Home / Pernikahan / ISTRI BERCADAR YANG TERNODA / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of ISTRI BERCADAR YANG TERNODA: Chapter 31 - Chapter 40

106 Chapters

BAB 31 Misteri Obat Terpecahkan

Perintah Risma, membuat Alan terkejut, dulu memang ia berniat menceraikan Zahira, tapi rasanya saat ini ia telah berubah pikiran, kini hatinya yang justru tertawan oleh kecantikan Zahira. Gadis itu bukan hanya cantik di wajah, tapi juga cantik di hati, berbeda dengan kebanyakan kaum wanita yang selama ini dikenalnya, Zahira begitu sangat spesial.“Aku tidak akan menceraikan Zahira,” jawab Alan.“Alan, ada apa denganmu, apa kamu juga seperti Oma, terhipnotis oleh gadis cadar itu, sementara ibunya berusaha memenjarakanmu, apa hal ini tidak membuatmu, menyesal menikahi Zahira?” Risma menatap dalam Alan yang duduk di depannya.“Aku rasa ini bukan kemauan Bu Fatima, dia wanita yang baik, aku yakin, Bu Fatima hanya dijadikan kambing hitam, Ibu Fatima pasti memaafkanku, aku rasa ini perbuatan orang lain dengan memanfaatkan kasus kecelakaan itu.”“Jadi sekarang kamu, menyalahkan orang lain, lalu siapa yang menginginkan dirimu di penjara, kamu jangan terpedaya dengan Zahira, dan ibunya,” timpa
Read more

BAB 32 Ancaman Untuk Amanda

Begitu sampai di sebuah rumah mewah minimalis, Zahira turun dari mobil, dan langsung masuk ke dalam rumah, langkah kakinya menuju lantai atas, di mana kamar Amanda berada. Zahira terlihat marah, ia sungguh tak menyangka saudaranya berniat buruk pada ibunya.Brak! Di bukanya pintu kamar dengan keras, membuat sang pemilik kamar terkejut, Amanda menoleh ke arah pintu.“Zahira, ini sudah larut malam, untuk apa kamu datang ke rumahku!” bentak Amanda.Zahira melangkah mendekati Amanda, lalu mendorong tubuh Amanda hingga terjatuh di tempat tidur.“Kamu yang memberikan ibuku obat ini, hingga ibu mengalami seragan jantung ’kan!” tuduh Zahira dengan tegas.“Jangan menuduh tanpa bukti, aku bisa menuntutmu!” timpal Amanda berusaha bangkit. Tapi di dorong lagi oleh Zahira.“Mah...Ayah..!” teriak Amanda.Teriakan Amanda membuat Anita dan Wijaya berlari ke kamar Amanda.“Zahira!” bentak Anita, terkejut melihat Zahira ada di dalam kamar Amanda dan terlihat marah.“Zahira, ada apa?” tanya Wijaya.“Ama
Read more

BAB 33 Kecemasan Zahira

Angin pagi memasuki jendela kamar perawatan, hingga menyapu wajah Zahira yang berdiri di dekat jendela, tatapannya menerawang jauh menembus bangunan tinggi yang menjuang ke langit. Lalu ia berjalan mendekati brankar, di mana sang ibu sedang terbaring. Zahira mengusap lembut tangan Fatima, dan menatap lembut sang ibu, dengan pelan, dia bertanya.“Apa, Amanda menemui ibu sebelum ibu sakit?”“Iya, Hira, Amanda menemui ibu, ia membawa seorang teman, katanya di suruh oleh Ayahmu, untuk menandatangani berkas, kata Amanda untuk beasiswamu di kampus,” jelas Fatima.“Ibu, asal tanda tangan ‘kan, tidak membaca isi formulir itu?”“Bagaimana ibu membacanya, kaca mata itu hilang entah ke mana, karena Amanda dan temannya buru-buru, ya sudah, ibu tanda tangan saja,” ungkap Fatima pelan.Zahira bernapas lega, karena dugaannya terbukti benar, tapi belum bisa mengungkapkan kejadian yang sebenarnya pada Fatima, dengan alasan kondisi Fatima, yang masih lemah.Tak berselang lama, Nina, masuk ke kamar per
Read more

