All Chapters of Kebangkitan Istri Rahasia Sang CEO: Chapter 11 - Chapter 20

56 Chapters

BAB 11

"Aku siap menghadapi hari ini," gumam Alyn pada dirinya sendiri saat dia bangun pagi itu, merasakan semangat yang mengalir dalam tubuhnya.Dia berjalan ke cermin, menatap bayangannya dengan tekad yang tak tergoyahkan. "Hari ini, aku akan mengambil kembali kendaliku," lanjutnya, suara dalam hatinya terdengar semakin kuat.Alyn mulai merias diri, mengusap lembut wajahnya dengan bedak yang memberikan kesan natural, namun tetap menonjolkan keanggunannya. "Kau harus bersinar lebih terang, Alyn," dia berbicara pada refleksinya di cermin, sambil merapikan rambutnya yang jatuh dengan indah di bahunya.Setelah puas dengan penampilannya, Alyn memilih setelan kerja terbaiknya, mengenakan blazer hitam yang elegan, dipadukan dengan rok pensil dan blus putih.Sebelum berangkat, Alyn kembali menatap cermin, memastikan setiap detailnya sempurna. "Aku siap," dia mengucapkan dengan penuh keyakinan, mengambil tas kerjanya dan melangkah keluar kamar.Saat Alyn membuka pintu kontrakannya dan melangkah kel
Read more

BAB 12

Begitu lampu di dalam lift padam dan kegelapan menyelimuti mereka, Alyn merasakan dunia di sekitarnya mulai berputar. Detak jantungnya berpacu semakin cepat, napasnya tersengal-sengal dalam kegelapan yang pekat."Alyn, tenang...," suara Rio terdengar samar di telinganya, tetapi itu tidak cukup untuk menahan tubuhnya yang mulai kehilangan kekuatan.Dengan sekejap, lutut Alyn melemas, dan sebelum Rio sempat meraih tangannya, dia terjatuh ke lantai lift, pingsan tanpa suara.Rio merasakan kepanikan menguasainya. Dalam kegelapan yang mencekam, dia meraba-raba, mencari Alyn yang tergeletak di lantai. "Alyn! Bangun!" seru Rio, suaranya penuh kekhawatiran, namun Alyn tidak merespons.Di dalam lift yang kini menjadi ruang tertutup yang menyesakkan, Rio hanya bisa memeluk Alyn, berharap seseorang di luar sana akan segera menyadari apa yang terjadi pada mereka.Rio merogoh saku jasnya dengan tangan yang gemetar, mencari ponselnya di tengah kegelapan yang menekan. Setelah berhasil menemukannya,
Read more

BAB 13

Kata-kata itu menusuk Alyn seperti pisau. Dia merasakan amarah dan rasa sakit bercampur dalam dadanya, namun dia menahan diri, tidak ingin menunjukkan kelemahannya di depan orang-orang kantor.Alyn mengeraskan hati dan mencoba fokus pada pekerjaannya, meskipun hatinya berdenyut kencang akibat tuduhan kejam Felix. Felix mungkin bisa berkata apapun yang dia mau, tapi Alyn tidak akan membiarkan dirinya jatuh hanya karena komentar kejam darinya."Aku harus kuat," bisiknya pada diri sendiri sebelum merapikan berkas di atas meja.Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Nama Dokter MJ muncul di layar, membuat Alyn terkejut."Alyn, saya ingin mengajak Anda untuk konsultasi lebih lanjut tentang Nyctophobia Anda," suara Dokter MJ terdengar tenang namun tegas di ujung sana.Alyn terdiam sejenak, meresapi kenyataan bahwa dia mungkin harus menghadapi sesuatu yang lebih dalam dari sekadar ketakutan biasa. "Baik, Dok. Kapan saya bisa bertemu dengan Anda?""Saya ada waktu akhir pekan. Apakah itu cocok untuk A
Read more

