. dimana Mirna sedang disuapi sama Pakde Seno. "apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Zahra dalam hati, matanya terus memperhatikan foto-foto Mirna dan Pakde Seno. bahkan dengan tidak tahu malu, Pakde Seno mencium pipi Mirna. "astagfirullah!" pekik Zahra. Nazar yang saat itu sedang terkantuk-kantuk, langsung membuka matanya, terus menatap ke arah Zahra. "ada apa sih Yang?" tanya Nazar heran. "mas, coba lihat ini. apa penglihatan aku yang salah ya?" tanya Zahra sambil menyodorkan ponselnya. Nazar langsung duduk setengah berbaring.Nazar menerima ponsel istrinya, lalu memperbaiki posisi duduknya. mata Nazar hampir meloncat keluar setelah melihat foto di ponsel Zahra. "hah! apa ini!" teriak Nazar tidak sadar.jari-jari tangan Nazar langsung mens
Read more

Bab 146

perselingkuhan antara Pakde Seno dan Mirna menjadi trending topik saat ini. semua keluarga besar benar-benar tidak menyangka.sedangkan Bude Wati masih meratapi nasibnya. kedua anaknya juga belum pulang, Bude Wati duduk di kamar sendirian, matanya menatap kosong ke arah luar. sepintas kasihan juga melihat kondisi Bude Wati. tapi harus bagaimana lagi, Pakde Seno sudah tidak nyaman hidup bersama dengan Bude Wati.penampilan budek Wati kalah dengan penampilan Mirna. Mirna masih terlihat modis di usianya yang tidak mudah lagi. malah rambutnya memakai cat merah bagaikan burung merak. apalagi dalam cara berpakaian, Mirna mengikuti mode, sedangkan Bude Wati memakai baju daster sehari-harinya. karena memang postur tubuhnya yang besar itu. "ayah, sebaiknya kita menengok Bude Wati. kita lihat keadaannya bagaimana, baik buruknya Bude Wati tetap saudara kita. Ibu tidak bisa berpihak kemanapun, Ibu tidak bisa menyalahkan siapapun. cobalah Ayah bicara baik-baik dengan Mas Seno. kita juga tidak s
Read more

Bab 147.

mereka menoleh ke arah sumber suara, tidak menyangka kalau adik Zahra sudah berdiri di depan pintu masuk. Zia dengan gaya centilnya berjalan mendekati kakak dan kedua orang tuanya, bajunya terlihat agak seksi.mata Zahra sedikit melebar saat melihat penampilan Zia, yang memakai make up menor, juga baju yang atasannya tanpa lengan. roknya dibelah sampai setengah paha."kenapa penampilan Zia seperti itu ya?" tanya Zahra dalam hati heran. "selamat pagi semuanya, bagaimana kabar kalian hari ini?" tanya Zia yang sikapnya tiba-tiba berubah. ke-4 orang yang ada di dalam ruangan itu saling melempar pandangan, sedangkan Hanum langsung membuang muka ke samping. hatinya masih kesal dengan tingkah Zia yang mengambil uang dari lemari pakaiannya. "Maaf aku datang ke sini ingin menengok kakak iparku yang tampan ini," ucap Zia asal."hah!" tapi Zahra hanya bisa terpekik di dalam hati. bisa-bisanya seorang adik memuji ketampanan suaminya. "ah, jangan-jangan ini ada sesuatu dengan si Zia. aku tida
Read more

Bab 148

"lho, Memangnya ayah dan ibu mau ke mana?" tanya Zia."ada urusan yang lebih penting!" jawab Ahmad tegas. "nanti saja Nazar kirimkan lewat pesannya," ucap Nazar.akhirnya kedua orangtuanya Zahra berpamitan, mereka berdua rencananya akan mencari keberadaan Pakde Seno. setidaknya masalah yang sedang dihadapi keluarga Pakde Seno cepat terselesaikan dengan baik. walaupun harus menerima kenyataan sepahit apapun. "Zia sebaiknya kamu pulang," ucap Zahra tiba-tiba. "lho, Kok kakak tega banget sih mengusir aku?" Zahra tidak terima dengan ucapan kakaknya. "sekarang ada kunjungan dari dokter, kakak juga suka menunggu di luar. sebaiknya kamu pulang, apa kamu tidak menyiapkan makanan buat suami kamu?" tanya Zahra. "memangnya kunjungan dokter suka lama ya?" tanya dia tanpa menghiraukan ucapan kakaknya. "iya, yang namanya pemeriksaan dan lama," jawab Zahra ketus. sengaja Zahra merubah sikap terhadap adiknya, karena makin lama makin ngelunjak Zia."oke, Aku pulang dulu ya Mas fajar. boleh do
Read more

Bab 149

"pak Dilan, Maaf sebelumnya saya menegur anda. saya mendapatkan laporan kalau Pak Dilan kemarin memakai uang perusahaan," kata direktur perusahaan."iya, Memangnya kenapa? ini perusahaan milik kakak iparku. jadi tidak masalah Aku menggunakan uang perusahaan kan," Dilan sepertinya tidak terima ditegur. "Maaf bukannya begitu Pak, masalah perusahaan jangan disangkut pautkan dengan masalah pribadi. saya sebagai pimpinan di sini, tentunya harus memberikan laporan yang akurat terhadap pimpinan tertinggi perusahaan. Saya hanya direktur, yang menjalankan perintah dari atasan saya," tukas direktur itu lagi."iya, saya tahu. Bapak di sini direktur, Tapi bapak bukan tidak ada hubungan kekeluargaan dengan pimpinan tertinggi perusahaan. siap-siap saja Bapak dicopot dari jabatan bapak. karena sebentar lagi saya akan menggeser kedudukan bapak," ucap Dilan percaya diri sekali. sang direktur masih tersenyum ramah, direktur sudah tahu karakter Dilan itu bagaimana, bahkan Dilan sempat meminjam uang ke
Read more

Bab 150

Hanum benar-benar gerah melihat keduanya. mereka berdua tidak tahu malu, sampai berciuman di depan Hanum dan Ahmad. "dasar tidak punya akhlak dan Adab!" geram Hanum. usia mereka sudah tua, tingkah laku bagaikan ABG. mungkin inilah yang disukai pak dek Seno dari Mirna. yang selalu tampil modis dan selalu mengikuti mode. "baiklah kalau begitu kami pulang dulu, kami sudah tenang bisa menemukan Pakde Seno di sini," ucap Ahmad langsung berpamitan. "ayo bu kita pulang," ajak Ahmad. Hanum langsung mengekor di belakang suaminya, emang sejak tadi Hanum ingin buru-buru cepat pulang. karena sudah tidak nyaman melihat tingkah Mirna dan Pakde Seno. "dasar tua-tua keladi, sungguh tidak tahu malu mereka berdua itu," Hanum ngomel-ngomel di dalam mobil. Ahmad tersenyum geli melihat tingkah istrinya. mulut Hanum tidak berhenti ngomel. "kenapa sih ayah senyam senyum?" tanya Hanum kesal. "lucu saja melihat tingkah ibu, dari tadi ngomel-ngomel terus," jawab Ahmad. "habisnya kakak kamu it
Read more
PREV
1
...
121314151617
DMCA.com Protection Status