Semua Bab Istri Kedua Sang CEO: Bab 11 - Bab 20

33 Bab

11. Melakukan Kesalahan

Di tempat peristirahatan, Eliana baru saja memeriksa ponselnya saat menyelesaikan pekerjaannya. Ia menyandarkan kepalanya di sebuah kursi panjang. “Lelah sekali hari ini.” Eliana melihat seseorang mengulurkan segelas minuman untuknya. “Maxime?” Eliana segera menegakkan tubuhnya. “Mau minuman? Aktingmu luar biasa hari ini. Aku sangat kagum kepadamu.” Eliana merasa tersipu. Ia tidak menyangka Maxime akan memujinya. Setelah memberikan segelas minuman, aktor tampan itu pergi ke toilet. Eliana menikmati minuman itu. Kemudian ia melihat beberapa pesan di ponselnya. “Apa? River tadi datang ke sini? Itu berarti ... tidak. Tidak mungkin. Dia pasti sangat marah jika melihatku bersama Maxime. Aku tidak akan membiarkan ini terjadi. Aku sangat mengagumi Maxime. Aku tidak mungkin bisa menolak permintaan ini.” Eliana berdiri dengan resah. Ia mondar-mandir seorang diri. Memikirkan cara yang tepat agar River tidak marah dan menyuruhnya berhenti sebagai pemain film dewasa. Sementara
Baca selengkapnya

12. Menggoda River

River berniat untuk membuntuti Eliana, tetapi sekretarisnya datang dan memberikan beberapa dokumen yang harus ditandatangani segera. River mendesah pelan. Ia memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri. Rasa pusing yang tiba-tiba muncul membuatnya merasa seakan-akan dunia berputar di sekelilingnya. Pikiran tentang Eliana yang terus mengganggu dan beban pekerjaan yang tak kunjung habis, semakin memperparah kondisinya. “Pak River, ini dokumen yang harus segera ditandatangani,” ujar Nada—sang sekretaris dengan suara lembut namun tegas. River menatap tumpukan dokumen di hadapannya dengan tatapan lelah. “Baiklah, Nada. Letakkan di meja saya,” jawabnya sambil menghela napas panjang. Nada mengangguk dan meninggalkan ruangan, membiarkan River bergulat dengan pikirannya sendiri. CEO tampan itu meraih dokumen pertama, mencoba fokus, tetapi pikirannya terus melayang kembali ke Eliana. River menggeleng, kali ini dengan gerakan yang lebih tegas. Wajahnya tetap dingin dan tatapannya jau
Baca selengkapnya

13. Di Bawah Pengaruh Obat Perangsang

Malam semakin larut. Shiera berdiri gemetar di sudut ruangan kamar hotel mewah itu. “Aku yakin River tidak akan datang.” Shiera berjalan mondar-mandir. Kain tipis gaunnya melambai lembut setiap kali dia bergerak. Namun setiap sentuhan kain di kulitnya membuatnya merasa semakin resah dan takut. “Apa yang harus aku lakukan? Mana mungkin aku bisa menggoda River? Bahkan ia tidak mengharapkan kehadiranku sama sekali.” Tiba-tiba pintu kamar terbuka. River berdiri dengan tenang. Ia mengenakan jas hitam yang tampak sempurna melekat pada tubuh atletisnya. Jas itu dipotong rapi, menonjolkan bahu lebarnya dan pinggang yang ramping. Kemeja putih bersih yang dikenakannya terlihat kontras dengan warna gelap jasnya, sementara dasi hitam menambah sentuhan elegan pada penampilannya. Sepasang mata tajam berwarna hitam pekat itu seolah bisa menembus jiwa siapa pun yang ditatapnya. River berjalan mendekat. Setiap langkahnya membuat Shiera semakin takut. Jari-jarinya yang kurus meremas uj
Baca selengkapnya

