Home / Romansa / Hati yang Kau Sakiti / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Hati yang Kau Sakiti: Chapter 101 - Chapter 110

125 Chapters

Bab 101 : Penolakan James

Arka meninggalkan tempat itu dengan perasaan kesal dan marah. Ia tidak menyangka bahwa kakaknya sendiri akan begitu tega mengambil Kiran darinya—wanita yang pernah sangat ia cintai dan kini masih mengisi ruang di hatinya. Rasa sakit hati dan amarah berputar-putar dalam pikirannya, menguasai setiap langkah yang ia ambil. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Bukankah ia yang seharusnya memperjuangkan Kiran, bukan Arga? Tanpa pikir panjang, Arka memutuskan untuk pergi ke rumah Kiran. Di tengah rasa frustrasi dan kebingungan yang menghantam, hanya ada satu hal yang terpikir olehnya: ia harus bertemu dengan Kiran. Ia harus meminta maaf atas semua kesalahannya dulu, meskipun tahu mungkin Kiran tidak akan memaafkannya dengan mudah. Setidaknya, ia ingin menutup luka lama dan memberi penjelasan yang selama ini tertahan. Sesampainya di depan rumah Kiran, Arka berhenti sejenak. Rasa ragu melandanya. Namun ia tetap melangkah maju, berusaha mengumpulkan keberanian yang tersisa. Tangan Arka tera
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 102 : Tinggalkan Dia

Arga menghela napas panjang saat mematikan panggilan telepon dari James. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa ayah Kiran tiba-tiba ingin bertemu dengannya. Suaranya terdengar serius, bahkan sedikit tegang. Meski ia dan James cukup dekat, karena hubungan mereka selama bertahun-tahun, ada sesuatu yang terasa janggal dari permintaan pertemuan ini. Namun, karena rasa hormatnya pada James, ia tidak berpikir dua kali dan langsung bersiap untuk pergi. Arga berdiri di depan cermin, melihat pantulan dirinya sejenak. Ia mengenakan kemeja putih sederhana, menyesuaikan dengan suasana pertemuan yang seharusnya formal. Namun, tetap santai. Ia merapikan rambutnya dengan jari, lalu menghela napas panjang lagi. "Apa yang sebenarnya terjadi?" pikirnya sambil menyambar jaket hitam yang tergantung di sandaran kursi. Setelah memastikan semua barangnya — kunci, dompet, dan ponsel — berada di tempatnya, ia pun keluar dari apartemen. Di perjalanan, pikiran Arga terus berputar tentang kemungkinan-kemungki
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

Bab 103 : Jangan Kembali Lagi

Nadira yang memperhatikan perubahan ekspresi sahabatnya, langsung menyentuh bahu Kiran. "Kamu nggak apa-apa?" bisik Nadira lagi. Kiran menggeleng lemah. Matanya tertuju pada Arga yang duduk dengan ekspresi tegang di hadapan ayahnya. Hatinya terasa pedih ketika mendengar bagaimana ayahnya memaksa Arga untuk meninggalkannya. Kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut James terasa seperti belati yang menusuk hatinya berkali-kali. Kiran menelan ludah, berusaha menahan isak yang hendak keluar. Ia tidak ingin berada di sini. Ia tidak ingin mendengar lebih lanjut. Namun, kakinya seakan terpaku, tidak bisa bergerak. Saat Arga berkata dengan tegas bahwa ia tidak akan meninggalkan Kiran, bahwa Kiran adalah hidupnya, Kiran merasa ada secercah kehangatan di dalam hatinya. Ia tahu Arga benar-benar tulus mencintainya. Ia tahu Arga akan selalu berjuang untuknya. Namun, mendengar ayahnya terus memaksa dan mengancam Arga, membuat kepercayaan diri Kiran mulai goyah. Apakah hubungan mereka akan be
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

