Semua Bab Suamiku Bukan Pegawai Biasa: Bab 1 - Bab 10

118 Bab

Tidak di restui

"Karena kamu lebih memilih menikah dengan pria ini, maka tinggalkan rumah dan keluarga ini!"Kalimat itu bergema dalam benak Anisa, membuatnya tersentak dari lamunan. Setahun lebih telah berlalu, tapi luka itu masih terasa nyata. Matanya menerawang ke luar jendela mobil yang melaju pelan menembus jalanan Jakarta yang mulai lengang di sore hari."Apa yang sedang kamu pikirkan sampai mengerutkan kening seperti itu?"Suara dalam nan lembut membuat Anisa menoleh. Adrian, suaminya, menatapnya dengan sorot mata penuh perhatian. Pria itu menggenggam tangan Anisa lembut, seolah berusaha menyalurkan kekuatan."Aku hanya sedang teringat masa lalu," Anisa tersenyum tipis.Adrian mengangguk paham. "Kita sudah sepakat kan? Hari ini kita akan menulis lembaran baru."Anisa menatap Adrian lekat-lekat. Setahun yang lalu, ia memilih untuk meninggalkan keluarganya demi cintanya pada pria ini. Adrian mungkin hanya seorang staff biasa di sebuah perusahaan swasta, jauh dari ekspektasi orangtuanya yang meng
Baca selengkapnya

Pilihan sulit

Suasana tegang masih menyelimuti ruang tamu keluarga besar Anisa. Ucapan terakhir sang ayah membuat semua orang terdiam, seolah menahan napas."Pa, jangan begitu," Ibu Anisa akhirnya angkat bicara, suaranya lembut namun tegas. "Mereka berdua datang dengan niat baik. Lihatlah, kita punya cucu sekarang."Ayah Anisa mendengus, tapi matanya tak lepas dari bayi mungil dalam gendongan Adrian. Perlahan, sorot matanya melembut."Pa, coba kamu gendong cucu kita, lihat dia sangat lucu kan ?" ujar Ibu Anisa.Dengan hati-hati, Ibu Anisa mengambil si kecil dari Adrian dan menyerahkannya pada sang suami. Untuk pertama kalinya, Anisa melihat ekspresi ayahnya berubah. Ada kelembutan yang tak pernah ia lihat sebelumnya saat pria itu menggendong cucunya."Siapa namanya?" tanya Ayah Anisa, masih menatap si bayi."Alisha," jawab Anisa pelan. "Artinya yang mulia dan dilindungi."Ayah Anisa mengangguk pelan. Untuk beberapa saat, suasana hening. Hanya terdengar suara dengkuran halus Alisha."Baiklah," Ayah A
Baca selengkapnya

Babak baru kehidupan

Anisa menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab tawaran Daniel. Ruangan itu hening, menunggu jawabannya."Maaf. Aku menghargai tawaran anda, tapi aku harus menolak," ujar Anisa tegas.Seketika, ruangan meledak dalam kekacauan."Kau gila!" Dimas menggebrak meja, membuat piring-piring bergetar. "Itu kesempatan emas, bodoh!"Anisa berdiri, matanya berkilat-kilat. "Aku bukan bodoh, kak! Ini pilihanku sendiri!""Pilihan?" Ayahnya mendengus, bangkit dari kursinya. "Atau cucian otak dari suamimu yang tidak berguna itu?"Adrian hendak membela diri, tapi Anisa mengangkat tangannya, menghentikannya."Bukan, Yah. Ini murni keinginanku sendiri. Aku ingin fokus menjadi ibu dan istri yang baik untuk Adrian dan Alisha."Siska tertawa mengejek, suaranya melengking tinggi. "Oh, jadi sekarang kau mau jadi budak rumah tangga? Hebat sekali!""Diam kau!" bentak Anisa, membuat semua orang terkejut. Ini pertama kalinya mereka melihat Anisa begitu marah.Reza berdiri, matanya menatap tajam Adrian. "Kau," ia
Baca selengkapnya

