Beranda / Romansa / Hati yang Kau Sakiti / Ba 76 : Bertemu Kembali

Share

Ba 76 : Bertemu Kembali

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kiran terdiam, tubuhnya mematung saat melihat Arga—lelaki yang sudah lama tak ia jumpai—berjalan mendekat. Ia tak pernah menyangka bisa bertemu dengannya di sini. Jantung Kiran sudah berdebar, otaknya berputar memikirkan alasan kenapa Arga tiba-tiba ada di sini?

Waktu seakan berhenti sesaat. Arga terlihat semakin dewasa dan tampan. Lelaki itu mengenakan kaos dengan jaket casual musim dingin berwarna hitam yang rapi. Tatapannya begitu dalam seakan begitu banyak beban yang tak pernah ia ungkapkan. Sudah lama mereka tak bertemu. Kiran selalu membayangkan pertemuan ini, tapi ia tak pernah berpikir akan sesulit ini.

Ketika Arga tiba di hadapannya, tanpa sepatah kata pun, lelaki itu langsung menarik Kiran ke dalam pelukannya. Tangan kekar Arga melingkar erat di bahu Kiran. Seolah mencoba menyalurkan semua kerinduan dan penyesalan yang telah lama dipendam.

Kiran hanya membeku, meresapi kehangatan dari tubuh Arga. Entah mengapa, perasaan Kiran begitu damai saat Arga mengelus rambutnya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Hati yang Kau Sakiti   Ba 77 : Wanita Lain

    Arga yang sejak tadi hanya diam di pintu, ia melangkah maju seraya tersenyum. "Halo, Tante," sapanya. Kinanti berdiri dengan cepat, ia tampak terkejut melihat Arga yang tiba-tiba ada di hadapannya. "Arga ...?" Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki dari dalam. James, ayah Kiran, keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang tamu. "Ada tamu siapa, Ma?" tanyanya. Ketika James melihat ke arah pintu dan mendapati Arga berdiri di sana, ekspresinya langsung berubah. Raut wajahnya yang tenang berubah tegang. "Kamu?" Arga berdiri kaku, tidak tahu bagaimana harus merespon. Dia tahu, hubungannya dengan keluarga ini begitu banyak luka yang belum sembuh sepenuhnya. Tapi dia tetap tersenyum dengan tenang. "Om James, aku hanya mampir sebentar. Lama tidak bertemu." James menatap Arga dengan dingin untuk sesaat, sebelum akhirnya mengangguk kecil. "Silakan masuk. Duduklah!" katanya, meski suaranya terdengar tegang. Arga kemudian duduk di sofa, berhadapan langsung dengan James,

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 78 : Makan Malam

    Kiran mencoba memaksakan senyum kecil. Namun itu hanya menambah rasa perih di dalam hatinya. 'Ah, pasti itu Vanya,' bisiknya dalam hati, merasa bodoh karena membiarkan dirinya berharap lebih. Arga memang baik padanya, tapi jelas, pria itu tak mungkin menyimpan perasaan lebih dari sekadar hubungan saudara ipar. James memperhatikan Kiran yang mulai tampak tidak nyaman. Dia mengalihkan pandangannya kembali ke Arga. "Yah, kami hanya berharap kamu bisa segera menemukan kebahagiaan, Ga. Siapa pun wanita itu, kami yakin dia adalah orang yang baik." "Terima kasih, Om," jawab Arga sambil tersenyum, meski di dalam hatinya, kata-kata James justru menambah beban perasaannya. Kinanti menepuk bahu suaminya. "Betul, Ga. Jangan terlalu lama menunggu. Kehidupan itu singkat, jangan sampai kamu kehilangan kesempatan dengan orang yang kamu cintai." Arga mengangguk pelan, tapi di dalam hatinya, ia tahu situasinya jauh lebih rumit daripada yang bisa ia jelaskan. Tatapannya sekilas melirik ke arah

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 79 : Di Luar Ekspektasi

    Kiran berjalan menyebrang jalan setelah melihat Arga dan wanita itu telah menyadari keberadaannya. Ia tersenyum kecil, menutupi kecanggungan yang tiba-tiba merayapi dirinya. Begitu ia mendekat, Arga pun tersenyum tipis, meski terlihat sedikit kaget. "Aku gak nyangka kita bakal ketemu di sini," sapa Kiran ketika sudah berada di dekat mereka. Arga menatapnya sejenak, kemudian menjawab, "Kamu ngapain di depan cafe?" "Aku ada janji dengan teman, tapi dia belum datang," jawab Kiran sambil memandang wanita yang berdiri di samping Arga. Wanita itu mengenakan blus putih dengan detail renda di bagian lengan dan rok pensil hitam, tampak formal, tapi terlihat tetap elegan. Sementara Kiran sendiri mengenakan gaun selutut berwarna biru muda, dengan cardigan putih tipis yang menutupi bahunya. Tatapannya sempat bertemu dengan wanita itu, seolah-olah ada pertanyaan tak terucap yang mengalir di antara mereka. "Oh iya, kenalkan. Ini Nina, sekretarisku," kata Arga sambil memperkenalkan wanita

