Zahra terkejut saat melihat postingan di sebuah sosial media. terlihat Mirna dan Pakde Seno sedang duduk mesra di sebuah restoran. rupanya Mirna mengambil foto mereka berdua. mata Zahra kembali melebar, Mirna kembali memposting foto dirinya. dimana Mirna sedang disuapi sama Pakde Seno. "apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Zahra dalam hati, matanya terus memperhatikan foto-foto Mirna dan Pakde Seno. bahkan dengan tidak tahu malu, Pakde Seno mencium pipi Mirna. "astagfirullah!" pekik Zahra. Nazar yang saat itu sedang terkantuk-kantuk, langsung membuka matanya, terus menatap ke arah Zahra. "ada apa sih Yang?" tanya Nazar heran. "mas, coba lihat ini. apa penglihatan aku yang salah ya?" tanya Zahra sambil menyodorkan ponselnya. Nazar langsung duduk setengah berbaring.Nazar menerima ponsel istrinya, lalu memperbaiki posisi duduknya. mata Nazar hampir meloncat keluar setelah melihat foto di ponsel Zahra. "hah! apa ini!" teriak Nazar tidak sadar.jari-jari tangan Nazar langsung mens
perselingkuhan antara Pakde Seno dan Mirna menjadi trending topik saat ini. semua keluarga besar benar-benar tidak menyangka.sedangkan Bude Wati masih meratapi nasibnya. kedua anaknya juga belum pulang, Bude Wati duduk di kamar sendirian, matanya menatap kosong ke arah luar. sepintas kasihan juga melihat kondisi Bude Wati. tapi harus bagaimana lagi, Pakde Seno sudah tidak nyaman hidup bersama dengan Bude Wati.penampilan budek Wati kalah dengan penampilan Mirna. Mirna masih terlihat modis di usianya yang tidak mudah lagi. malah rambutnya memakai cat merah bagaikan burung merak. apalagi dalam cara berpakaian, Mirna mengikuti mode, sedangkan Bude Wati memakai baju daster sehari-harinya. karena memang postur tubuhnya yang besar itu. "ayah, sebaiknya kita menengok Bude Wati. kita lihat keadaannya bagaimana, baik buruknya Bude Wati tetap saudara kita. Ibu tidak bisa berpihak kemanapun, Ibu tidak bisa menyalahkan siapapun. cobalah Ayah bicara baik-baik dengan Mas Seno. kita juga tidak s
mereka menoleh ke arah sumber suara, tidak menyangka kalau adik Zahra sudah berdiri di depan pintu masuk. Zia dengan gaya centilnya berjalan mendekati kakak dan kedua orang tuanya, bajunya terlihat agak seksi.mata Zahra sedikit melebar saat melihat penampilan Zia, yang memakai make up menor, juga baju yang atasannya tanpa lengan. roknya dibelah sampai setengah paha."kenapa penampilan Zia seperti itu ya?" tanya Zahra dalam hati heran. "selamat pagi semuanya, bagaimana kabar kalian hari ini?" tanya Zia yang sikapnya tiba-tiba berubah. ke-4 orang yang ada di dalam ruangan itu saling melempar pandangan, sedangkan Hanum langsung membuang muka ke samping. hatinya masih kesal dengan tingkah Zia yang mengambil uang dari lemari pakaiannya. "Maaf aku datang ke sini ingin menengok kakak iparku yang tampan ini," ucap Zia asal."hah!" tapi Zahra hanya bisa terpekik di dalam hati. bisa-bisanya seorang adik memuji ketampanan suaminya. "ah, jangan-jangan ini ada sesuatu dengan si Zia. aku tida
"lho, Memangnya ayah dan ibu mau ke mana?" tanya Zia."ada urusan yang lebih penting!" jawab Ahmad tegas. "nanti saja Nazar kirimkan lewat pesannya," ucap Nazar.akhirnya kedua orangtuanya Zahra berpamitan, mereka berdua rencananya akan mencari keberadaan Pakde Seno. setidaknya masalah yang sedang dihadapi keluarga Pakde Seno cepat terselesaikan dengan baik. walaupun harus menerima kenyataan sepahit apapun. "Zia sebaiknya kamu pulang," ucap Zahra tiba-tiba. "lho, Kok kakak tega banget sih mengusir aku?" Zahra tidak terima dengan ucapan kakaknya. "sekarang ada kunjungan dari dokter, kakak juga suka menunggu di luar. sebaiknya kamu pulang, apa kamu tidak menyiapkan makanan buat suami kamu?" tanya Zahra. "memangnya kunjungan dokter suka lama ya?" tanya dia tanpa menghiraukan ucapan kakaknya. "iya, yang namanya pemeriksaan dan lama," jawab Zahra ketus. sengaja Zahra merubah sikap terhadap adiknya, karena makin lama makin ngelunjak Zia."oke, Aku pulang dulu ya Mas fajar. boleh do
