Share

23. Kedatangan Zelda

Penulis: Putri Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-02 23:47:11
Pagi kembali menyapa. Di dalam kamar rawat inap, Naina tengah duduk sambil merenung memikirkan mimpinya semalam.

Dalam mimpi itu, Dhafin mengusap lembut dan mencium perutnya. Tak lupa, suaminya juga mengajak ngobrol sang calon buah hati entah tentang apa.

Naina sempat berpikir bahwa itu benar-benar nyata. Namun ketika terbangun, Dhafin sudah tidak ada di ruangannya. Mungkin Dhafin pulang dari semalam saat dirinya terlelap.

“Ternyata cuma mimpi,” gumam Naina.

Mimpi yang sangat indah hingga terasa seperti nyata. Jika dipikir-pikir lagi, mustahil Dhafin melakukan itu. Selama ini, Dhafin selalu bersikap abai mengenai apapun yang menyangkut keadaannya.

“Nainaaa….!”

Naina sedikit tersentak dan tersadar dari lamunan panjangnya. Ia menoleh ke arah pintu dan mendapati Zelda yang berlari kecil menghampirinya.

Zelda memeluk Naina erat. “Alhamdulillah, Ya Allah… akhirnya aku menemukanmu, Nai.”

Perempuan itu melepaskan pelukan dan beralih menangkup wajah Naina. “Aku udah mencarimu kemana-mana. Kamu
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ida Wida
nah itu betul kata zelda , lebih peka zelda daripada naina padahal dia sendiri yg mengalaminya hanya luluh dg sekejap perilaku baik si dhapin ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   24. Postingan Terbaru Freya

    Naina merenung mengingat semua perlakuan Dhafin di masa lalu. Suaminya itu memang terkadang memberikan perhatian kecil dibalik sifatnya yang dingin dan pemaksa.Sedikit banyak, ia berharap Dhafin akan berubah dan mampu menerimanya sebagai istri bukan pembantu ataupun pengasuh Altair. Namun, harapan itu langsung pupus ketika keesokan harinya Dhafin kembali ke mode awal.Bisa dibilang hari ini perhatian, besoknya cuek. Begitu terus hingga Freya kembali datang dan membuat Dhafin benar-benar mengabaikannya.“Aku bilang gini karena aku sayang banget sama kamu, Nai. Aku nggak ingin melihatmu terluka lagi.” Zelda menggenggam tangan sahabatnya.Naina membenarkan dalam hati. Sudah cukup penderitaannya selama empat tahun ini. Ia bertahan demi Altair agar putranya mendapatkan kasih sayang utuh dari keluarga Dhafin. Sekarang Altair udah tenang di surga sehingga tidak ada alasan baginya untuk tetap bertahan. Meski Dhafin udah tahu kehamilannya, Naina tetap pada keputusannya. Ia tidak akan kembali

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-02
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   25. Rencana ke Luar Kota

    “Paman?”Zelda mengangguk. “Iya, beliau pamanku.”“Kok bisa?” tanya Naina masih tidak percaya kalau Tuan Albern adalah paman Zelda.Zelda berdehem dan memperbaiki posisi duduknya. “Jadi gini, ayahku itu adiknya Uncle Albern. Mereka hanya dua bersaudara. Uncle itu orangnya sangat sibuk, jadi jarang berkunjung ke rumah.”“Terus kenapa kamu nggak pake marga–”“Starward?” potong Zelda yang dibalas anggukan kecil oleh Naina. “Kamu tau kan nama panjangku apa?”“Zelda Crescencia Putri Starla.” Naina mengeja nama lengkap Zelda sambil berpikir.Zelda menjentikkan jarinya. “Nah, nama Starla itu gabungan dari nama orang tuaku. Starward dan Kayla.”“Mereka memang sengaja nggak pakai nama Starward di belakang namaku biar adil. Kan dulu sempat ada debat dua keluarga besar,” jelasnya.Naina manggut-manggut mengerti. Ia benar-benar tidak menyangka Zelda memiliki identitas yang bukan main-main. Dari dulu, Zelda memang orangnya merakyat, supel, dan mudah bergaul dengan siapa saja tanpa memandang status

