Beranda / Pernikahan / Istri Kedua Sang CEO / 14. Berteriak Atau Marah

Share

14. Berteriak Atau Marah

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Shiera duduk di tepi ranjang, tubuhnya masih terasa lemas. Ia merasakan ngilu di bagian miliknya, sisa-sisa peristiwa yang tak ingin ia ingat kembali.

Dengan gemetar, Shiera membuka ponselnya dan mencari cara di internet untuk mengurangi rasa sakitnya.

Setiap kata yang ia baca hanya menambah kepedihannya, mengingatkan akan kenyataan pahit yang harus ia hadapi.

Cukup lama Shiera beristirahat di kamar, terjebak dalam pikirannya yang penuh dengan rasa sakit dan ketakutan.

Ponselnya berdering tanpa henti, mengganggu ketenangan semunya. Wanita itu segera memeriksanya, melihat nama Adnan tertera di layar.

“Shiera, kamu di mana? Ini sudah siang, kenapa kamu belum sampai di restoran?” tanya Adnan dari balik telepon, suaranya terdengar khawatir.

“Aku sedang tidak enak badan, Adnan. Tolong sampaikan ke Pak Bos, ya? Aku ingin beristirahat hari ini,” jawab Shiera dengan suara lemah.

Adnan terdiam sejenak, mencerna kata-kata Shiera. “Baik, aku akan sampaikan. Tapi Shiera, kamu yaki
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Kedua Sang CEO   15. Frustrasi

    Eliana berhenti sejenak, menatap Shiera dengan tatapan penuh tanda tanya. “Apa itu, Shiera?” Shiera menatap Eliana dengan ragu-ragu, namun akhirnya mengumpulkan keberanian untuk bertanya. “Aku dengar dari adikku kalau kamu yang menolong ibuku saat sakit. Kenapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya?” Eliana sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu, tetapi segera ia menguasai dirinya. Wanita itu memasang senyum samar dan menjawab dengan tenang. “Oh, itu. Sebenarnya aku sedang menjenguk teman yang sakit di rumah sakit yang sama. Ketika aku melihat ibumu, aku merasa berkewajiban untuk menolongnya.” Shiera mengerutkan kening, tidak sepenuhnya puas dengan jawaban itu. “Tapi kenapa kamu tidak memberitahuku, El? Aku mungkin bisa datang lebih cepat kalau tahu.” Eliana berusaha mencari alasan yang tepat agar Shiera percaya. Ia berpikir cepat, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. “Shiera ... itu karena keadaan sangat mendesak. Aku tidak dapat berpikir lagi. Aku sudah punya r

  • Istri Kedua Sang CEO   16. Merasa Cemas

    River mengemudi tanpa tujuan yang jelas. Ia hanya ingin menjauh dari semua yang telah mengganggu konsentrasinya. Lelaki itu berharap bisa menemukan ketenangan dalam keheningan. Namun pikirannya tetap terikat pada Shiera, pada kejadian malam itu, dan pada perasaan bersalah yang semakin mendalam. Eliana menatap pintu yang baru saja ditutup oleh River. Dia tahu suaminya tidak jujur. Ada sesuatu yang sangat mengganggunya dan itu bukan hanya pekerjaan. Tetapi Eliana memilih untuk tidak menekannya lebih lanjut. Sebaliknya, dia mencoba mengalihkan pikirannya dengan sarapan yang ada di hadapannya, meskipun nafsu makannya juga mulai berkurang. Di lantai atas, Shiera mendengar suara mobil River yang menjauh. Ia kemudian beranjak dari tempat tidur dan bergabung dengan Eliana. “Pagi, El. Maaf, aku bangun kesiangan.” Shiera segera duduk berhadapan dengan Eliana. Ia ikut sarapan dalam keadaaan lebih rileks. “Oh, ya, tidak apa-apa, Shiera. Santai saja. Makanlah yang banyak, jangan sam