14. Berteriak Atau Marah

Shiera duduk di tepi ranjang, tubuhnya masih terasa lemas. Ia merasakan ngilu di bagian miliknya, sisa-sisa peristiwa yang tak ingin ia ingat kembali. Dengan gemetar, Shiera membuka ponselnya dan mencari cara di internet untuk mengurangi rasa sakitnya. Setiap kata yang ia baca hanya menambah kepedihannya, mengingatkan akan kenyataan pahit yang harus ia hadapi. Cukup lama Shiera beristirahat di kamar, terjebak dalam pikirannya yang penuh dengan rasa sakit dan ketakutan. Ponselnya berdering tanpa henti, mengganggu ketenangan semunya. Wanita itu segera memeriksanya, melihat nama Adnan tertera di layar. “Shiera, kamu di mana? Ini sudah siang, kenapa kamu belum sampai di restoran?” tanya Adnan dari balik telepon, suaranya terdengar khawatir. “Aku sedang tidak enak badan, Adnan. Tolong sampaikan ke Pak Bos, ya? Aku ingin beristirahat hari ini,” jawab Shiera dengan suara lemah. Adnan terdiam sejenak, mencerna kata-kata Shiera. “Baik, aku akan sampaikan. Tapi Shiera, kamu yaki
Baca selengkapnya

15. Frustrasi

Eliana berhenti sejenak, menatap Shiera dengan tatapan penuh tanda tanya. “Apa itu, Shiera?” Shiera menatap Eliana dengan ragu-ragu, namun akhirnya mengumpulkan keberanian untuk bertanya. “Aku dengar dari adikku kalau kamu yang menolong ibuku saat sakit. Kenapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya?” Eliana sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu, tetapi segera ia menguasai dirinya. Wanita itu memasang senyum samar dan menjawab dengan tenang. “Oh, itu. Sebenarnya aku sedang menjenguk teman yang sakit di rumah sakit yang sama. Ketika aku melihat ibumu, aku merasa berkewajiban untuk menolongnya.” Shiera mengerutkan kening, tidak sepenuhnya puas dengan jawaban itu. “Tapi kenapa kamu tidak memberitahuku, El? Aku mungkin bisa datang lebih cepat kalau tahu.” Eliana berusaha mencari alasan yang tepat agar Shiera percaya. Ia berpikir cepat, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. “Shiera ... itu karena keadaan sangat mendesak. Aku tidak dapat berpikir lagi. Aku sudah punya r
Baca selengkapnya

16. Merasa Cemas

River mengemudi tanpa tujuan yang jelas. Ia hanya ingin menjauh dari semua yang telah mengganggu konsentrasinya. Lelaki itu berharap bisa menemukan ketenangan dalam keheningan. Namun pikirannya tetap terikat pada Shiera, pada kejadian malam itu, dan pada perasaan bersalah yang semakin mendalam. Eliana menatap pintu yang baru saja ditutup oleh River. Dia tahu suaminya tidak jujur. Ada sesuatu yang sangat mengganggunya dan itu bukan hanya pekerjaan. Tetapi Eliana memilih untuk tidak menekannya lebih lanjut. Sebaliknya, dia mencoba mengalihkan pikirannya dengan sarapan yang ada di hadapannya, meskipun nafsu makannya juga mulai berkurang. Di lantai atas, Shiera mendengar suara mobil River yang menjauh. Ia kemudian beranjak dari tempat tidur dan bergabung dengan Eliana. “Pagi, El. Maaf, aku bangun kesiangan.” Shiera segera duduk berhadapan dengan Eliana. Ia ikut sarapan dalam keadaaan lebih rileks. “Oh, ya, tidak apa-apa, Shiera. Santai saja. Makanlah yang banyak, jangan sam
Baca selengkapnya

17. Lebih Keras

Dari dalam mobil, River bisa melihat Shiera berbicara dengan beberapa karyawan restoran. Ia tampak akrab dengan mereka, mungkin mereka adalah teman kerjanya. Setelah beberapa saat Shiera mengganti pakaiannya dengan seragam restoran yang sederhana, tetapi tetap terlihat anggun. Wajahnya tampak lebih cerah dibandingkan ketika di rumah, meskipun masih ada bayang-bayang kelelahan di matanya. Adnan merasa lega melihat Shiera kembali bekerja. Namun ia masih khawatir dengan keadaan sahabatnya. River keluar dari mobil dan mendekati restoran dengan hati-hati. Ia memilih tempat yang tidak terlalu mencolok, tetapi cukup strategis untuk bisa mengamati Shiera tanpa ketahuan. Di balik kaca jendela restoran, ia melihat Shiera bergerak lincah, melayani pelanggan dengan senyum yang tulus. Ada sesuatu dalam cara Shiera bekerja yang membuat hati River bergetar. “Dia benar-benar menikmati pekerjaannya di sini,” pikir River. “Mungkin ini alasan dia sering menghilang dari rumah.” Mata River ta
Baca selengkapnya