"pak Dilan, Maaf sebelumnya saya menegur anda. saya mendapatkan laporan kalau Pak Dilan kemarin memakai uang perusahaan," kata direktur perusahaan."iya, Memangnya kenapa? ini perusahaan milik kakak iparku. jadi tidak masalah Aku menggunakan uang perusahaan kan," Dilan sepertinya tidak terima ditegur. "Maaf bukannya begitu Pak, masalah perusahaan jangan disangkut pautkan dengan masalah pribadi. saya sebagai pimpinan di sini, tentunya harus memberikan laporan yang akurat terhadap pimpinan tertinggi perusahaan. Saya hanya direktur, yang menjalankan perintah dari atasan saya," tukas direktur itu lagi."iya, saya tahu. Bapak di sini direktur, Tapi bapak bukan tidak ada hubungan kekeluargaan dengan pimpinan tertinggi perusahaan. siap-siap saja Bapak dicopot dari jabatan bapak. karena sebentar lagi saya akan menggeser kedudukan bapak," ucap Dilan percaya diri sekali. sang direktur masih tersenyum ramah, direktur sudah tahu karakter Dilan itu bagaimana, bahkan Dilan sempat meminjam uang ke
Hanum benar-benar gerah melihat keduanya. mereka berdua tidak tahu malu, sampai berciuman di depan Hanum dan Ahmad. "dasar tidak punya akhlak dan Adab!" geram Hanum. usia mereka sudah tua, tingkah laku bagaikan ABG. mungkin inilah yang disukai pak dek Seno dari Mirna. yang selalu tampil modis dan selalu mengikuti mode. "baiklah kalau begitu kami pulang dulu, kami sudah tenang bisa menemukan Pakde Seno di sini," ucap Ahmad langsung berpamitan. "ayo bu kita pulang," ajak Ahmad. Hanum langsung mengekor di belakang suaminya, emang sejak tadi Hanum ingin buru-buru cepat pulang. karena sudah tidak nyaman melihat tingkah Mirna dan Pakde Seno. "dasar tua-tua keladi, sungguh tidak tahu malu mereka berdua itu," Hanum ngomel-ngomel di dalam mobil. Ahmad tersenyum geli melihat tingkah istrinya. mulut Hanum tidak berhenti ngomel. "kenapa sih ayah senyam senyum?" tanya Hanum kesal. "lucu saja melihat tingkah ibu, dari tadi ngomel-ngomel terus," jawab Ahmad. "habisnya kakak kamu it
"Ayah minta uang," ayah Dilan mengangkat tangannya ke hadapan Dilan."aduh, Memangnya uang yang kemarin Dilan kasih sudah habis ya?" tanya Dilan."iya, uang segitu mah habis buat beli dua bungkus r****k," jawab ayah Dilan. hati Dilan keberatan, tapi harus bagaimana, Dilan akhirnya mengeluarkan uang dari saku celananya. kedua orang tua Dilan sekarang sudah menempati rumah yang diberikan Dilan, uang hasil dari korupsi perusahaan Nazar. Dilan tidak menyadari bila suatu hari nanti dirinya akan kena masalah besar. "ibu tahu nggak? kalau perusahaan tempat Dilan sekarang bekerja milik suami Kak Zahra," ucap Dilan yang duduk di hadapan ibunya. "hah! kamu jangan bercanda Dilan," Ibu Dilan tidak percaya. "buat apa Dilan bohong. Dilan juga baru tahu kemarin, kan sekarang Mas Nazar sedang dirawat di rumah sakit. Dilan sama pimpinan perusahaan datang ke rumah sakit untuk menengok Mas Nazar," ucap Dilan."loh Memangnya kenapa si Nazar itu?" "nggak tahu sih cerita yang sebenarnya, pokoknya Mas
ternyata kedatangan Nazar disambut sama penghuni rumah. para asisten rumah langsung menyalami Nazar. mereka sangat bersyukur karena majikannya sudah sembuh seperti sedia kala. "kami sudah menyiapkan sesuatu buat Mas Nazar. ayo segera kita masuk ke dalam," ajak Naima.kursi roda langsung didorong masuk ke dalam rumah, Zahra berjalan di samping Nazar. saat masuk ke dalam rumah, mata Nazar langsung melebar ternyata Naima menghias ruangan dengan tulisan" selamat datang kembali kakakku". belum lagi makanan yang sudah tersedia di meja yang cukup besar.Zahra benar-benar terharu, ternyata Naima memberikan perhatian yang begitu besar. Zahra langsung memeluk adik iparnya. "Terima kasih Naima, ternyata kamu memberikan perhatian lebih sama mas Nazar. Apakah kamu yang menyiapkan semua ini?" tanya Zahra sambil melepaskan pelukannya. "iya Mbak, sebagai bentuk rasa syukur saya, kesembuhan Mas Nazar. jujur saja saya sempat sedih, saat Mas Nazar dibawa ke rumah sakit dengan kondisi yang sangat para