Home / Romansa / Hati yang Kau Sakiti / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Hati yang Kau Sakiti: Chapter 91 - Chapter 100

125 Chapters

Bab 91 : Bahagia & Luka

"Kiran …," bisik Arga di telinga Kiran. Tangan kekarnya terus mengelus rambut wanita itu. Seakan Arga ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting kepada Kiran. "Will you be my girlfriend?" Kiran menatapnya terkejut, sorot matanya memancarkan kebingungan, ia tak menyangka bila Arga akan bertanya seperti itu, tapi kemudian ia tersenyum, sambil mengangguk. "Yes, I will." Arga tersenyum lebar, lalu membelai rambut Kiran lagi, jari jemarinya terus menyisir rambut Kiran dengan lembut. "Terima kasih," bisiknya sambil mengecup kening Kiran. Mereka berdua kemudian terdiam, menikmati momen kehangatan di tengah dinginnya malam ini. Dalam diam itu, tiba-tiba Arga merogoh saku celananya, dan mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna biru tua yang kecil. Kotak itu terlihat elegan dan mewah, sampai membuat Kiran langsung mengalihkan pandangannya ke arah kota tersebut. "Apa itu?" Tanpa menjawab, Arga perlahan membuka kotak tersebut. Ketika kotak itu terbuka, Kiran terperangah melihat apa yan
last updateLast Updated : 2024-09-30
Read more

Bab 92 : Kemarahan Arka

Arka menatap Lita dengan tajam. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar menyimpan banyak sekali emosi yang tertahan. Jari-jarinya mengepal kuat, sementara tubuhnya bergetar menahan amarah. Lita yang tadinya santai dan acuh, kini diam seribu bahasa. Wajahnya menegang, rahangnya mengeras. Jelas sekali bahwa ada sesuatu yang berusaha ia sembunyikan. "Aku sudah tahu segalanya." Arka mengulang perkataannya lagi dengan berat hati. Lita berhenti bergerak. Ponsel yang ada di tangannya hampir terlepas. Matanya berkedip cepat, berusaha menilai ekspresi Arka yang serius. "Tahu apa, Mas?" Lita mencoba berbicara dengan tenang, tapi suara itu terdengar jelas bergetar. "Tahu kalau kamu selama ini sudah berbohong kepadaku." "Maksudmu?" Arka menghela napas panjang, menundukkan kepalanya sejenak untuk menenangkan diri, lalu kembali menatap Lita dengan kebencian. "Kamu masih punya keluarga, 'kan?" Deg! Detak jantung Lita seolah berhenti sesaat. Tubuhnya menegang, seakan-ak
last updateLast Updated : 2024-10-01
Read more

Bab 93 : Tak Ada Lagi Kesempatan

Arka menarik napas panjang, wajahnya semakin dingin dan tegas saat menatap Lita yang terisak di depannya. Amarah yang membara di dalam dirinya membuatnya kehilangan semua perasaan kasihan. Ia sudah muak dan tidak ingin melihat wajah wanita itu lagi. "Aku sudah bilang, Lita. Kamu harus pergi dari sini sekarang juga!" seru Arka dengan suara yang menggema di seluruh ruangan. Lita menatapnya dengan mata yang sudah di banjiri air mata, tangisnya semakin keras, tubuhnya bergetar ketakutan. "Mas … kumohon, jangan seperti ini. Ini sudah malam, aku tidak punya tempat lain untuk pergi. Kumohon, Mas … beri aku kesempatan .…" Tangisnya memelas, kedua tangannya terangkat memohon ampunan. Namun, Arka tak terpengaruh sedikit pun. Ia menatap Lita, lalu berbalik, berjalan ke arah pintu utama. Lita segera mengejarnya, tangannya meraih lengan Arka dengan cepat. "Mas … tolong, demi Cleo … anak kita masih butuh aku. Kumohon, Mas. Jangan usir aku seperti ini …." Arka menghentikan langkahnya. Ia m
last updateLast Updated : 2024-10-01
Read more