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   26. Tanpa Kepastian

    Tuan Albern melirik Zelda sambil tersenyum miring. “Tanpa membantu anak yatim piatu pun, perusahaanku sudah berjaya dan menghasilkan keuntungan besar setiap bulan,” sahutnya.‘Sombong amat!’ Zelda menggerutu dalam hati dan sedikit mencibir. Sepertinya Tuan Albern Starward yang terhormat itu lupa jika setiap berapa bulan sekali Starward Group melaksanakan program CSR untuk warga sekitar. Salah satunya dengan menjadi donatur tetap di beberapa panti asuhan.Hal itulah yang membuat Starward Group semakin berjaya karena mendapatkan kepercayaan publik secara penuh. Bisa dibilang keuntungannya menjadi berkah.“Aku juga tidak ingin memasukkan pengkhianat dengan membawa wanita itu bersamaku,” tambah Tuan Albern lantas kembali fokus pada berkas.Dengan kata lain, pria itu menuduh Naina akan menjadi mata-mata yang berasal dari musuh bisnisnya. Zelda menggeleng pelan, tidak menyangka pamannya mempunyai pemikiran seperti itu.“Naina nggak kayak gitu, Uncle. Dia wanita baik-baik. Aku udah mengenaln

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   27. Terlambat Sudah

    Dhafin berjalan tergesa-gesa di lorong rumah sakit menuju ruang rawat inap Naina. Kaki panjangnya melangkah lebar hingga suara hentakan sepatunya di lantai terdengar jelas.Sebelum masuk, ia berhenti sejenak untuk mengatur napasnya yang sedikit ngos-ngosan. Tangannya menekan handle pintu itu ke bawah lantas mendorong masuk ke dalam.KosongTidak ada siapapun. Ruangannya juga terlihat sudah rapi dan bersih. Dhafin pun mencari Naina di seluruh penjuru ruangan ini bahkan sampai di kamar mandi. Namun, hasilnya nihil.Naina pergi ke mana? Apakah pulang sendiri ataukah sudah dijemput oleh orang lain?Tak ingin membuang waktu, Dhafin keluar ruangan dan langsung berpapasan dengan ibu-ibu petugas kebersihan rumah sakit. Ibu itu membawa troli yang berisi alat kebersihan.“Permisi, apakah anda yang membersihkan kamar ini?” tanyanya sambil menunjuk kamar rawat inap yang ditempati Naina.“Iya, saya baru saja membereskannya agar bisa ditempati oleh pasien baru,” jawab ibu yang mengenakan masker itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-04
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   28. Sisi Lain Seorang Dhafin

    Anaknya kembar!Iya, Dhafin akan mempunyai anak kembar. Pantas saja perut Naina terasa agak gimana gitu saat ia menyentuhnya. Ia merasakan ada sedikit tonjolan di sana meski dari luar tampak datar. Dan juga didukung dengan pakaian Naina yang selalu longgar.Dhafin menyunggingkan senyum tipis sambil mengusap lembut foto itu. Di dalam rahim Naina, ada dua anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Tubuh mereka terlihat sudah terbentuk walaupun masih sangat kecil.Ada rasa yang sulit dijelaskan saat mengetahui fakta itu. Lagi-lagi Naina menyembunyikannya bahkan sudah selama itu. Jujur, ia merasa sedikit kecewa.Sebegitu tidak pentingnya kah Dhafin di mata Naina sampai-sampai hal sebesar ini disembunyikan?Ia ayahnya yang jelas mempunyai hak untuk tahu. Jika Naina tidak ingin memberitahukan kepada yang lain, dirinya tidak masalah. Setidaknya ia harus mengetahuinya lebih dulu.Dhafin menghela napas lalu menyandarkan tubuhnya. Ia teringat ketika pertama kali mengunjungi Naina. Tujuan utamany

