Home / Romansa / Hati yang Kau Sakiti / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Hati yang Kau Sakiti: Chapter 71 - Chapter 80

125 Chapters

Bab 71 : Aku yang Kalah

Bi Sri menarik tangan Lita, membawa anaknya itu ke area rumah sakit yang lebih sepi. Suara langkah kaki mereka bergema di lorong sempit yang tidak banyak dilalui orang. Setelah memastikan tidak ada orang lain yang mendengar, Bi Sri melepaskan cengkeramannya dan menatap tajam ke arah Lita. "Nak, kamu harus berhenti melakukan hal-hal seperti ini. Ibu mohon, jangan terus-terusan menghancurkan kehidupan orang lain. Ini sudah cukup, Nak. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari." Bi Sri berusaha menasehati Lita agar anaknya tidak melakukan hal-hal diluar kendalinya lagi. Namun, Lita hanya menatap ibunya dingin, ia bersedekap dada seolah menolak setiap kata yang keluar dari mulut ibunya. "Jangan urusi aku, Bu. Sekarang Cintya pasti sudah tenang di alam sana, karena aku sudah membalas dendamnya. Semua ini kulakukan untuk dia." Mendengar kata-kata Lita, hati Bi Sri semakin hancur. Lita telah berubah menjadi seseorang yang keras dan tak kenal belas kasihan. Namun, ia tetap mencoba me
last updateLast Updated : 2024-09-18
Read more

Bab 72 : Kepulangan Arga

Arga menatap jendela ruang kerjanya dengan tatapan kosong. Ia melihat pemandangan kota yang mulai gelap. Sudah hampir empat bulan ia berada di Surabaya, memimpin cabang baru perusahaan yang ditugaskan kepadanya. Meski begitu, rasa rindu kepada keluarga mulai menggelayuti hatinya. Arga pun memutuskan bahwa waktunya untuk pulang sudah tiba. Ketika Arga mendengar kabar bahwa ibunya masuk rumah sakit, Arga pun begitu cemas. Rasa khawatir yang mendalam membuatnya ingin segera pulang ke Jakarta dan melihat kondisi ibunya secara langsung. Ia bahkan berencana untuk memajukan jadwal kepulangannya, tak peduli berapa banyak pekerjaan yang harus ditinggalkan. Namun, adiknya meyakinkan bahwa tidak perlu tergesa-gesa. Arka menyuruh agar Arga menyelesaikan dulu pekerjaannya. Meski begitu, kekhawatiran Arga tak kunjung hilang. Ia merasa waktu untuk pulang sudah tidak bisa ditunda lagi. Arga menarik napas dalam-dalam, berusaha meredam kegelisahan di dadanya. Ia mengambil ponsel yang tergeletak di
last updateLast Updated : 2024-09-18
Read more

Bab 73 : Menghentikan Kiran

"Ya, Arga, aku serius. Dia akan berangkat sekarang. Kalau kamu mau ketemu dia, kamu harus buru-buru. Dia mungkin sudah di bandara sekarang." "Baik, apa kamu punya nomor Kiran yang baru?""Ya, aku punya.""Tolong kirim nomor Kiran segera!""Baiklah.""Terima kasih," jawab Arga cepat sebelum segera mengakhiri panggilan dan bergegas menuju bandara.Satu pesan dari Vanya sudah muncul, ia pun segera menyimpan nomor Kiran yang baru. Arga berusaha menghubungi Kiran, tapi yang ada hanya suara operator yang sibuk.Arga semakin kesal, ia pun langsung berlari secepat mungkin menuju lift. Langkah-langkah kakinya bergema di lorong rumah sakit yang sepi. Keringat mulai mengalir di pelipisnya, tapi ia tidak peduli. Tangannya gemetar saat menekan tombol lift berulang kali, berharap pintu logam itu segera terbuka. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan kepanikan yang mulai merayap di dada."Masih ada waktu, dia pasti belum berangkat. Aku harus menemukannya." Namun, di balik tekadnya yang kuat,
last updateLast Updated : 2024-09-19
Read more

