Semua Bab Mari Berpisah, Aku Menyerah: Bab 21 - Bab 30

55 Bab

21. Sikap Aneh Dhafin

Naina sangat terkejut. Tubuhnya menegang kaku dengan mata yang membulat sempurna. Jantungnya pun berdegup kencang. Saking kencangnya ia khawatir akan terdengar hingga ke telinga Dhafin.Kejadiannya begitu cepat. Naina tidak bisa menghindar ketika tiba-tiba Dhafin mencium bibirnya. Meski hanya menempel, tetapi cukup mampu melumpuhkan seluruh sarafnya.Dhafin menjauhkan diri membuat Naina tersadar. Ia memegang bibirnya sambil menatap Dhafin kesal.“Mau lagi?” Dhafin tersenyum miring yang terkesan menggoda di mata Naina.“A-apaan sih?! Udah sana pergi. Pasti lagi ditunggu Freya–”Cup!Lagi, Dhafin kembali mencium Naina. Kali ini dengan menggerakkan bibir, melumat lembut. Tangannya memegang tengkuk Naina agar tidak menjauh.Naina tidak membalas. Ia hanya bergeming dengan tubuh yang tidak bisa digerakkan. Ia lagi-lagi dibuat terkejut dengan aksi Dhafin yang sangat tiba-tiba ini. Dhafin semakin memperdalam ciumannya. Naina bisa melihat mata Dhafin yang terpejam seakan-akan menikmati. Ia me
Baca selengkapnya

22. Merindukan Altair

Naina terkekeh pelan mendengar rentetan pertanyaan Zelda yang menggebu-gebu, tetapi tersemat nada khawatir di dalamnya. “Iya, aku di rumah sakit.”“Di rumah sakit mana? Aku ke sana, ya.”“Jangan.” Naina mencegah. “Nanti aku bakal share lock, tapi kamu jangan ke sini dulu. Ada Mas Dhafin.”“Apa?! Dhafin udah menemuimu?”“Iya, sekarang dia pergi, tapi bilangnya cuma sebentar. Aku nggak mau kalian bertemu.”“Oke oke, aku mengerti maksudmu. Yaudah, kamu baik-baik, ya, di sana. Jangan sungkan hubungi aku kalau ada apa-apa.”“Iya.”Naina meletakkan kembali ponselnya setelah sambungan telepon terputus. Ia membaringkan tubuhnya berniat untuk istrahat tidur siang. Matanya terpejam hingga beberapa saat kemudian, ia tenggelam di alam mimpi.Entah berapa lama Naina tertidur. Ketika bangun, ia melihat Dhafin yang sudah ada di ruangannya tampak sedang menekuri tablet. Pria itu duduk di sofa tak jauh dari posisinya.Naina beranjak bangun dan menatap ke arah jendela. Sepertinya hari sudah sore. Ia me
Baca selengkapnya

23. Kedatangan Zelda

Pagi kembali menyapa. Di dalam kamar rawat inap, Naina tengah duduk sambil merenung memikirkan mimpinya semalam.Dalam mimpi itu, Dhafin mengusap lembut dan mencium perutnya. Tak lupa, suaminya juga mengajak ngobrol sang calon buah hati entah tentang apa.Naina sempat berpikir bahwa itu benar-benar nyata. Namun ketika terbangun, Dhafin sudah tidak ada di ruangannya. Mungkin Dhafin pulang dari semalam saat dirinya terlelap.“Ternyata cuma mimpi,” gumam Naina.Mimpi yang sangat indah hingga terasa seperti nyata. Jika dipikir-pikir lagi, mustahil Dhafin melakukan itu. Selama ini, Dhafin selalu bersikap abai mengenai apapun yang menyangkut keadaannya.“Nainaaa….!”Naina sedikit tersentak dan tersadar dari lamunan panjangnya. Ia menoleh ke arah pintu dan mendapati Zelda yang berlari kecil menghampirinya.Zelda memeluk Naina erat. “Alhamdulillah, Ya Allah… akhirnya aku menemukanmu, Nai.”Perempuan itu melepaskan pelukan dan beralih menangkup wajah Naina. “Aku udah mencarimu kemana-mana. Kamu
Baca selengkapnya