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-05
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   29. Berbohong

    “Nggak, Ma.” Dhafin menggeleng pelan lantas duduk di sofa single. “Aku ada pekerjaan di luar kantor sekalian mengunjungi kantor cabang.”Tentu saja jawabanya itu hanya kebohongan belaka. Dhafin memang belum memberitahu orang tuanya tentang Naina. Ia tidak menjamin mereka bakal senang dan antusias, mengingat Naina bukan menantu yang diinginkan.Ditambah lagi kini Naina kembali menghilang. Jadi, lebih baik ia merahasiakannya saja.“Mengunjungi kantor cabang?” Bu Anita mengerutkan keningnya tampak terheran-heran. “Ayahmu tidak bilang apapun mengenai kunjungan itu. Bukannya udah ada jadwalnya sendiri?” tanyanya.“Aku memang sengaja datang diluar jadwal, Ma, untuk melihat bagaimana kinerja mereka. Kalau diberitahu dulu, pastinya mereka akan melakukan persiapan dan tak jarang memanipulasi kenyataan yang ada.”Dhafin memberikan penjelasan yang masuk akal membuat sang ibu tampaknya langsung percaya.“Baguslah, memang lebih baik kamu jangan mencari Naina biar dia jadi gelandangan sekalian. D

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-05
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   30. Setelah Berhasil Lolos

    Mobil merah dengan merek ternama itu melaju kencang membelah jalan raya Ibu Kota yang cuacanya sangat terik ini. “Hahaha…. Akhirnya kita terbebas dari si Dhafin.” Zelda tertawa puas dan merasa lega. “Tadi itu menegangkan banget tau nggak. Kamu juga jalannya cepat sampai-sampai membuat perutku kram.” Naina yang duduk di samping Zelda menyahut. Tangannya memegangi perutnya yang terasa kram. “Baru juga keluar rumah sakit, bisa-bisa masuk lagi.” Zelda terkekeh kecil lantas menunduk dan mengusap perut Naina. “O-ow… aku lupa ada keponakanku di sini. Aunty minta maaf, ya, Twins.” Ia kembali menatap Naina. “Aku melakukan itu biar kita nggak bertemu Dhafin.” “Aku tau.” Naina menarik napas dalam-dalam lalu dihembuskannya perlahan untuk meredakan kram di perutnya. Begitu terus hingga merasa lebih baik. “Masih kram?” tanya Zelda dengan nada khawatir. Naina menggeleng. “Udah mendingan.” “Alhamdulillah… aku bakal merasa bersalah banget kalau kamu kenapa-napa lagi gara-gara aku.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-06
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   31. Perjanjian

    Zelda tersenyum. “Kamu tenang aja. Aku udah bilang ke mereka kalau aku ada acara keluarga di luar kota yang wajib dihadiri. Orang tuaku juga sedang ke luar kota sekarang meski dengan urusan yang berbeda.” “Aku udah kasih pesan ke para pekerja di rumah jika ada orang yang datang, bilang aja semuanya sedang pergi ke luar kota karena ada acara keluarga. Jadi, dijamin aman,” jelasnya sambil mengacungkan kedua jempol.Naina terperangah dan menggelengkan kepala takjub. “Wow! Ternyata kamu udah mempersiapkannya dengan matang, ya.”“Pastinya dong. Aku udah memprediksi semua itu,” balas Zelda semangat.Naina melihat ke arah jalanan lewat jendela samping kiri. Ia mengerutkan kening ketika menyadari arah jalannya menuju luar kota. “Kita mau kemana?” tanyanya kembali menatap Zelda.“Ke rumah Uncle Albern.”“Tapi ini kok kayak mau ke–” “Luar kota?” potong Zelda yang dijawab anggukan oleh Naina.“Rumah Uncle memang ada di daerah pinggiran kota. Aku yakin Dhafin nggak akan mencarimu sampai di san