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 80 : Sosok Lain

    Arga merasa cemas ketika adiknya, Arka, tiba-tiba meneleponnya. Terlebih ia takut terjadi apa-apa dengan Maria, ibunya yang selama ini masih terbaring lemah di rumah sakit tak sadarkan diri. "Kenapa kamu diam? Ayo katakan, ada apa sebenarnya dengan Mama? Mama baik-baik saja, 'kan?" desak Arga. "Kak, Mama sudah siuman." Arga menghela napas lega. "Syukurlah. Itu kabar baik," ujarnya, meski perasaan lega itu masih dibarengi sedikit rasa cemas. "Iya, Kak. Tapi ... Mama masih belum bisa banyak bicara. Dokter bilang Mama harus beristirahat dan tidak boleh terlalu memikirkan banyak hal. Kalau terlalu banyak bicara, kondisinya bisa drop lagi." "Baiklah, yang penting Mama sudah sadar. Kamu jaga Mama baik-baik sementara aku di sini. Aku masih banyak urusan penting, tapi aku akan terus menunggu kabar dari kamu tentang perkembangan Mama, oke?" "Baik, Kak. Jangan khawatir. Aku akan menjaga Mama." Setelah menutup telepon, Arga merasa sedikit lebih tenang. Ia menyelesaikan pertemua

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 81 : Mengejarmu

    Kiran memutar tubuhnya ke belakang, dan seketika itu juga, ia terkesiap melihat seseorang yang berdiri di belakangnya. "Di ... dia orangnya?" gumam Kiran tak percaya, sambil menoleh ke arah Arga lagi. "Kenapa? Kamu tidak percaya?" Kiran hanya mampu menggelengkan kepala, pikirannya masih kalut. Ia tak tahu harus bereaksi bagaimana. Selama ini, ia selalu berasumsi bahwa wanita yang dekat dengan Arga adalah Nina atau Vanya. Namun kini, di cermin besar yang tergantung di dinding, Kiran melihat pantulan dirinya sendiri. Arga tertawa kecil melihat wajah lucu Kiran yang kaget, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Kiran, lelaki itu berbisik lirih. "Itu kamu." Kiran menelan ludah, menatap dirinya sendiri di cermin dengan bingung. "A-aku pikir ...." "Apa yang kamu pikirkan? Hm?" Arga meneliti wajah Kiran lekat-lekat, menanti penjelasan dari wanita yang tampak kebingungan di hadapannya. Kiran menghela napas panjang. "Aku pikir ... aku pikir kamu sedang dekat dengan orang lain,"

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 82 : Dipecat

    "Keputusan ini sudah final, Arka. Kami sudah memberi toleransi, tapi kamu tidak mampu memenuhi ekspektasi perusahaan." Arka merasa dadanya semakin berat mendengar kata-kata itu. Selama beberapa bulan terakhir, ia sering kali absen, meninggalkan tanggung jawab pekerjaannya demi merawat ibunya yang sakit. "Maaf, Pak ... tapi apa tidak bisa memberikan saya kesempatan sekali lagi?" Arka sudah putus asa. Ia berharap ada sedikit rasa simpati dari Pak Delon, atau setidaknya, pengertian atas situasi yang dihadapinya selama ini. Pak Delon menghela napas panjang, menunjukkan bahwa kesabarannya sudah mulai habis. "Perusahaan merasa kamu tidak menjalankan tugasmu dengan baik selama beberapa waktu ini. Bagaimana aku bisa memberikanmu kesempatan setelah ini?" "Tapi, Pak, saya absen karena merawat mama saya yang sakit. Saya sudah mengabdi lama di sini, dan saya selalu berusaha memberikan yang terbaik." "Kami paham dengan situasimu, tapi selama masa absenmu, ada beberapa proyek yang terbe

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 83 : Sudahkah Kamu Mencintaiku