Bab 94 : Sentuhan Hangat

Kiran berjalan pelan menuju pintu apartemen Arga sambil membawa rantang berisi makanan di tangannya. Namun, saat ia tiba di depan pintu, alisnya berkerut. Pintu itu terbuka lebar, padahal seharusnya tertutup. "Kenapa pintunya terbuka? Apa sedang ada tamu?" gumamnya bingung. Kiran celingak-celinguk melihat ke sekeliling, tapi tidak menemukan siapa pun. Akhirnya, dia memutuskan untuk masuk. Langkah-langkah kecil Kiran membawanya ke ruang tamu, tapi ruangan itu sepi. Dia menoleh ke kiri dan kanan. "Kak Arga?" panggilnya ragu. Namun, tak ada sahutan. Yang terdengar hanya suara deburan air dari kamar mandi. Mungkin Arga sedang mandi, pikirnya. Dia pun meletakkan rantang yang dibawanya di atas meja. Beberapa saat kemudian, suara pintu kamar mandi terbuka. Kiran menoleh, tetapi seketika wajahnya memucat. Ketika melihat Arga yang tak mengenakan pakaian, lelaki itu hanya mengenakan handuk putih yang melilit di pinggangnya, sampai menampakkan dada bidang Arga yang terlihat atletis. "Astag
last updateLast Updated : 2024-10-02
Read more

Bab 95 : Rindu yang Terpendam

Kiran segera beranjak dari pangkuan Arga ketika mendengar suara ketukan di pintu. Arga yang tadinya masih menikmati kehadiran Kiran di dekatnya, langsung berdiri dan berjalan menuju pintu. Alisnya mengerut, tak tahu siapa yang datang malam-malam begini. Ia tak merasa memesan apa pun atau menunggu kedatangan siapa pun. Begitu tangannya terulur meraih gagang pintu dan pintu terbuka, sosok Nina, sekretarisnya, muncul di hadapannya. "Maaf, Pak Arga, saya mengganggu." "Oh, Nina. Ada apa?" "Saya cuma ingin mengingatkan, kalau sebentar lagi akan ada pertemuan dengan klien kita. Mereka ingin mengadakan perayaan di sini, karena proyek yang kita kerjakan berhasil mencapai target lebih cepat dari perkiraan." Arga memejamkan mata sejenak, mengumpulkan ingatannya. "Oh iya, aku lupa soal itu. Terima kasih sudah mengingatkan, Nina." Nina mengangguk sopan, lalu mundur beberapa langkah untuk memberi ruang pada Arga. "Sama-sama, Pak Arga." Arga kembali masuk ke apartemennya, menutup pintu de
last updateLast Updated : 2024-10-02
Read more

Bab 96 : Rencana Menemui Kiran

Seorang wanita paruh baya berdiri tepat di depan Arka, wanita yang mengenakan kemeja berwarna biru itu sedikit tersenyum ke arahnya. Namun, meskipun bibir itu tersenyum, tapi Arka bisa melihat matanya berkaca-kaca, tampaknya wanita itu sedang sedih. "Bi Sri .…" "Den .…" "Masuklah, Bi." Arka mempersilakan Bi Sri masuk. Ia menggeser tubuhnya sedikit untuk memberi ruang bagi wanita itu. Bi Sri mengangguk pelan, lalu perlahan melangkah masuk. Langkahnya terasa berat, seolah ada beban besar yang ia bawa di pundak. Begitu memasuki rumah, Bi Sri merasakan perasaan tak enak yang terus mengusik hatinya. Selama ini, ia sudah berbohong pada Arka—anak majikannya yang ternyata juga menantunya. "Duduklah, Bi." Arka menunjuk ke arah sofa yang ada di ruang tamu. Namun, alih-alih duduk di sofa yang empuk, Bi Sri justru memilih duduk di lantai. Tubuhnya tampak membungkuk sedikit, seolah ia takut keberadaannya akan membuat tempat itu kotor. "Kenapa Bibi duduk di lantai? Duduklah di atas
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

Bab 97 : Satu Malam Bersamamu

"Apa yang bisa aku bantu, Kak? Apa yang kamu butuhkan?" Suara Kiran terdengar begitu khawatir saat melihat kondisi Arga yang memprihatinkan. Lelaki itu tampak kacau. Tanpa menjawab, Arga langsung menunduk, membungkam bibir Kiran dengan bibirnya. Ciumannya begitu liar, hasratnya sudah tidak terkendali, seolah-olah seluruh emosi Arga dituangkan dalam setiap gerakan bibirnya yang mendarat di bibir Kiran. Kiran tersentak kaget, seluruh tubuhnya menegang ketika merasakan sentuhan tak terduga itu. Ia mendorong dada Arga dengan sekuat tenaga. "Kak, hentikan! Apa yang kamu lakukan?" Kiran berusaha melepaskan diri dari genggaman kuat lelaki itu. Namun, Arga tidak menghentikan gerakannya. Bibirnya tetap menelusuri setiap inci bibir Kiran yang begitu terasa manis di lidahnya. "Kiran … jangan menolakku," bisiknya di sela-sela ciuman, suaranya terdengar berat. "Kamu tahu, aku sudah menahan diri terlalu lama .…" "Apa kamu gila?" Kiran mendorong tubuh Arga ke belakang. Ia berdiri terpaku,
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