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-06

Bab terbaru

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   262. Melamarmu

    Ruang tamu di mansion utama keluarga Kusuma yang sangat luas itu tampak indah dengan beberapa ornamen bunga sebagai hiasannya. Di bagian depan yang menjadi panggung utama terdapat dua kursi dan dekorasi sederhana bertuliskan ‘G & L’ pada dindingnya. Ya, hari ini atau lebih tepatnya malam ini acara pertunangan Lora dengan Grissham akhirnya digelar. Acaranya berlangsung secara intimate yang hanya dihadiri oleh sanak saudara dan orang terdekat saja. Beberapa tamu sudah mulai berdatangan karena memang acaranya dilaksanakan pukul tujuh dengan tujuan agar tidak kemalaman. Sementara itu, sang pemeran utama masih berada di kamar sedang bersiap. Ia membiarkan MUA menyiapkan penampilannya di hari istimewa ini, mulai dari make-up hingga tatanan kerudung. “Sudah selesai.” “Cantik banget, Mbak Lora.” Lora tersenyum menanggapi ucapan mereka dan mengucapkan terima kasih karena sudah dibantu bersiap-siap. Ia menatap pantulan dirinya di depan cermin. Di sana dirinya tampak sangat cantik dengan

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   261. Pilihan Akhir Lora

    Lora berdiri dengan perasaan resah. Kedua bola matanya bergerak liar untuk menghindari tatapan Dhafin yang terasa menusuk itu. Ia bingung, tak tahu harus menjawab apa dan bagaimana. Otaknya tiba-tiba terasa kosong. Kedatangan Dhafin kemari saja sudah membuatnya kaget bukan main. Lora tak pernah menduga hal yang ditutup-tutupi dari Dhafin akhirnya terungkap sekarang. Ya, meskipun pria itu akan tahu nantinya, tetapi bukan berarti secepat ini juga. “Lora,” panggil Dhafin terdengar sangat dingin bercampur geram. Ia sebenarnya sudah tahu jawabannya. Namun, ia ingin mendengar langsung penjelasan dari mulut Lora sendiri. “Ee… itu… a-aku… aku….” Lora berkata dengan gagap hingga tanpa sadar mengeratkan pegangan tangannya pada lengan sang ayah seolah meminta bantuan. Pak Raynald yang menyadari itu dan mulai bisa membaca situasi menoleh pada putrinya. “Apa kau belum belum memberitahu Dhafin tentang ini, Princess?” “Ayah…” Lora menatap ayahnya melas dan menggeleng samar. Tangannya semakin

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   260. Perjuangkan Cintamu, Dhafin!

    Lora lagi-lagi menggeleng tegas. “Nggak usah, Mas Dhafin. Udah jelas orang tuaku nggak setuju, jadi percuma aja. Jangan membuang waktu untuk keputusan yang udah final.” ‘Maaf, Mas. Aku cuma nggak ingin kamu tau kalau aku udah dijodohkan sama Kak Sham. Kamu pasti akan lebih kecewa lagi,’ lanjutnya dalam hati seraya menatap Dhafin dengan perasaan bersalah. “Tapi, Lora–” Drrtt! Ucapan Dhafin terpotong oleh suara dering ponsel milik Lora. Wanita itu segera mengangkat telepon dan berbincang sejenak dengan sang penelepon yang ternyata dari Amina. Setelah mengakhiri telepon, Lora kembali memusatkan perhatiannya pada Dhafin. “Mas Dhafin, aku udah mantap dengan keputusanku. Aku minta maaf atas jawabanku yang mengecewakan.” “Aku pamit pulang duluan, ya, Mas. Si kembar udah mencariku.” Ia lantas beranjak dari duduknya sambil sedikit menunduk. “Sekali lagi aku minta maaf. Aku pergi dulu, assalamu'alaikum,” pamitnya lantas berlalu meninggalkan Dhafin sendirian. “Wa’alaikumsalam.” Dhafin me