24. Postingan Terbaru Freya

Naina merenung mengingat semua perlakuan Dhafin di masa lalu. Suaminya itu memang terkadang memberikan perhatian kecil dibalik sifatnya yang dingin dan pemaksa.Sedikit banyak, ia berharap Dhafin akan berubah dan mampu menerimanya sebagai istri bukan pembantu ataupun pengasuh Altair. Namun, harapan itu langsung pupus ketika keesokan harinya Dhafin kembali ke mode awal.Bisa dibilang hari ini perhatian, besoknya cuek. Begitu terus hingga Freya kembali datang dan membuat Dhafin benar-benar mengabaikannya.“Aku bilang gini karena aku sayang banget sama kamu, Nai. Aku nggak ingin melihatmu terluka lagi.” Zelda menggenggam tangan sahabatnya.Naina membenarkan dalam hati. Sudah cukup penderitaannya selama empat tahun ini. Ia bertahan demi Altair agar putranya mendapatkan kasih sayang utuh dari keluarga Dhafin. Sekarang Altair udah tenang di surga sehingga tidak ada alasan baginya untuk tetap bertahan. Meski Dhafin udah tahu kehamilannya, Naina tetap pada keputusannya. Ia tidak akan kembali
Baca selengkapnya

25. Rencana ke Luar Kota

“Paman?”Zelda mengangguk. “Iya, beliau pamanku.”“Kok bisa?” tanya Naina masih tidak percaya kalau Tuan Albern adalah paman Zelda.Zelda berdehem dan memperbaiki posisi duduknya. “Jadi gini, ayahku itu adiknya Uncle Albern. Mereka hanya dua bersaudara. Uncle itu orangnya sangat sibuk, jadi jarang berkunjung ke rumah.”“Terus kenapa kamu nggak pake marga–”“Starward?” potong Zelda yang dibalas anggukan kecil oleh Naina. “Kamu tau kan nama panjangku apa?”“Zelda Crescencia Putri Starla.” Naina mengeja nama lengkap Zelda sambil berpikir.Zelda menjentikkan jarinya. “Nah, nama Starla itu gabungan dari nama orang tuaku. Starward dan Kayla.”“Mereka memang sengaja nggak pakai nama Starward di belakang namaku biar adil. Kan dulu sempat ada debat dua keluarga besar,” jelasnya.Naina manggut-manggut mengerti. Ia benar-benar tidak menyangka Zelda memiliki identitas yang bukan main-main. Dari dulu, Zelda memang orangnya merakyat, supel, dan mudah bergaul dengan siapa saja tanpa memandang status
Baca selengkapnya

26. Tanpa Kepastian

Tuan Albern melirik Zelda sambil tersenyum miring. “Tanpa membantu anak yatim piatu pun, perusahaanku sudah berjaya dan menghasilkan keuntungan besar setiap bulan,” sahutnya.‘Sombong amat!’ Zelda menggerutu dalam hati dan sedikit mencibir. Sepertinya Tuan Albern Starward yang terhormat itu lupa jika setiap berapa bulan sekali Starward Group melaksanakan program CSR untuk warga sekitar. Salah satunya dengan menjadi donatur tetap di beberapa panti asuhan.Hal itulah yang membuat Starward Group semakin berjaya karena mendapatkan kepercayaan publik secara penuh. Bisa dibilang keuntungannya menjadi berkah.“Aku juga tidak ingin memasukkan pengkhianat dengan membawa wanita itu bersamaku,” tambah Tuan Albern lantas kembali fokus pada berkas.Dengan kata lain, pria itu menuduh Naina akan menjadi mata-mata yang berasal dari musuh bisnisnya. Zelda menggeleng pelan, tidak menyangka pamannya mempunyai pemikiran seperti itu.“Naina nggak kayak gitu, Uncle. Dia wanita baik-baik. Aku udah mengenaln
Baca selengkapnya

27. Terlambat Sudah

Dhafin berjalan tergesa-gesa di lorong rumah sakit menuju ruang rawat inap Naina. Kaki panjangnya melangkah lebar hingga suara hentakan sepatunya di lantai terdengar jelas.Sebelum masuk, ia berhenti sejenak untuk mengatur napasnya yang sedikit ngos-ngosan. Tangannya menekan handle pintu itu ke bawah lantas mendorong masuk ke dalam.KosongTidak ada siapapun. Ruangannya juga terlihat sudah rapi dan bersih. Dhafin pun mencari Naina di seluruh penjuru ruangan ini bahkan sampai di kamar mandi. Namun, hasilnya nihil.Naina pergi ke mana? Apakah pulang sendiri ataukah sudah dijemput oleh orang lain?Tak ingin membuang waktu, Dhafin keluar ruangan dan langsung berpapasan dengan ibu-ibu petugas kebersihan rumah sakit. Ibu itu membawa troli yang berisi alat kebersihan.“Permisi, apakah anda yang membersihkan kamar ini?” tanyanya sambil menunjuk kamar rawat inap yang ditempati Naina.“Iya, saya baru saja membereskannya agar bisa ditempati oleh pasien baru,” jawab ibu yang mengenakan masker itu
Baca selengkapnya