Bab 74 : Kepulangan Kiran

Kiran mencoba mengedarkan pandangannya ke segala arah, berusaha mencari sosok yang tadi memanggil namanya. Namun sayang, pandangannya terbatas oleh keramaian orang yang berlalu lalang di bandara. Ia merasa bingung. "Mungkin aku hanya salah dengar …," gumam Kiran pelan. "Maaf, Mbak. Silakan lanjutkan, antrian sudah panjang di belakang," ucap petugas bandara yang berjaga di depannya. Kiran mengangguk, ia tersadar dari lamunannya. "Baik, Mbak." Dengan langkah berat dan hati yang belum sepenuhnya yakin, ia menyeret kopernya, menuju gerbang keberangkatan. Tempat di mana pesawatnya sudah siap menunggu untuk mengantarnya pergi. Sementara itu, dari kejauhan, Arga masih berusaha memanggil Kiran lagi. "Kiran!" teriaknya sekuat tenaga. Namun kali ini, Kiran sudah benar-benar melangkah masuk. Napas Arga terengah-engah, dadanya bergemuruh hebat karena kelelahan. Semua usahanya seakan tak membuahkan hasil. Kakinya mulai terasa berat, paru-parunya seperti terbakar oleh dinginnya udara mala
last updateLast Updated : 2024-09-20
Read more

Bab 75 : Pertemuan Kiran dan Arga

Kiran menunggu dengan sabar, berharap orang yang ia hubungi segera mengangkat teleponnya. Waktu seolah berjalan lambat, dan meski ia menunggu beberapa menit, tak ada jawaban dari ujung sana. Kiran mendesah pelan, ia berencana untuk menutup panggilan, ketika akhirnya suara dari seberang sudah mulai terdengar. "Halo?" suara Arga terdengar lelah. Tapi Kiran tidak mendengarnya karena saat itu, suara ibunya memanggil dari lantai bawah. "Kiran!" seru Kinanti. "Iya, Ma!" jawab Kiran sambil buru-buru memutus panggilan, tanpa sadar bahwa orang yang ia hubungi baru saja menjawab. Ponselnya ia letakkan di atas meja, sebelum ia berlari keluar dari kamar menuju ibunya. Arga di seberang sana mengernyitkan dahi. "Kiran?" tanyanya lagi, tapi panggilannya sudah terputus. Ia menatap ponselnya dengan bingung. Sementara itu, Kiran berlari menuruni tangga, gegas menemui ibunya yang sudah menunggunya di ruang tengah, tak sadar bahwa ia baru saja memutuskan panggilan dari seseorang yang sedang mencarin
last updateLast Updated : 2024-09-20
Read more

Ba 76 : Bertemu Kembali

Kiran terdiam, tubuhnya mematung saat melihat Arga—lelaki yang sudah lama tak ia jumpai—berjalan mendekat. Ia tak pernah menyangka bisa bertemu dengannya di sini. Jantung Kiran sudah berdebar, otaknya berputar memikirkan alasan kenapa Arga tiba-tiba ada di sini? Waktu seakan berhenti sesaat. Arga terlihat semakin dewasa dan tampan. Lelaki itu mengenakan kaos dengan jaket casual musim dingin berwarna hitam yang rapi. Tatapannya begitu dalam seakan begitu banyak beban yang tak pernah ia ungkapkan. Sudah lama mereka tak bertemu. Kiran selalu membayangkan pertemuan ini, tapi ia tak pernah berpikir akan sesulit ini. Ketika Arga tiba di hadapannya, tanpa sepatah kata pun, lelaki itu langsung menarik Kiran ke dalam pelukannya. Tangan kekar Arga melingkar erat di bahu Kiran. Seolah mencoba menyalurkan semua kerinduan dan penyesalan yang telah lama dipendam. Kiran hanya membeku, meresapi kehangatan dari tubuh Arga. Entah mengapa, perasaan Kiran begitu damai saat Arga mengelus rambutnya
last updateLast Updated : 2024-09-21
Read more

Ba 77 : Wanita Lain

Arga yang sejak tadi hanya diam di pintu, ia melangkah maju seraya tersenyum. "Halo, Tante," sapanya. Kinanti berdiri dengan cepat, ia tampak terkejut melihat Arga yang tiba-tiba ada di hadapannya. "Arga ...?" Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki dari dalam. James, ayah Kiran, keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang tamu. "Ada tamu siapa, Ma?" tanyanya. Ketika James melihat ke arah pintu dan mendapati Arga berdiri di sana, ekspresinya langsung berubah. Raut wajahnya yang tenang berubah tegang. "Kamu?" Arga berdiri kaku, tidak tahu bagaimana harus merespon. Dia tahu, hubungannya dengan keluarga ini begitu banyak luka yang belum sembuh sepenuhnya. Tapi dia tetap tersenyum dengan tenang. "Om James, aku hanya mampir sebentar. Lama tidak bertemu." James menatap Arga dengan dingin untuk sesaat, sebelum akhirnya mengangguk kecil. "Silakan masuk. Duduklah!" katanya, meski suaranya terdengar tegang. Arga kemudian duduk di sofa, berhadapan langsung dengan James,
last updateLast Updated : 2024-09-21
Read more