BAB 34 Bebasnya Alan

“Zahira, Ibu, belum mengerti dengan ucapanmu, jelaskan dengan benar,” pinta Fatima dengan wajah dan nada serius.“Sebelas tahun yang lalu yang mengendari mobil sport, adalah Mas Alan, waktu itu ia berusia tepat tujuh belas tahun. Orang tua Mas Alan, mengambil keputusan, untuk menyembunyikan Mas Alan ke luar negeri dan menimpakan kesalahannya pada sopir keluarga yaitu Pak Badrun,” jelas Zahira.“Oh... jadi kedatangan Alan yang kedua kalinya, di rumah ibu, adalah karena ia menyadari, jika aku adalah korban kecelakaan itu, pantas saja, ia menawarkan pengobatan lagi pada cacat kakiku ini.” Fatima tampak berpikir.“Setelah mengetahui ini, apa ibu marah, atau akan memaafkan Mas Alan?”Helaan napas pelan terdengar di bibir Fatima, lalu tangannya meraih jemari Zahira dengan tatapan hangat.“Aku memaafkan Alan, aku melihat waktu itu ada rasa penyesalan di matanya, dan niatnya untuk  bertanggung jawa
Read more

BAB 35 Ancaman Abram

Zahira dan Alan sudah sampai di kediaman Fatima, rumah kecil dan mungil itu tampak asri dengan tanaman bunga yang terhampar di halaman yang luas.Alan keluar dari mobil sedannya di susul Zahira, sementara Fatima, sudah menyambut kedatangan putri dan menantunya di ambang pintu, seraya mengukir senyum, tidak ada yang membuatnya bahagia, kecuali kebahagian Zahira.“Assalamualaikum, ibu,” sapa salam Zahira sambil menjabat tangan dan mencium dengan takjim punggung tangan sang ibu, demikian juga Alan, walau terasa aneh, ia mengikuti apa yang dilakukan Zahira.“Masuklah,” ajak Fatima.“Lalu ketiganya masuk dan duduk di sofa usang.”“Aku ingin meminta maaf,” ujar Alan.“Ibu, sudah memaafkanmu, penuhi janjimu pada ibu,” pinta Fatima, menatap serius pria muda di samping Zahira.Alan seketika meraih tangan Zahira dan menatap Zahira penuh cinta.”Aku berjanji akan membuat Za
Read more

BAB 36 Paket Lukisan

Abram menyetir sedan merah, menuju kantor Wira Campany, pria yang mengenakan kemeja warna biru doker itu menuju ruangannya, tapi kakinya terhenti ketika melihat Ridwan.“Pagi, Pah, bisakah kita bicara sebentar,” pinta Abram.“Oh.. Abram, Papah sibuk, hari ini ada meeting dengan klien penting dari Singapura, seandainya Alan sudah di sini, pasti dia bisa menghandle pekerjaanku,” timpal Ridwan.Pernyataan Ridwan semakin membuat meradang Abram, sejak dulu pria tengah baya itu meremehkan Abram, dalam bisnis.“Baiklah.” Abram, kembali melangkah menuju ruangannya, duduk dan mulai membuka laptopnya, foto Zahira tampak di layar laptop. Terlihat mata tajam Abram, begitu terpesona, bahkan mata tajamnya terlihat memuja Zahira.“Aku harus mendapatkanmu, Zahira, aku juga bisa seperti Alan, kamu pasti akan kagum, padaku, jika aku menduduki jabatan CEO ‘kan,” gerutu Abram, sambil tersunging senyum misteri.Sementara itu Zahira dan Alan, berjalan menyusuri kebun strawbery, keduanya tampak seperti sepa
Read more

BAB 37 Mental Zahira Diragukan

Hati Zahira terasa perih, ia tak menyangka Abram, akan terobsesi padanya seperti orang telah kehilangan akal, di tatapnya lukisan itu, bentuk tubuhnya terekpos sempurna dalam kanvas, bahkan kaki Zahira terasa lemas, menatap dirinya yang setengah telanjang. Air mata seketika luruh, kenangan pahit tiga tahun yang lalu kembali terkuak.“Tidak akan aku biarkan kamu merusak mentalku seperti ini, ada yang harus aku pertahankan, yaitu Mas Alan,” gerutu Zahira, dengan cepat ia membawa lukisan itu keluar kamar, dan menuju halaman samping, diraihnya pemantik api, dan dibakarnya lukisan dirinya. Suara mobil berhenti di halaman rumah, Zahira terlihat panik, karena lukisan belum semua terbakar, dengan cepat di guyurnya api yang dengan air , lalu dibuang sisa lukisan yang sebagian besar menjadi abu itu ke dalam tong sampah.“Zahira, apa yang kamu lakukan di situ?” tanya Alan, dengan mengeryitkan dahi.“Ini, Mas, aku membakar sampah kertas,”
Read more