  • Istri Kedua Sang CEO   17. Lebih Keras

    Dari dalam mobil, River bisa melihat Shiera berbicara dengan beberapa karyawan restoran. Ia tampak akrab dengan mereka, mungkin mereka adalah teman kerjanya. Setelah beberapa saat Shiera mengganti pakaiannya dengan seragam restoran yang sederhana, tetapi tetap terlihat anggun. Wajahnya tampak lebih cerah dibandingkan ketika di rumah, meskipun masih ada bayang-bayang kelelahan di matanya. Adnan merasa lega melihat Shiera kembali bekerja. Namun ia masih khawatir dengan keadaan sahabatnya. River keluar dari mobil dan mendekati restoran dengan hati-hati. Ia memilih tempat yang tidak terlalu mencolok, tetapi cukup strategis untuk bisa mengamati Shiera tanpa ketahuan. Di balik kaca jendela restoran, ia melihat Shiera bergerak lincah, melayani pelanggan dengan senyum yang tulus. Ada sesuatu dalam cara Shiera bekerja yang membuat hati River bergetar. “Dia benar-benar menikmati pekerjaannya di sini,” pikir River. “Mungkin ini alasan dia sering menghilang dari rumah.” Mata River ta

  • Istri Kedua Sang CEO   18. Terlihat Sangat Kacau

    Shiera tidak berani mengangkat wajahnya. Ia merasakan kegelisahan yang membayang di benaknya. Suara River terdengar penuh ketegangan, dan ia takut salah bicara. “Aku ... aku hanya merasa tidak nyaman,” jawab Shiera pelan, suaranya hampir seperti bisikan. River mendesah kasar, memukul setir mobil dengan tangannya. “Apa yang kamu lakukan di restoran itu dengan lelaki tadi?” tanyanya dengan nada yang penuh tekanan. Shiera mengangkat wajahnya perlahan, melihat ekspresi River yang tegang dan penuh amarah. “Aku ... aku bekerja di sana, River. Itu pekerjaanku,” jawabnya dengan suara bergetar meski tidak menjawab semua pertanyaan River. River menatap Shiera dengan tatapan yang sulit diartikan. Matanya menyiratkan perasaan yang bercampur aduk, antara marah dan kecewa. “Kamu bekerja di sana? Kenapa kamu tidak pernah bilang?” tanyanya dengan nada yang tajam. Shiera terdiam, merasa bingung dengan perubahan sikap River. Ia tidak mengerti mengapa River begitu marah. “Aku ... a

  • Istri Kedua Sang CEO   19. Terkejut

    Shiera hanya bisa menggeleng pelan. “Aku ... aku butuh bicara denganmu, Adnan. Bisakah kita berbicara sebentar?” pintanya dengan suara yang hampir pecah. Adnan mengangguk, menuntun Shiera ke meja kosong di pojok restoran. “Apa yang terjadi, Shiera? Ceritakan padaku,” ucap Adnan sambil menatap sahabatnya dengan penuh perhatian. Shiera menarik napas kuat-kuat. Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menceritakan semuanya kepada Adnan. “River marah kepadaku, Adnan. Aku tidak tahu apa yang salah. Aku hanya bekerja di sini, tetapi dia terlihat begitu kecewa dan marah,” ungkap Shiera dengan suara yang penuh kepedihan. Adnan mendengarkan dengan seksama, mencoba memahami situasi yang dihadapi sahabatnya. “Tunggu dulu, sebenarnya ada hubungan apa antara kamu dengan River?” tanya Adnan penuh selidik. Shiera menatap Adnan dengan mata yang berkaca-kaca. Rasa malu dan takut bercampur menjadi satu dalam hatinya. Ia tahu bahwa waktunya telah tiba untuk mengungkapkan kebenaran yang

  • Istri Kedua Sang CEO   20. Berduaan

    River tidak langsung menjawab. Ia membiarkan keheningan menggantung di antara mereka, menciptakan atmosfer yang semakin mencekam. Langkah kakinya yang berat terdengar menggema saat ia mendekati Shiera dengan pelan, penuh perhitungan. Setiap langkahnya membuat detak jantung Shiera semakin cepat, seolah menghantam dadanya dengan kekuatan yang sulit diabaikan.Tatapan tajam River mengunci mata Shiera, memaksanya untuk tetap berada di tempat, meski keinginannya untuk lari begitu kuat. “Kenapa kamu selalu menunduk setiap kali berhadapan denganku?” tanya River dengan suara rendah yang terasa menekan. Ada sesuatu dalam suaranya yang membuat Shiera merasa semakin kecil, seolah semua udara di ruangan itu menghilang dalam sekejap.Shiera menundukkan wajahnya lebih dalam, takut menatap langsung ke mata River. Ada ketegangan yang mengalir deras dalam pembuluh darahnya, membuat tubuhnya gemetar halus. Ia tidak tahu harus menjawab apa, bahkan untuk sekadar mengeluarkan suara pun terasa berat.

