Aksa terdiam, wajahnya memerah karena amarah yang membuncah, tapi ada kilatan keraguan di matanya. Sebelum ia bisa merespons, Vania muncul di ambang pintu dapur, wajahnya cemas. “Sayang, sudahlah. Kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik,” katanya dengan suara yang dilembut-lembutkan, membuat Elena jijik melihatnya. Elena dengan napas masih memburu, memandang Vania dengan tatapan dingin. "Kau bilang bicara baik-baik? Lucu, karena seingatku, kau tak pernah memberi kesempatan untuk berbicara sebelum merebut suamiku," kata Elena dengan tajam, lalu berbalik untuk melanjutkan memasak, seolah ingin menutup pembicaraan.Namun, Aksa tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dengan gerakan cepat, dia meraih lengan Elena dan menariknya keras hingga tubuh Elena berputar menghadapnya. “Jangan berpura-pura jadi korban, Elena! Kamu tahu apa yang terjadi! Kamu yang tak bisa memberikan aku anak! Kau pikir aku bisa terus bersabar?!" Aksa membentak, napasnya berat karena emosi yang tak terkendali.Elena men
Read more