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   259. Keputusan Bulat

    “Apa?” Dhafin sedikit melebarkan mata tajamnya. Netra berwarna coklat itu memperlihatkan keterkejutan yang tak mampu disembunyikan.Ia berharap salah mendengar. Namun, suara Lora yang pelan seakan-akan berdengung di telinganya membuat napasnya tercekat.“Iya, Mas, orang tuaku nggak setuju kalau kita rujuk.” Lora mengulang perkataannya. Ia menatap tepat di kedua bola mata Dhafin seolah menegaskan bahwa ucapannya tidak main-main.Dhafin tertegun dengan jantung yang mempompa liar. Hatinya mencelos serasa diremas oleh tangan tak kasat mata. Jadi, Lora menolak rujuk karena orang tuanya tidak setuju.“Kenapa nggak setuju? Padahal semuanya baik-baik aja. Bukankah mereka udah memaafkanku?” tanyanya yang terdengar seperti protes.Lora mengangguk sembari melipat tangannya di atas meja. “Mereka memang memaafkanmu, tapi bukan berarti bisa kembali. Orang tuaku punya kekhawatiran yang besar padaku yang akan terluka lagi kalau kita rujuk.”Dhafin merasakan dadanya bergemuruh hebat mendengar pengaku

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   258. Satu Jawaban

    [Assalamu'alaikum, Mas. Apa hari ini kamu ada waktu untuk bertemu?][Aku ingin membahas kelanjutan permintaan rujuk waktu itu sekaligus memberikan jawaban. Rasanya nggak enak kalau lewat telepon][Waalaikumsalam, Lora. Sepulang kantor nanti sore aku free. Ingin bertemu dimana?][Di kafe dekat kantormu aja. Bisa kan?][Bisa-bisa, sampai bertemu nanti]Itu merupakan sepengal pesan yang dikirimkan oleh Lora siang tadi. Dhafin jadi kembali teringat dengan permintaan mantan istrinya yang ingin minta petunjuk lewat sholat Istikharah selama seminggu.Tanpa terasa tibalah hari ini saatnya Dhafin mendengar jawaban itu. Sungguh, ia sangat antusias dan tidak sabar ingin segera bertemu Lora. Ia berharap jawaban yang diberikan oleh Lora sama seperti yang dirinya punya usai melaksanakan sholat Istikharah juga.Kini, pria berparas tampan itu duduk sendiriam di salah satu meja yang berada di dekat jendela. Tubuhnya bersandar pada kursi sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di meja.Ia menunggu kehadiran

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   257. Memaafkan, Tidak untuk Kembali

    “Ayah, Ibun, ada hal penting yang ingin kubicarakan.”Setelah makan malam usai, mereka berkumpul di ruang tengah hanya untuk sekedar bersantai melepas penat. Terkecuali Florence yang katanya harus menyiapkan presentasi penting.Lora pun memanfaatkan kesempatan ini untuk berbicara kepada orang tuanya tentang permintaan rujuk Dhafin. Mumpung mereka sedang tidak sibuk.“Tentang apa?” tanya Pak Raynald menanggapi perkataan putrinya.Lora menatap kedua orang tuanya bergantian lalu menarik napas dalam-dalam. “Jadi gini, Ayah, Ibun. Beberapa hari sebelum aku menginap di sini, Mas Dhafin bersama orang tuanya datang ke rumah.” “Mereka ke rumahmu? Tumben banget. Kalau Dhafin nggak heran, ya. Lah, ini orang tuanya. Untuk apa mereka ke sana?” tanya Bu Radha dengan nada sedikit terkejut.“Mereka datang untuk meminta maaf kepadaku atas semua kesalahan yang mereka lakukan selama ini. Mereka juga ingin memperbaiki segalanya,” jelas Lora.“Lalu apa kau memaafkan mereka?” Gantian Pak Raynald yang bert