18. Terlihat Sangat Kacau

Shiera tidak berani mengangkat wajahnya. Ia merasakan kegelisahan yang membayang di benaknya. Suara River terdengar penuh ketegangan, dan ia takut salah bicara. “Aku ... aku hanya merasa tidak nyaman,” jawab Shiera pelan, suaranya hampir seperti bisikan. River mendesah kasar, memukul setir mobil dengan tangannya. “Apa yang kamu lakukan di restoran itu dengan lelaki tadi?” tanyanya dengan nada yang penuh tekanan. Shiera mengangkat wajahnya perlahan, melihat ekspresi River yang tegang dan penuh amarah. “Aku ... aku bekerja di sana, River. Itu pekerjaanku,” jawabnya dengan suara bergetar meski tidak menjawab semua pertanyaan River. River menatap Shiera dengan tatapan yang sulit diartikan. Matanya menyiratkan perasaan yang bercampur aduk, antara marah dan kecewa. “Kamu bekerja di sana? Kenapa kamu tidak pernah bilang?” tanyanya dengan nada yang tajam. Shiera terdiam, merasa bingung dengan perubahan sikap River. Ia tidak mengerti mengapa River begitu marah. “Aku ... a
Baca selengkapnya

19. Terkejut

Shiera hanya bisa menggeleng pelan. “Aku ... aku butuh bicara denganmu, Adnan. Bisakah kita berbicara sebentar?” pintanya dengan suara yang hampir pecah. Adnan mengangguk, menuntun Shiera ke meja kosong di pojok restoran. “Apa yang terjadi, Shiera? Ceritakan padaku,” ucap Adnan sambil menatap sahabatnya dengan penuh perhatian. Shiera menarik napas kuat-kuat. Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menceritakan semuanya kepada Adnan. “River marah kepadaku, Adnan. Aku tidak tahu apa yang salah. Aku hanya bekerja di sini, tetapi dia terlihat begitu kecewa dan marah,” ungkap Shiera dengan suara yang penuh kepedihan. Adnan mendengarkan dengan seksama, mencoba memahami situasi yang dihadapi sahabatnya. “Tunggu dulu, sebenarnya ada hubungan apa antara kamu dengan River?” tanya Adnan penuh selidik. Shiera menatap Adnan dengan mata yang berkaca-kaca. Rasa malu dan takut bercampur menjadi satu dalam hatinya. Ia tahu bahwa waktunya telah tiba untuk mengungkapkan kebenaran yang
Baca selengkapnya

20. Berduaan

River tidak langsung menjawab. Ia membiarkan keheningan menggantung di antara mereka, menciptakan atmosfer yang semakin mencekam. Langkah kakinya yang berat terdengar menggema saat ia mendekati Shiera dengan pelan, penuh perhitungan. Setiap langkahnya membuat detak jantung Shiera semakin cepat, seolah menghantam dadanya dengan kekuatan yang sulit diabaikan.Tatapan tajam River mengunci mata Shiera, memaksanya untuk tetap berada di tempat, meski keinginannya untuk lari begitu kuat. “Kenapa kamu selalu menunduk setiap kali berhadapan denganku?” tanya River dengan suara rendah yang terasa menekan. Ada sesuatu dalam suaranya yang membuat Shiera merasa semakin kecil, seolah semua udara di ruangan itu menghilang dalam sekejap.Shiera menundukkan wajahnya lebih dalam, takut menatap langsung ke mata River. Ada ketegangan yang mengalir deras dalam pembuluh darahnya, membuat tubuhnya gemetar halus. Ia tidak tahu harus menjawab apa, bahkan untuk sekadar mengeluarkan suara pun terasa berat.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status