Merebut Anisa

Ayah Anisa, dengan mata menyipit penuh curiga, menatap Daniel lekat-lekat. "Apa maksudmu dengan 'merebutnya ', Daniel? Jelaskan padaku!"Ruangan itu seketika hening, semua mata tertuju pada Daniel yang berdiri tegak di ujung meja. Ia menarik napas dalam sebelum menjawab dengan suara mantap."Saya jatuh cinta pada Anisa, Pak. Pada saat pertama kali melihat dia." Daniel menatap satu per satu anggota keluarga. "Keberaniannya, ketegasannya... semua itu membuatku terpesona. Saya ingin merebutnya dari pria itu, memberikannya kehidupan yang lebih layak."Dimas, yang sedari tadi diam, tiba-tiba tertawa keras. "Ini dia! Inilah yang kita tunggu-tunggu!" Ia menepuk pundak ayahnya dengan semangat. "Ayah, ini kesempatan kita!"Ayah Anisa mengangguk, senyum licik tersungging di bibirnya. "Kau benar Dimas. Daniel, kau punya dukungan dan restu penuh dariku. Bawa anakku kembali kerumah ini""Tunggu dulu!" Ibu Anisa berseru, wajahnya pucat. "Kalian tidak bisa melakukan ini semua! Anisa sudah bahagia den
Baca selengkapnya

adik yang cemburu

"S-Siska, dengarkan aku," Reza tergagap, suaranya sedikit bergetar. "Aku tidak... maksudku, aku sama sekali tidak punya perasaan apa-apa pada Anisa. Sungguh!" Siska melipat tangannya di dada, matanya menyipit curiga. "Oh ya? Lalu kenapa kamu terlihat sangat tidak suka saat Daniel menunjukkan ketertarikan padanya?" Reza menelan ludah dengan susah payah. Dia tahu harus meyakinkan Siska, meskipun itu berarti dia harus berbohong. "Sayang, dengar," Reza mencoba menenangkan suaranya. "Apa yang kurasakan dulu pada Anisa... itu sudah lama terkubur. Saat aku menikah denganmu dan menerima perjodohan ini, semua perasaan itu hilang. Kamu satu-satunya wanita dalam hidupku sekarang." Siska masih tampak ragu. "Benarkah? Lalu kenapa kamu begitu kesal tadi?" Reza menghela napas panjang, pikirannya berpacu mencari alasan yang masuk akal. "Itu karena... karena aku tahu seperti apa Daniel. Dia sepupuku, ingat? Aku tahu track record-nya dengan wanita. Aku hanya tidak ingin Anisa terluka." "Jadi kamu
Baca selengkapnya

HIdup Bahagia

Beberapa hari telah berlalu sejak pertemuan keluarga yang penuh ketegangan itu. Kehidupan Anisa kembali ke rutinitas normalnya, dipenuhi dengan tugas-tugas sebagai istri dan ibu muda.Pagi itu, seperti biasa, Anisa sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk Adrian. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara, bercampur dengan suara denting peralatan masak."Sayang, kamu lihat dasi biruku tidak?" suara Adrian terdengar dari kamar.Anisa tersenyum kecil. "Di laci kedua, Adrian. Aku sudah menyetrikanya semalam."Tiba-tiba, tangisan bayi memecah keheningan pagi. Alisha, putri mereka yang baru berusia 3 bulan, terbangun dari tidurnya."Biar aku yang urus," Adrian berkata cepat, melihat Anisa yang masih sibuk dengan penggorengan.Anisa mengangguk penuh terima kasih. "Terima kasih, sayang. Mungkin popoknya perlu diganti."Adrian bergegas ke kamar bayi. Tak lama kemudian, tangisan Alisha mereda, digantikan oleh suara tawa kecil dan celotehan Adrian yang mengajak putrinya bermain.Anisa tersenyum
Baca selengkapnya

Rencana licik

"Kamu... Anisa, kan?" tanya lelaki itu, memecah keheningan di antara mereka.Anisa hanya diam, dahinya berkerut sementara dia berusaha mengingat-ingat di mana dia pernah bertemu dengan pria di hadapannya ini. Wajahnya terasa familiar, tapi Anisa tidak bisa menghubungkannya dengan ingatan yang jelas.Melihat kebingungan di wajah Anisa, lelaki itu tersenyum ramah dan mencoba membantu. "Mungkin kamu lupa. Aku Daniel, sepupu Reza. Kita pernah bertemu waktu makan malam di rumah orangtuamu beberapa hari yang lalu. Aku yang menawarkan pekerjaan padamu saat itu."Mendengar penjelasan itu, ingatan Anisa seketika menjadi jelas. "Ah!" serunya pelan, wajahnya memerah karena malu. "Iya, benar. Maaf, aku baru ingat."Daniel tertawa kecil, "Tidak apa-apa. Wajar kalau kamu lupa. Situasinya waktu itu memang agak... tegang."Anisa menundukkan kepalanya, merasa semakin malu mengingat kejadian malam itu. "Maaf ya, kamu jadi harus menyaksikan pertengkaran keluarga kami. Padahal kamu orang luar.""Hey, jang
Baca selengkapnya

