Mas Hadri membawaku pulang dari rumah sakit setelah dua malam dirawat. Dia menjemputku, membantu memapahku yang sebenarnya sudah sangat bugar untuk berjalan sendirian.Kami masuk ke rumah, Mas Hadri menenteng tas yang kupakai saat ke rumah ibu mertua. Dia meletakkannya di meja, lalu bertanya, “Mau masuk ke kamar, Sayang?”Sejenak, aku diam. Sebenarnya bukan diam karena sakit atau lelah, aku diam seraya mengitari rumah dengan sorot mata. Dua malam tidur di luar, Mas Hadri terpaksa kutinggalkan di rumah ini lagi, bahkan tanpa meminta Fani pulang. Ditambah lagi, ada sepotong ingatan mengerikan yang terus berusaha kucari kebenarannya.“Tidak dulu, Mas. Aku mau duduk sebentar di sini,” jelasku pada Mas Hadri.“Ya sudah, Mas masuk dulu, Sayang. Kalau kamu butuh sesuatu, panggil Mas atau Fani!” balasnya seraya membantuku duduk di sofa.Tidak butuh waktu lama, setelah Mas Hadri memastikan aku aman di sana, dia beranjak pergi. Mas Hadri meninggalkanku, dia berjalan yakin menuju kamar kami seor
Read more