Bab 98 : Menebus Kesalahan

"Kiran ...." Arga mengedarkan pandangannya menyapu ke setiap penjuru kamar. Akan tetapi, ia tak mendapati Kiran di kamar tersebut. Ia segera bangkit dari tempat tidur, memunguti pakaiannya yang tergeletak di lantai, lalu mengenakannya dengan tergesa-gesa. "Apa yang sudah aku lakukan padanya? Apakah aku menyakitinya?" Hatinya berdenyut sakit, rasa bersalah menyeruak memenuhi seluruh dada Arga. Setelah berpakaian, Arga berlari keluar dari kamar untuk mencari sosok Kiran. Ia merasa tubuhnya lemas, kakinya nyaris gemetar, tetapi ia memaksa dirinya untuk tetap tegak. "Aku harus menemuinya … aku harus meminta maaf." Tiba di dapur, ia berhenti sejenak ketika melihat pemandangan di depannya. Kiran sedang berdiri di meja dapur, seperti sedang sibuk menyiapkan sarapan. Arga menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan debaran jantungnya. Ia tidak tahu harus berkata apa, tetapi ia harus melakukan sesuatu. Perlahan, ia mendekat, dan sebelum Kiran sempat menyadari kehadirannya, ta
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

Bab 99 : Dia Pemenangnya

"Oh iya, aku sudah membuat sandwich untukmu. Cepat dimakan." Kiran menyodorkan piring berisi sandwich yang masih hangat di atas meja. Matanya sesekali melirik ke arah Arga yang menatapnya sambil tersenyum tipis. "Kamu tahu sekali kalau aku sedang kelaparan." Arga menerima sandwich itu dengan senang hati. Mata mereka beradu sejenak, dan entah kenapa, senyum Arga yang biasanya terlihat dingin kini memancarkan kehangatan yang berbeda. Arga memegang sandwich itu, memperhatikannya seolah-olah makanan sederhana itu adalah sesuatu yang sangat berharga. "Bagaimana rasanya?" Arga menggigit sandwich itu perlahan, mengunyah dengan hati-hati. Ketika ia menelan suapan pertama, bibirnya membentuk senyum kecil. "Sangat enak," pujinya. "Kamu pandai sekali membuat sandwich." Kiran menghela napas lega, matanya terlihat berbinar. "Benarkah? Aku hanya membuatnya dengan bahan-bahan yang ada di dapur. Tidak ada yang istimewa." "Tidak ada yang istimewa?" Arga mengangkat sebelah alisnya, menatap K
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

Bab 100 : Dia Hanya Masa Lalumu

Arka begitu senang karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan Kiran. Ia berharap Kiran mau memaafkannya, dan memberi kesempatan kedua. Saat ini, lelaki itu sudah berada di Paris, udara terasa begitu dingin, salju turun perlahan sampai membuat pakaiannya memutih. Sejak tadi malam, ia sudah mencoba menghubungi kakaknya, Arga, tapi tak ada satu pun panggilan yang diangkat. Meski begitu, Arka masih merasa beruntung karena ia ingat alamat apartemen Arga—tempat yang pernah diberitahukan sebelumnya oleh kakaknya itu. Arka menyeret kopernya menyusuri jalan, sambil terus menahan rasa dingin yang menusuk. Setibanya di depan apartemen, langkah kakinya terhenti. Saat itu juga, sebuah pemandangan tak terduga seakan menghantamnya tanpa ampun. Jantungnya berdegup kencang, napasnya tercekat. Ia melihat sosok Arga dan Kiran, berdiri berhadapan di depan apartemen. Namun yang membuat hatinya terasa hancur adalah ketika Arga mendekat, lalu mengecup bibir Kiran. Seketika itu juga, darah Arka terasa m
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status