BAB 38 Kecemburuan Alan Pada Abram

Risma keluar ruangan Alan, dengan wajah cemberut dan kesal, langkahnya diperlebar keluar dari gedung kantor Wira campany. Belum lagi langkahnya sampai, panggilan Abram, menghentikan langkah Risma.“Mamah...”“Oh Abram.”“Ada perlu apa, datang ke Wira Campany?” tanya Abram.“Mamah, baru saja bertemu Alan. Oh ..ya bagaimana perkerjaanmu?” tanya balik Risma, dengan wajah datarnya.“Pekerjaanku akan baik-baik saja, jika Mamah mendukungku, bukan mendukung Alan.” Terdengar suara Abram ketus.Wajah Risma, semakin kesal, kedua putranya saat ini membuat naik pitam.“Kita bicara di ruanganmu,” ajak Risma, lalu keduanya pun melangkah menuju ruang kantor AbramRisma duduk di kursi depan meja kerja, dan menatap Abram, yang sudah duduk di kursinya.“Mamah ingin tahu, dari mana kamu tahu, jika kamu bukan darah daging Ridwan?” suara Risma terdengar pelan.Abram, tersenyum, getir. ”Dari tes Dna yang aku lakukan 3 tahun yang lalu, Mamah sendiri yang membuatku curiga, jika aku bukan anak Ridwan, Mamah
Read more

BAB 39 Kesepakatan Abram Dan Zahira

Dengan wajah dinginnya, Alan menaruh ponsel dengan kasar di atas meja, ditatapnya Zahira yang saat ini belum sadar. Wajah cantik alami yang bergitu mempesona, pastilah akan membuat semua lelaki mengaguminya.Perlahan terlihat Zahira mulai membuka matanya, tangannya pun bergerak pelan, Alan mendekat ke arah brankar.“Zahira..”“Mas, apa aku di rumah sakit?”“Iya, kamu sedang menjalani perawatan.”“Istirahatlah, kondisimu masih lemah, tapi tidak ada luka serius, aku akan menuntut pengendara sepeda montor yang menabrakmu itu,” ucap Alan.“Jangan, Mas, aku yang salah, kurang berhati-hati waktu menyebrang.”“Tapi, kenapa bisa kamu terledor di jalan, Zahira,” cerca Alan.“Aku...” Zahira menjeda ucapanya, seakan ada sesuatu yang di sembunyikan.“Sudahlah, istirahat, aku akan menemanimu di sini.” Alan mengusap pucuk kepala Zahira, lalu beralih menuju sofa, dan membaringkan tubuhnya, setelahnya berusaha memejamkan matanya, walau ada keinginan mencerca Zahira, kenapa ia menghubungi Abram, sebe
Read more

BAB 40 Cara Licik Abram

Zahira kembali ke kamar perawatan, kini Zahira duduk di sofa, menatap lukisan yang masih terbungkus rapi.“Suster, tinggalkan aku sendiri,” suruh Zahira.“Baik, Nyonya.”Zahira membuka kertas pembungkus lukisan, sebuah lukisan bunga teratai warna putih terlihat, ia bernapas lega, karena ia pikir Abram, memberikan lukisan gambarnya, tapi perasaan was-was masih menggantung di wajahnya, ia tak bisa seratus persen percaya pada Abram. Bisa saja pria itu masih menyimpam gambarnya, dan suatu saat seperti bom waktu yang siap meledak.Sementara itu, Abram, telah kembali ke kantor Wira Campany, sesampainya, di sana, Alan menunggunya dengan wajah dinginnya.“Untuk apa kamu menemui Zahira?” tanyanya dengan tangan dimasukan ke saku, dan menatap serius Abram.“Zahira, ingin membeli lukisanku, tapi aku tidak manjualnya, jadi aku berikan sebuah lukisan sebagai hadiah untuknya,” jawab Abram, dengan tenang.“Zahira ingin lukisanmu,” gumam Alan, lalu ia mengingat, jika Zahira pernah mengagumi lukisan ya
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status