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   256. Tradisi Keluarga

    Lora menghentikan gerakan tangannya yang hendak memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut. Ia menatap kedua orang tuanya bergantian lalu beralih melirik Florence yang duduk di samping sang ibu tengah menikmati makanan. Dalam hati, dirinya merasa agak keberatan dengan usulan mereka. Bukan tidak nyaman tinggal di sini, tetapi…. “Aku kan udah punya rumah sendiri, Bun, Yah. Kalau aku tinggal di sini, bagaimana dengan rumahku? Bakal kosong nantinya,” ucapnya menolak secara tersirat. “Kan ada asistenmu. Siapa itu namanya?” sahut Bu Radha sekaligus bertanya. “Mbak Mira,” jawab Lora sebelum melahap makanannya yang tertunda. “Nah, iya, biar Mira aja yang menempati rumahmu. Kamunya tinggal di sini bersama si kembar. Ya, kayak sekarang ini misalnya. Daripada kamu harus bolak-balik.” “Tapi, Bun, Mbak Mira sebentar lagi kan mau menikah. Pasti nanti bakal ikut suaminya,” bantah Lora usai menelan makanannya. Bu Radha meletakkan sendok dan garpu di atas piring lantas memusatkan perh

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   255. Tinggal Bersama

    Mira menyesap segelas jusnya yang tinggal setengah. Ia terdiam sejenak untuk merangkai kata-kata yang mudah dipahami. “Selain dari mimpi, yang sering digunakan itu kemantapan hati. Ada kecenderungan gitu loh. Dalam hal ini, kamu lebih condong pada siapa,” jawabnya. “Berarti ini berasal dari hati, ya, Mbak?” Lora menatap Mira sangat serius dengan tangan terlipat di atas meja seolah-olah sedang mendengarkan penjelasan guru. Mira menjentikkan jarinya. “Yups, bener banget. Kalau diibaratkan biarkan hati yang berbicara. Terus bisa juga pakai metode Al-Qur’an.” “Memakai Al-Qur'an?” Lora mengerutkan keningnya karena baru mendengar ada metode seperti itu. Kalau yang dua tadi ia pernah mendengar lewat video yang lewat. “Iya, ini juga bisa dibilang cara yang paling mudah. Caranya sama kayak yang kubilang tadi. Sholat Istikharah lalu doa. Habis itu kamu ambil Al-Qur’an.” Mira meraih sebuah buku yang ada di meja kerja Lora. Ia menepuk pelan buku di tangannya. “Anggaplah ini Al-Qur’an,

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   254. Jawaban Sholat Istikharah

    Lora lagi-lagi menghembuskan napas kasar. Ia tidak pernah menduga bahwa Dhafin akan menagih jawabannya hari ini. Rasanya baru kemarin permintaan rujuk itu terucap. Memang sudah terlewat beberapa hari, tetapi apakah harus secepat ini? Dirinya belum menyiapkan jawaban apapun! “Nggak salah Pak Dhafin menagih jawabanmu sekarang karena ingin mendapatkan kepastian darimu.” Mira mengembalikan ponsel Lora. “Kalau dari saranku, kamu lebih baik menjawab apa adanya sesuai dengan kondisimu saat ini,” ucapnya. Lora menggigit bibir bawahnya sambil menatap Mira. “Bukankah itu sama saja dengan mengecewakannya?” tanyanya ragu. “Bahkan saat kamu nggak langsung menjawab dan secara nggak langsung memintanya menunggu itu aja udah membuat Pak Dhafin kecewa banget,” jawab Mira telak. “Iya, juga, ya. Berarti aku harus bilang ke Mas Dhafin kalau aku belum bisa menjawab sekarang gitu?” Mira menganggukkan kepalanya. “Kamu berterus-terang padanya dan bilang kalau kamu masih butuh waktu dalam mengambil kep

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status