Bab 78 : Makan Malam

Kiran mencoba memaksakan senyum kecil. Namun itu hanya menambah rasa perih di dalam hatinya. 'Ah, pasti itu Vanya,' bisiknya dalam hati, merasa bodoh karena membiarkan dirinya berharap lebih. Arga memang baik padanya, tapi jelas, pria itu tak mungkin menyimpan perasaan lebih dari sekadar hubungan saudara ipar. James memperhatikan Kiran yang mulai tampak tidak nyaman. Dia mengalihkan pandangannya kembali ke Arga. "Yah, kami hanya berharap kamu bisa segera menemukan kebahagiaan, Ga. Siapa pun wanita itu, kami yakin dia adalah orang yang baik." "Terima kasih, Om," jawab Arga sambil tersenyum, meski di dalam hatinya, kata-kata James justru menambah beban perasaannya. Kinanti menepuk bahu suaminya. "Betul, Ga. Jangan terlalu lama menunggu. Kehidupan itu singkat, jangan sampai kamu kehilangan kesempatan dengan orang yang kamu cintai." Arga mengangguk pelan, tapi di dalam hatinya, ia tahu situasinya jauh lebih rumit daripada yang bisa ia jelaskan. Tatapannya sekilas melirik ke arah
last updateLast Updated : 2024-09-21
Read more

Bab 79 : Di Luar Ekspektasi

Kiran berjalan menyebrang jalan setelah melihat Arga dan wanita itu telah menyadari keberadaannya. Ia tersenyum kecil, menutupi kecanggungan yang tiba-tiba merayapi dirinya. Begitu ia mendekat, Arga pun tersenyum tipis, meski terlihat sedikit kaget. "Aku gak nyangka kita bakal ketemu di sini," sapa Kiran ketika sudah berada di dekat mereka. Arga menatapnya sejenak, kemudian menjawab, "Kamu ngapain di depan cafe?" "Aku ada janji dengan teman, tapi dia belum datang," jawab Kiran sambil memandang wanita yang berdiri di samping Arga. Wanita itu mengenakan blus putih dengan detail renda di bagian lengan dan rok pensil hitam, tampak formal, tapi terlihat tetap elegan. Sementara Kiran sendiri mengenakan gaun selutut berwarna biru muda, dengan cardigan putih tipis yang menutupi bahunya. Tatapannya sempat bertemu dengan wanita itu, seolah-olah ada pertanyaan tak terucap yang mengalir di antara mereka. "Oh iya, kenalkan. Ini Nina, sekretarisku," kata Arga sambil memperkenalkan wanita
last updateLast Updated : 2024-09-21
Read more

Bab 80 : Sosok Lain

Arga merasa cemas ketika adiknya, Arka, tiba-tiba meneleponnya. Terlebih ia takut terjadi apa-apa dengan Maria, ibunya yang selama ini masih terbaring lemah di rumah sakit tak sadarkan diri. "Kenapa kamu diam? Ayo katakan, ada apa sebenarnya dengan Mama? Mama baik-baik saja, 'kan?" desak Arga. "Kak, Mama sudah siuman." Arga menghela napas lega. "Syukurlah. Itu kabar baik," ujarnya, meski perasaan lega itu masih dibarengi sedikit rasa cemas. "Iya, Kak. Tapi ... Mama masih belum bisa banyak bicara. Dokter bilang Mama harus beristirahat dan tidak boleh terlalu memikirkan banyak hal. Kalau terlalu banyak bicara, kondisinya bisa drop lagi." "Baiklah, yang penting Mama sudah sadar. Kamu jaga Mama baik-baik sementara aku di sini. Aku masih banyak urusan penting, tapi aku akan terus menunggu kabar dari kamu tentang perkembangan Mama, oke?" "Baik, Kak. Jangan khawatir. Aku akan menjaga Mama." Setelah menutup telepon, Arga merasa sedikit lebih tenang. Ia menyelesaikan pertemua
last updateLast Updated : 2024-09-23
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status