    Arka terhuyung, suaranya terdengar ngelantur saat ia berkata, "Pak Delon … dia memecatku karena aku tidak becus bekerja." Lita mendesah kesal. "Bukannya aku sudah bilang sama kamu, Mas? Kamu harusnya fokus bekerja, bukan sibuk ngurusin Ibu terus di rumah sakit." Arka langsung menatap Lita tajam. "Kamu menyalahkan aku sekarang?" "Iya! Kamu salah! Coba kalau kamu lebih giat bekerja, mungkin semuanya tidak akan seperti ini!" Arka menyeringai sinis. "Coba kalau kamu bantuin aku merawat Mama, mungkin aku juga bisa fokus bekerja!" Ia menuduh balik. Selama ini, Arka memang sering meminta Lita untuk membantu merawat Maria, ibunya, tapi Lita selalu menolak dengan alasan harus menjaga anak mereka, Cleo, yang masih kecil. "Aku menjaga Cleo, Mas! Anak kita masih butuh perhatian! Kamu pikir gampang ngurus anak dan rumah sendirian?" Namun, Arka tidak peduli. Dalam keadaannya yang mabuk, ia hanya ingin melampiaskan segala kemarahan dan kekesalannya. "Kamu tahu siapa yang menggantika

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 84 : Gembok Cinta

    Arga yang mengenakan jaket tebal berwarna hitam tampak berusaha menahan dinginnya malam ini. Kancing jaketnya tertutup rapat, dan syal abu-abu melilit lehernya. Kiran hanya memperhatikan lelaki itu sedari tadi. "Siapa yang menelepon?" Kiran bertanya setelah Arga memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. "Miss Ayana," jawab Arga sambil mengangkat bahu. "Dia ingin mengundangku ke acara ulang tahunnya." "Miss Ayana? Siapa?" Kiran mengernyitkan dahi, ia merasa asing dengan nama itu. "Klien," jawab Arga singkat. "Oh." Kiran mengangguk, meski masih ada sedikit rasa penasaran di dalam dirinya. "Kamu mau ikut?" "Tapi aku tidak diundang," sahut Kiran sambil tertawa kecil. "Miss Ayana bilang, dia akan senang kalau aku membawa banyak orang," lanjut Arga, sambil memperbaiki letak jaketnya. "Bagaimana?" "Mmm ... akan aku pikirkan dulu." "Baiklah." Salju turun semakin deras, beberapa serpihan salju sudah menempel di rambut Arga. Kiran yang menyadari itu, mendekat dan deng

Bab terbaru

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 125 : Happy Wedding (Tamat)

    Clarissa berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang begitu mempesona. Ia mengenakan gaun putih yang elegan, berpotongan simple dengan renda-renda halus yang menghiasi bagian bawah gaun. Rambutnya digelung ke belakang dengan rapi, dihiasi dengan jepit mutiara kecil. Penampilannya pun begitu sangat menawan. Hari ini adalah hari istimewa bagi Clarissa, karena orang tuanya akan menikah. Rasa bahagia tak bisa disembunyikan dari matanya yang berbinar. Ia berputar sedikit di depan cermin, mencoba melihat penampilannya dari segala sisi. "Aku cantik tidak?" tanyanya, sambil tersenyum lebar. Noah dan Cleo yang berada di belakangnya segera mengangguk. "Cantik sekali! Kamu kelihatan seperti bidadari yang sering aku lihat di TV," puji Cleo begitu kagum. "Terima kasih, Cleo," balas Clarissa sambil tertawa kecil. Noah dan Cleo juga tampil tak kalah menarik. Mereka mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja putih, lengkap dengan dasi kupu-kupu yang terikat rapi di leher mereka. Cleo me

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 124 : Rencana Clarissa

    Setibanya di kamar, ketiga anak itu duduk di sofa dengan ekspresi bingung. Clarissa menghela napas pelan dan berkata, "Sepertinya Mommy dan Daddy terus saja bertengkar." Cleo mengangguk setuju, lalu bertanya, "Terus, kita harus ngapain?" Clarissa mengangkat bahu dengan polos. "Aku juga nggak tahu." Tiba-tiba, Noah tersenyum. "Gimana kalau kita buat Papa dan Mama baikan lagi?" usulnya. "Gimana caranya?" tanya Cleo bingung. Clarissa menggaruk kepalanya, seolah berpikir keras. "Ayo kita berpikir dulu." Mereka bertiga pun langsung terdiam, memutar otak mencari cara terbaik untuk menyatukan Kiran dan Arga. Setelah beberapa saat, wajah Clarissa tiba-tiba tersenyum lebar. "Aha! Aku punya ide!" "Apa?" tanya Noah dan Cleo serempak. Kedua lelaki itu pun langsung melihat ke arah Clarissa yang ada di tengah-tengah mereka. Clarissa langsung merangkul Noah dan Cleo. "Sini, aku bisikin," katanya sambil berbisik di telinga mereka. Setelah mendengar rencana Clarissa, Noah dan Cleo