BAB 14

"Hentikan, Bu!" teriak Rio yang muncul di belakang Bryan. "Alyn adalah asistenku, jadi tolong hormati dia.""Hormati? Dia hanya asisten! Jangan berlebihan," bentak Bu Chintya.Rio meraih tangan Alyn ke belakangnya, dan membungkuk dengan sopan kepada Bryan. "Maaf atas semua kekacauan ini. Saya rasa ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan soal bisnis."Felix yang sejak tadi tenggelam dengan dokumen di mejanya seolah tak peduli, segera berdiri. "Apa maksudmu?""Saya Bryan, asisten Tuan Anggara. Saya di sini untuk mewakili Tuan Anggara dalam menawarkan kerja sama dengan perusahaan ini," jelas Bryan, namun pandangannya tertuju pada tangan Alyn yang masih di genggam oleh Rio.Suasana di ruangan itu seketika berubah. Felix dan Bu Chintya saling bertukar tatapan terkejut. Wajah mereka menunjukkan campuran rasa terkejut dan bangga, jelas tidak menduga bahwa Tuan Anggara akan mengirimkan utusannya secara langsung.Felix, meskipun masih menahan ketegangan, merasa b
Read more

BAB 15

Alyn menutup pintu mobil Bryan dengan pelan. Di dalam kabin yang hangat, hanya terdengar suara napas mereka berdua. Cahaya lampu jalan yang temaram menembus kaca, menciptakan bayangan lembut di wajah Bryan yang terlihat serius.Bryan meraih kemudi dengan tangan yang tampak sedikit tegang, namun ia belum menghidupkan mesin. Ia menatap lurus ke depan, seolah mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan yang sulit ini.Alyn bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara. “Bryan, ada apa?” tanyanya lembut, mencoba memahami kecemasan yang terlihat jelas di wajah sahabatnya itu.Bryan menghela nafas panjang sebelum menjawab, suaranya nyaris berbisik di antara gemuruh samar lalu lintas di kejauhan. "Alyn, aku sangat khawatir. Posisi kamu di Wijaya Group sangat berbahaya."Alyn merasakan dadanya berdesir. Ia tahu bahwa Bryan bukan orang yang suka membesar-besarkan sesuatu tanpa alasan yang jelas. "Apa yang kamu maksud? Apa kamu menemukan sesuatu di dalam?"Bryan menatap Alyn den
Read more

BAB 16

"Ini gila!" teriak Bu Chintya, suaranya penuh dengan amarah dan ketidakpercayaan. "Bagaimana bisa kamu menyukai wanita itu? Dia adalah ancaman bagi keluarga kita, Rio! Kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan!"Pak Putra, akhirnya membuka mulutnya lagi. "Jika kamu melanjutkan ini, Rio, maka kamu akan berdiri sendiri melawan kita semua."Rio menatap ayahnya, mengetahui bahwa dia sekarang berada di persimpangan jalan yang berbahaya. Namun, dia tidak mundur.Rio mencoba meredakan ketegangan dengan suaranya yang lebih tenang, meski masih tetap tegas."Maksudku, aku menyukai pekerjaan Alyn. Dia sangat kompeten," ujarnya, mencari kata-kata yang bisa menjelaskan maksudnya dengan lebih jelas. "Aku tidak tahu alasan pasti kenapa dia berhenti menjadi asisten Felix. Tetapi dari data yang kulihat, dia sudah bekerja sejak perusahaan ini di bangun, kan? Dia banyak berjasa. Kenapa kalian begitu menentangnya?"Pak Putra memperhatikan Rio dengan seksama, ekspresi wajahnya tak banyak berubah, namun ada se
Read more

BAB 17

Setelah pertemuan panjang yang tampaknya membebani Felix, Alyn melihat bagaimana dia tertekan oleh ekspektasi yang terus meningkat. Dia bisa merasakan ketegangan yang mencekam di ruangan mewah itu, aroma whiskey menguar dari gelas yang ada di tangan Felix.Alyn mengetuk pintu ruangannya dengan lembut. Felix memberi isyarat untuk masuk, dan Alyn, dengan kecantikannya yang tenang dan mata yang penuh kehangatan, melangkah masuk dengan hati-hati."Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda, Pak Felix?" tanyanya dengan suara lembut namun penuh perhatian.Felix tampak menggelengkan kepala, seakan mencoba menyingkirkan pikiran yang mengganggu. "Tidak apa-apa, Alyn. Saya hanya butuh beberapa momen sendiri."Namun, saat Alyn berbalik untuk pergi, Felix mendadak meminta agar dia tetap di sana. "Tunggu," katanya, suaranya terasa tercekat. "Apakah Anda bisa tetap di sini sebentar?"Alyn terkejut, tetapi berusaha menjaga ekspresinya. Dia mengangguk dan duduk di kursi di depan meja
Read more