Penguntit

Sosok misterius itu terus mengikuti Anisa dan Daniel, dengan hati-hati memilih tempat duduk yang cukup jauh namun masih memungkinkan untuk mengamati mereka. Dia memesan secangkir kopi, berpura-pura sibuk dengan laptopnya, sementara matanya terus mengawasi target."Ini akan jadi berita besar," gumamnya pelan, jari-jarinya siap di atas tombol kamera ponselnya. "Tinggal menunggu momen yang tepat..."Sementara itu, Daniel menuntun Anisa ke meja di pojok restoran. "Di sini bagaimana? Lebih tenang, jadi kita bisa ngobrol santai," ujarnya dengan senyum ramah.Anisa mengangguk setuju, "Boleh, terima kasih Daniel."Setelah memesan makanan, Daniel bertanya, "Jadi, Anisa, kamu jadi nge-charge HP-mu?"Anisa menggeleng, wajahnya terlihat menyesal. " Aku lupa bawa kabel charger. Bodoh sekali ya aku?""Oh, sayang sekali," Daniel menanggapi. "Tapi tidak apa-apa, kita nikmati makan siang ini saja dulu."Daniel mulai mengajukan berbagai pertanyaan tentang kehidupan Anisa. Awalnya, topik pembicaraan mas
Baca selengkapnya

Alasan

Tring! Ponsel Adrian bergetar di atas meja kerjanya."Nomor tidak dikenal?" gumamnya, alisnya terangkat. Jarinya ragu-ragu sejenak sebelum membuka pesan itu.Detik berikutnya, wajahnya memucat. "Apa-apaan ini?"Di layar ponselnya, terpampang foto Anisa berjalan berdampingan dengan seorang pria asing di sebuah mall. Foto berikutnya membuat jantung Adrian seolah berhenti: tangan pria itu menyentuh bibir Anisa."Tidak... tidak mungkin," Adrian menggeleng keras, seolah berusaha mengusir bayangan itu dari pikirannya.Dengan tangan gemetar, dia mencoba menghubungi Anisa. Sekali, dua kali, tiga kali..."Ayolah, Anisa. Angkat teleponnya!" Adrian menggeram frustasi.Rekan kerjanya, Budi, menoleh dengan heran. "Ada apa, Dri? Kelihatannya panik banget."Adrian menggeleng, berusaha tersenyum. "Nggak apa-apa, Bud. Cuma... ada urusan keluarga."Namun pikirannya terus berkecamuk. 'Anisa tidak mungkin selingkuh. Pasti ada penjelasan untuk ini.'Setelah berkali-kali gagal menghubungi Anisa, Adrian tid
Baca selengkapnya

Semakin Cinta

Jantung Anisa berdegup kencang saat Adrian memperlihatkan layar ponselnya. Di sana terpampang foto-foto Anisa berjalan berdua dengan Daniel di mall. Anisa terkesiap, tangannya refleks menutup mulutnya yang terbuka karena terkejut."Adrian, dari mana kamu mendapatkan foto foto ini ?....Aku bisa jelaskan —" Anisa mulai berbicara, namun kata-katanya terputus saat Adrian menggeser ke foto berikutnya.Foto terakhir membuat dunia Anisa seolah berhenti berputar. Di sana, terlihat jelas Daniel sedang menyentuh bibir Anisa dengan jemarinya.Adrian menatap Anisa, matanya menyiratkan kesedihan dan kebingungan. "Darimana aku mendapat foto-foto ini... itu tidak penting. Yang aku inginkan sekarang adalah kejujuranmu, Anisa. Apa yang sebenarnya terjadi?"Anisa menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri. "Baiklah, aku akan menceritakan semuanya dari awal," ujarnya lembut. "Aku tidak sengaja bertemu Daniel di supermarket. Dia mengajakku makan sebagai kompensasi karena aku menolak tawaran kerjanya.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status