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 123 : Pertengkaran Kiran & Arga

    Kiran menghentikan langkahnya dan berjongkok di depan Cleo yang masih menangis. Dengan lembut, ia menghapus air mata anak kecil itu. "Sayang, Mama sedang sakit. Kita doakan saja biar Mama cepat sembuh, ya. Supaya nanti Mama bisa berkumpul lagi dengan kita." Cleo mengangguk kecil sambil sesegukan. "Iya, Tante. Cleo selalu doain Mama pas salat, biar Mama bisa cepat sembuh." Kiran tersenyum dan mengelus kepala Cleo dengan gemas. "Anak pintar. Sudah, jangan nangis lagi, ya. Tante tahu kamu anak yang kuat." Cleo menatap Kiran dengan wajah yang masih terlihat sedih. "Tante, aku mau pulang ke rumah. Papa sudah jarang sekali tinggal di rumah. Aku rindu." Kiran tertegun mendengar permintaan Cleo. Ia tahu bahwa selama ini Arka memang lebih sering tinggal di rumah almarhum orang tuanya, jarang pulang ke rumahnya sendiri. Bahkan, Cleo sering merasa kesepian karena rumah itu hanya menyisakan kenangan masa lalu. "Baiklah, kalau begitu, kita akan pulang ke rumah," jawab Kiran sambil tersen

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 122 : Menemui Lita

    Kiran melihat Cleo berdiri sendirian di balkon apartemen, bocah kecil itu tampak termenung, tatapannya juga terlihat kosong. Ia mulai berjalan ke arah Cleo. "Cleo." Cleo terkesiap mendengar suara Kiran. Ia segera menghapus air mata yang sempat jatuh di pipinya, lalu menoleh ke arah Kiran yang kini berdiri di sampingnya. "Tante …," sahut Cleo pelan. "Kamu sedang apa sendirian di sini? Kenapa tidak main sama Noah dan Clarissa?" Kiran bertanya sambil tersenyum tipis. Cleo menggeleng pelan. "Tidak, Tante. Aku hanya sedang sedih." "Sedih?" Kiran berjongkok agar bisa sejajar dengan Cleo. "Kenapa, Sayang?" Cleo menarik napas panjang sebelum menjawab, "Iya, Tante. Aku sedih … sekarang aku gak punya siapa-siapa lagi. Papa udah gak ada. Nenek udah pulang ke kampung, dan Mama masih di rumah sakit." Kiran merasakan hatinya pilu mendengar kata-kata itu. Bi Sri, neneknya Cleo sekaligus orang yang bekerja di rumah Maria, juga sudah kembali ke kampung halaman karena usianya yang suda

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 121 : Kehilangan

    Air mata Kiran jatuh menggelinding meninggalkan jejak di wajahnya, mengalir begitu saja tanpa permisi. Lututnya terjun bebas mendarat di tanah, dadanya terasa sesak, terasa perih seperti ditusuk ribuan jarum. "Kenapa … kenapa harus kamu?" Hiks! James menghampiri Kiran, lalu meletakkan tangannya di bahu putrinya, memberikan sedikit kekuatan di tengah kesedihannya. Ia tahu, putrinya pasti akan terpuruk melihat seseorang yang pernah hadir dalam hidupnya kini telah berpulang. "Arka ingin memberikan kesempatan kedua untukmu, Kiran. Dia ingin kamu tetap bisa melihat dunia," ujar James dengan suara yang terdengar berat. "Tapi kenapa Arka … kenapa dia melakukan ini, Pa?" Suara Kiran begitu serak, matanya masih tertuju pada nisan Arka. James menarik napas panjang sebelum menjawab, "Selama ini, Arka memiliki penyakit jantung. Dokter sudah lama memberitahunya bahwa kondisinya semakin memburuk dari hari ke hari. Ia mencoba bertahan sekuat tenaga. Tapi pada akhirnya, ia tahu waktunya tidak

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 120 : Batu Nisan

    Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Kiran dan keluarganya. Setelah beberapa minggu menunggu, akhirnya dokter akan melepas perban di mata Kiran. Mereka semua menanti hasil dari operasi transplantasi yang menentukan penglihatan Kiran kembali. Dokter masuk sambil tersenyum ramah. "Baiklah, Kiran. Kita akan mulai melepas perbanmu sekarang. Cobalah untuk rileks, ya." Kiran mengangguk. Akan tetapi tubuhnya sudah bergetar, ia takut bila semuanya akan sia-sia, tapi ia juga berharap bila penglihatannya kembali normal lagi. Clarissa yang berdiri di samping tempat tidur, menggenggam tangan ibunya dengan erat. Sementara James dan Kinanti berdiri di belakang mereka, wajah mereka begitu gelisah, hanya berharap bila semuanya akan baik-baik saja, dan putrinya kembali bisa melihat. Perban perlahan dilepas, lapis demi lapis, hingga akhirnya dokter berhenti dan menatap Kiran serius. "Coba perlahan buka matamu, Kiran. Jangan khawatir, cahaya mungkin akan terasa sedikit menyilaukan di awal.