BAB 18

Sepulang bekerja, Alyn memutuskan untuk mampir ke mall yang terletak tidak jauh dari kantornya. Langit sudah mulai gelap, dan lampu-lampu kota yang berkilauan memberi suasana tenang yang dia butuhkan setelah hari yang penuh tekanan.Alyn melangkah menuju kafe kecil di sudut mall, matanya segera menangkap pemandangan barista yang sibuk meracik kopi di balik meja kasir. Suasana hangat yang diciptakan oleh cahaya lampu redup membuat tempat ini terasa nyaman, dan tanpa berpikir panjang, dia memutuskan untuk masuk."Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pelayan dengan nada suara yang lembut.Alyn memandang papan menu di atas meja kasir, namun pikirannya terasa kosong. Setelah seharian penuh dengan beban kerja dan pikiran yang bergejolak, dia tidak terlalu memikirkan apa yang akan dipesannya."Selamat malam," jawab Alyn dengan senyum tipis. "Saya ingin pesan... mungkin cappuccino, ya. Oh, dan satu potong kue cokelat itu."Pelayan mencatat pesanannya d
Read more

BAB 19

Alyn terhenti, tubuhnya menegang seketika mendengar hinaan itu. Namun, sebelum dia sempat bereaksi, Bryan kembali mempererat genggamannya di tangan Alyn, seolah ingin memastikan dia tidak terpengaruh oleh kata-kata keji tersebut.Dengan tatapan tajam, Bryan menoleh ke arah Ericka. "Kendalikan dirimu, Nona Ericka," ucapnya dengan nada dingin. "Jangan bawa masalah pribadi ke tempat umum. Apa yang kau katakan tidak akan merubah kenyataan bahwa butik ini bukan lagi milikmu."Ericka terdiam, terengah-engah dalam kemarahannya, tapi tidak ada yang bisa dia jawab. Sementara itu, Alyn menunduk, berusaha menenangkan diri, merasa campuran antara malu, marah, dan ketidakpercayaan pada situasi yang sedang terjadi.Bryan, tanpa berkata lagi, segera membawa Alyn pergi dari sana, meninggalkan Ericka dalam kepedihan yang dia ciptakan sendiri."Ericka, apa maksudnya butik ini bukan milikmu lagi?" tanya Felix, suaranya dipenuhi kebingungan dan kekhawatiran.Ericka berhenti sejenak,
Read more

BAB 20

Rumah besar keluarga Anggara selalu tampak megah dan rapi, dengan dekorasi klasik yang menambah kesan elegan. Langkah kaki Alyn terdengar jelas di lantai marmer, setiap jejaknya seperti membawa kenangan masa lalu yang kembali berputar dalam benaknya.Bryan berhenti sejenak, memberi isyarat kepada Alyn untuk melanjutkan sendiri. Dia mengerti bahwa pertemuan ini pribadi antara Alyn dan ayahnya.Alyn mengangguk pelan, berterima kasih dalam diam, lalu melangkah maju. Dia menuju ruang kerja Tuan Anggara, tempat di mana dia tahu ayahnya sering menghabiskan waktu. Dengan hati-hati, Alyn mengetuk pintu dan mendorongnya perlahan.Di balik pintu, Tuan Anggara duduk di belakang meja besar dengan tumpukan dokumen di depannya. Wajahnya yang biasanya tegas tampak sedikit melunak saat melihat putrinya memasuki ruangan."Alyn," panggil Tuan Anggara dengan suara dalamnya yang berwibawa. "Sudah lama kau tidak pulang."Alyn menunduk sedikit, berusaha menyembunyikan perasaan canggung yang masih terasa as
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status