Bab 104 : Tidak Akan Ada yang Bisa Memisahkan Kita

Kemarin malam, Arga menghubungi Kiran, dan menyuruhnya untuk bertemu di apartemen, meskipun Kiran tak tahu apa yang sebenarnya akan dikatakan lelaki itu. Perasaan gelisah menggelayut di hatinya sejak beberapa hari lalu, setelah mendengar percakapan antara Arga dan ayahnya. Ia perlu kejelasan dari Arga—mencari tahu apa yang sebenarnya dipikirkan Arga setelah semua yang terjadi. Apa Arga benar-benar berniat meninggalkannya, seperti yang ayahnya minta? Namun, tepat ketika Kiran hendak mengetuk pintu apartemen, pintu itu terbuka dari dalam, dan seseorang keluar. Kiran tertegun, matanya melebar seketika saat menyadari siapa yang berdiri di hadapannya. Nina, sekretaris Arga tengah tersenyum kepadanya. "Kiran?" "Hai," balas Kiran sambil tersenyum. "Arga ada?" "Oh, dia ada di dalam. Masuk saja." "Terima kasih." Kiran melangkah masuk, sementara Nina kembali ke unit apartemennya sendiri. Kiran mengedarkan pandangan, memperhatikan ruangan itu dengan teliti, tapi ada sesuatu yang aneh.
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

Bab 105 : Tiga Hati

Arka menyandarkan tubuhnya di dinding, memejamkan matanya sejenak untuk menahan rasa sakit yang terus menggerogoti hatinya, dadanya terasa sesak ketika melihat wanita yang ia cintai ternyata dicintai juga oleh kakak kandungnya sendiri. Air mata kini luruh membasahi wajahnya yang tampak pucat. Tidak peduli bila semua orang yang melihatnya kini akan menganggapnya sebagai lelaki lemah, cengeng, dan tak berdaya. Tapi biarlah. Untuk kali ini, ia tak peduli. Ia hanya ingin meluapkan segalanya, mengeluarkan semua rasa sakit yang selama ini ia tahan. Rasa marah, sedih, kecewa, dan hampa bercampur menjadi satu, menghantam setiap sudut hatinya yang kini terasa remuk. Mengapa harus Arga? Mengapa harus kakaknya sendiri yang merebut hati Kiran? Jika saja orang lain yang menggantikan dirinya di hati wanita itu, mungkin Arka takkan merasakan luka sedalam ini. Tapi ini adalah Arga, seseorang yang seharusnya ia percayai, seseorang yang selama ini ia hormati dan kagumi. Arka membayangkan bagaimana
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Bab 106 : Oleh-Oleh

Air panas yang mengalir ke dalam bak mandi perlahan mulai menenangkan tubuh Arga yang lelah. Setelah berbulan-bulan berada di Prancis untuk dinas, tubuhnya terasa kaku dan penat. Ototnya terasa tegang, dan rasa lelah yang menumpuk selama perjalanan panjang membuatnya ingin segera menenangkan pikiran dan segera beristirahat. Saat uap hangat memenuhi ruangan, Arga memejamkan mata, menikmati setiap detik kehangatan yang meresap ke dalam tubuhnya. Otot-otot kekarnya yang semula tegang kini mulai melonggar, napasnya juga menjadi lebih teratur. Beberapa menit kemudian, ia keluar dari kamar mandi, mengenakan kaos hitam santai dan celana pendek. Setelah merasa lebih segar, Arga berjalan perlahan menuju kamar Noah. Kamar itu berada di ujung lorong, sebuah ruangan yang dihiasi dengan poster-poster kartun favorit Noah. Pintu kamar sedikit terbuka, Arga mengintip ke dalam. Ia melihat Noah masih tidur pulas sambil memeluk boneka kesayangannya. Arga tersenyum tipis, lalu masuk dengan hati-hati
last updateLast Updated : 2024-10-11
Read more

Bab 107 : Kegilaan Lita

Arga duduk di ruang keluarga, menghadap ke arah jendela, langit sudah terlihat terang dan berawan. Udara hangat siang ini tak mampu menyejukkan hatinya yang terus berkecamuk. Helaan napas berat terus terdengar dari bibirnya yang kaku. Semua terasa begitu rumit. Hubungannya dengan Kiran, wanita yang ia cintai, seolah menjadi beban berat yang menghimpit. Bukan hanya karena masa lalu Kiran dengan Arka, adiknya, tetapi juga karena ayah Kiran, James, yang dengan tegas menolak hubungan mereka. Saat ini, Arga sedang berbicara dengan mertuanya, Budiono. Mereka duduk bersama, membicarakan semua kekalutan yang menghantui pikiran Arga. "Pa, hubungan kami tidak mudah," ujar Arga lirih, sambil menatap jauh ke depan. "Karena sejarah antara Kiran dan Arka. Meski mereka sudah lama bercerai, aku masih merasa ada bayangan masa lalu yang terus menghantui kami." Budiono menatap menantunya dengan perhatian. Ia bisa merasakan beban yang dipikul Arga. Sebagai seorang mertua, ia tahu Arga tengah mengha
last updateLast Updated : 2024-10-13
Read more