28. Sisi Lain Seorang Dhafin

Anaknya kembar!Iya, Dhafin akan mempunyai anak kembar. Pantas saja perut Naina terasa agak gimana gitu saat ia menyentuhnya. Ia merasakan ada sedikit tonjolan di sana meski dari luar tampak datar. Dan juga didukung dengan pakaian Naina yang selalu longgar.Dhafin menyunggingkan senyum tipis sambil mengusap lembut foto itu. Di dalam rahim Naina, ada dua anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Tubuh mereka terlihat sudah terbentuk walaupun masih sangat kecil.Ada rasa yang sulit dijelaskan saat mengetahui fakta itu. Lagi-lagi Naina menyembunyikannya bahkan sudah selama itu. Jujur, ia merasa sedikit kecewa.Sebegitu tidak pentingnya kah Dhafin di mata Naina sampai-sampai hal sebesar ini disembunyikan?Ia ayahnya yang jelas mempunyai hak untuk tahu. Jika Naina tidak ingin memberitahukan kepada yang lain, dirinya tidak masalah. Setidaknya ia harus mengetahuinya lebih dulu.Dhafin menghela napas lalu menyandarkan tubuhnya. Ia teringat ketika pertama kali mengunjungi Naina. Tujuan utamany
Baca selengkapnya

29. Berbohong

“Nggak, Ma.” Dhafin menggeleng pelan lantas duduk di sofa single. “Aku ada pekerjaan di luar kantor sekalian mengunjungi kantor cabang.”Tentu saja jawabanya itu hanya kebohongan belaka. Dhafin memang belum memberitahu orang tuanya tentang Naina. Ia tidak menjamin mereka bakal senang dan antusias, mengingat Naina bukan menantu yang diinginkan.Ditambah lagi kini Naina kembali menghilang. Jadi, lebih baik ia merahasiakannya saja.“Mengunjungi kantor cabang?” Bu Anita mengerutkan keningnya tampak terheran-heran. “Ayahmu tidak bilang apapun mengenai kunjungan itu. Bukannya udah ada jadwalnya sendiri?” tanyanya.“Aku memang sengaja datang diluar jadwal, Ma, untuk melihat bagaimana kinerja mereka. Kalau diberitahu dulu, pastinya mereka akan melakukan persiapan dan tak jarang memanipulasi kenyataan yang ada.”Dhafin memberikan penjelasan yang masuk akal membuat sang ibu tampaknya langsung percaya.“Baguslah, memang lebih baik kamu jangan mencari Naina biar dia jadi gelandangan sekalian. D
Baca selengkapnya

30. Setelah Berhasil Lolos

Mobil merah dengan merek ternama itu melaju kencang membelah jalan raya Ibu Kota yang cuacanya sangat terik ini. “Hahaha…. Akhirnya kita terbebas dari si Dhafin.” Zelda tertawa puas dan merasa lega. “Tadi itu menegangkan banget tau nggak. Kamu juga jalannya cepat sampai-sampai membuat perutku kram.” Naina yang duduk di samping Zelda menyahut. Tangannya memegangi perutnya yang terasa kram. “Baru juga keluar rumah sakit, bisa-bisa masuk lagi.” Zelda terkekeh kecil lantas menunduk dan mengusap perut Naina. “O-ow… aku lupa ada keponakanku di sini. Aunty minta maaf, ya, Twins.” Ia kembali menatap Naina. “Aku melakukan itu biar kita nggak bertemu Dhafin.” “Aku tau.” Naina menarik napas dalam-dalam lalu dihembuskannya perlahan untuk meredakan kram di perutnya. Begitu terus hingga merasa lebih baik. “Masih kram?” tanya Zelda dengan nada khawatir. Naina menggeleng. “Udah mendingan.” “Alhamdulillah… aku bakal merasa bersalah banget kalau kamu kenapa-napa lagi gara-gara aku.”
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status