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 119 : Donor Mata

    "Kita … kita harus segera mencari donor, Dok. Apa pun yang bisa dilakukan, kami akan lakukan. Tolong selamatkan Kiran." James berharap putrinya akan mendapatkan donor mata secepat mungkin, ia tak bisa membayangkan bila Kiran tak bisa melihat. Dokter mengangguk. "Kami akan berusaha sebaik mungkin, Pak. Kami juga akan mulai mencari donor yang cocok untuk segera dilakukan transplantasi mata," katanya sebelum kembali masuk ke dalam ruang gawat darurat. James dan Kinanti berdiri di depan pintu ruang perawatan dengan perasaan yang bercampur aduk, berharap ada keajaiban yang bisa menyelamatkan penglihatan putri mereka. Tubuh James terasa lemas saat mendengar kondisi Kiran yang begitu kritis. Kakinya hampir tak kuat menopang tubuhnya, dan ia terpaksa bersandar pada dinding untuk menahan beban emosinya. Ia berharap putri semata wayangnya akan baik-baik saja, meski situasinya tampak begitu sulit. Di dalam hatinya, James terus berdoa agar ada keajaiban yang bisa menyelamatkan Kiran. Clari

  • Hati yang Kau Sakiti   Bab 118 : Kritis

    Aldo menyeringai dari balik kemudi mobilnya ketika melihat sosok wanita yang dikenalnya, Kiran. Wanita yang selama ini ia benci. "Jadi, kamu sudah kembali lagi, Kiran? Baguslah. Sekarang waktunya aku membalas dendam atas kematian Cintya dan juga atas apa yang terjadi pada Lita," gumamnya, sorot matanya menatap Kiran seperti api yang berkobar. Ia masih kesal ketika mengetahui adik sepupunya, Lita, dimasukkan ke rumah sakit jiwa, dan kondisi mentalnya semakin parah. Lima tahun lalu, Lita tertangkap basah oleh Arga ketika sedang mencoba membekap Maria. Tanpa belas kasih, Arka memasukan Lita begitu saja ke Rumah Sakit Jiwa. Sampai mental Lita sudah terlanjur kacau, terkadang dia menangis tanpa sebab, kadang juga tertawa seperti orang yang kehilangan akal. "Sekarang waktunya kamu untuk mati." Aldo berdesis seraya menancap pedal gas begitu kuat. Kiran yang sedang berjongkok di tepi jalan, ia terlalu sibuk memunguti barang belanjaannya yang berjatuhan, sampai ia tidak menyadari ada

  • Hati yang Kau Sakiti   Ba 117 : Tabrak Lari

    "Ayo, sini! Aku akan kenalkan kamu sama kakakku." Cleo tampak sangat bahagia ketika melihat ayahnya datang bersama seorang gadis kecil yang baru ia temui beberapa hari lalu. Wajah Cleo berseri-seri saat menarik tangan Clarissa menuju tempat kakaknya berada. "Kamu punya kakak?" Cleo mengangguk. "Iya, dia sedang main motor-motoran," jawab Cleo sambil menunjuk ke arah Noah yang sedang asyik bermain di arena permainan. Sesampainya di dekat Noah, Cleo langsung berhenti dan memanggilnya, "Kak Noah!" Noah menoleh saat mendengar suara Cleo dari samping. "Ada apa, Dek?" "Lihat, aku bawa siapa!" Cleo tersenyum lebar, seraya menunjuk seorang gadis mungil yang berdiri di sampingnya. Noah segera turun dari permainan dan melihat ke arah gadis kecil itu. "Dia siapa?" "Dia Clarissa, Kak." "Oh, jadi ini Clarissa yang sempat kamu bilang kemarin, ya?" Clarissa melirik ke arah Cleo. "Kamu ngomong apa tentang aku?" "Aku bilang kamu cantik." Perkataan Cleo membuat Clarissa sedikit tersipu malu.

DMCA.com Protection Status