Bab 108 : Kepergian Maria

Seseorang berhenti tepat di depan pintu ruang Maria dirawat, ia memutar gagang pintu, tepat ketika pintu terbuka matanya terbelalak melihat pemandangan yang ada di hadapannya. Seluruh dunianya seakan runtuh ketika melihat Maria, terbaring tak berdaya di bawah tekanan bantal yang dibekap oleh Lita. "Apa yang kamu lakukan?!" Mata Lita terbelalak, terkejut. Tawanya seketika terhenti. Tapi bukannya melepas bantal itu, ia justru semakin menekannya dengan keras. "Haaa ... haaa ... aku hanya ingin mengakhiri semuanya. Aku hanya ingin memastikan dia tidak bisa merusak hidupku lagi!" "Gila kau!" Arga berteriak, ia berlari cepat mendekati Lita dan tanpa ragu menarik tubuh wanita itu dengan kasar. Lita terhempas ke belakang, sampai terjatuh di lantai. "Apa yang kamu lakukan?! Apa kamu sudah benar-benar kehilangan akal?!" bentak Arga, suaranya menggema di ruangan tersebut. Dia segera melempar bantal itu ke lantai dan menunduk ke arah Maria yang wajahnya sudah memucat. "Ma! Ma ... bert
last updateLast Updated : 2024-10-13
Read more

Bab 109 : Dua Garis Merah

Tubuh Arga terasa begitu kaku, lidahnya kelu, dan jantungnya seolah berhenti berdetak. Kakinya seperti tak bertulang, sampai tak mampu menopang tubuhnya yang kini terasa semakin berat. Tanpa sadar, ia mundur beberapa langkah, menjauh dari kenyataan yang baru saja menghantamnya begitu keras. Pandangannya tertuju pada pintu ICU yang terbuka, di mana ibunya, wanita yang selalu ia anggap sebagai pilar kekuatan dalam hidupnya, kini terbaring tak bernyawa. Arga mencoba memaksa kakinya untuk melangkah masuk, mencoba mengumpulkan keberanian melihat ibunya untuk yang terakhir kali. Namun, semakin ia berusaha, semakin hancur perasaannya. Sementara itu, Arka langsung bergerak menuju ruangan ICU, meski wajahnya sudah sembab oleh air mata yang tak henti-hentinya mengalir sejak kabar buruk itu disampaikan. Rasa sakit di hatinya begitu nyata. Namun, ia berusaha memberanikan diri melihat ibunya, untuk terakhir kali. Di dalam ruangan itu, tubuh ibunya terbaring diam di atas brankar, sudah ditut
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

Bab 110 : Pulang Kembali

Di ruang keluarga sudah dipenuhi oleh canda tawa, terdengar suara kegirangan seorang anak kecil. Gadis mungil berusia empat tahun, ia sedang tertawa riang saat menunggangi seseorang yang ada di bawahnya. Tubuh mungilnya begitu lincah saat menunggangi punggung seorang pria tua yang tak lain adalah kakeknya sendiri. "Hiyaa! Kuda lari lebih cepat!" seru gadis kecil itu. James tertawa kecil dan menggerakkan tubuhnya maju mundur, seolah-olah ia benar-benar seekor kuda yang sedang berlari. Meskipun kerap kali ia merasa nyeri di pinggangnya. Rasa sakit itu sudah sering datang. Namun kali ini, ia abaikan saja demi melihat senyum cucunya. Kinanti yang melihat kebahagiaan suami dan cucunya dari dapur hanya tersenyum, ia juga sangat bahagia, terlebih setiap hari suasana di rumahnya selalu dihiasi oleh tawa. James memang sering kali memanjakan cucunya sendiri, apa pun yang diinginkan gadis kecil itu, James selalu menurutinya. "Pa, sudah kubilang jangan main kuda-kudaan lagi! Kamu tahu sen
last updateLast Updated : 2024-10-16
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status