  • Istri Kedua Sang CEO   21. Terjebak

    Sentuhan tangan Eliana yang lembut seharusnya bisa menenangkan hati River, namun malam itu, justru memunculkan rasa gelisah yang semakin kuat. River menatap Eliana dalam-dalam, mencari sesuatu di balik mata wanita itu, seolah berharap bisa menemukan jawaban atas kebingungannya sendiri. “Apa maksud kamu, El?” River akhirnya balik bertanya, alisnya terangkat sedikit, ekspresi wajahnya berubah dingin dan tak percaya. Ia merasa Eliana tengah memojokkannya, meskipun ia tidak bisa memahami alasan di balik kata-kata wanita itu. “Apa yang ingin kamu katakan?” lanjutnya dengan nada yang lebih tegas. Eliana menghela napas panjang, tetap menjaga senyumnya yang tenang. Ia tahu bahwa River tidak mudah dihadapi ketika sedang dalam suasana hati yang buruk. “Kamu tahu maksudku, River,” jawab Eliana lembut namun penuh makna. “Shiera adalah bagian dari hidup kita sekarang, tapi jangan sampai dia membuat kita kehilangan momen-momen seperti ini.” River mengerutkan kening, merasakan rasa mar

  • Istri Kedua Sang CEO   22. Kabar Baik

    Satu bulan kemudian. Pagi itu masih begitu sunyi di luar rumah, tetapi di dalam, Shiera sudah sedikit panik. Ia baru saja terbangun dan melihat jarum jam sudah mendekati pukul delapan. Waktu terasa berlalu begitu cepat dan Shiera merasakan sedikit pusing ketika beranjak dari tempat tidur. Matahari sudah mulai meninggi, menembus tirai kamar dan menyinari wajahnya yang pucat. Meskipun kepalanya masih terasa berat, Shiera tahu ia tidak bisa membiarkan dirinya terlambat lagi. Shiera menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang berputar-putar. Keseimbangannya sempat goyah ketika ia berdiri, tetapi ia berusaha menepis rasa khawatir yang muncul di benaknya. “Ini pasti hanya karena aku bangun terlalu cepat,” pikirnya. Saat ia turun ke lantai bawah untuk sarapan, Shiera merasa seluruh dunia berputar dengan lambat. Tubuhnya terasa lebih lemah dari biasanya, namun ia berusaha untuk tidak menampakkannya. Di meja makan, River dan Eliana sudah menunggu, keduanya tampak

Bab terbaru

  • Istri Kedua Sang CEO   59. Menenangkan

    Ia tak menyangka bahwa Shiera, yang biasanya selalu sabar dan menerima, kini berani menuntut haknya. “Shiera, aku tidak ingin kamu pergi. Dan sampai kapanpun kamu tidak akan pernah bisa pergi.” “Oh ya? Aku butuh seseorang yang bisa menghargai dan memperjuangkan keberadaanku. Bukan sekadar seseorang yang menganggapku pilihan kedua.” Shiera beranjak menuju jendela, menatap langit. Ia ingin mencari ketenangan. Hening sejenak, sampai River akhirnya bangkit berdiri, mendekati Shiera dan berhenti di sampingnya. “Aku paham, Shiera. Dan mungkin sudah saatnya aku mengambil keputusan. Aku tahu kamu layak mendapatkan cinta yang penuh, bukan yang setengah-setengah. Dan mungkin, selama ini aku terlalu egois mempertahankanmu tanpa benar-benar berusaha mencintaimu seutuhnya.” Shiera menoleh, menatap wajah River yang terlihat begitu terluka. Rasa kasihan dan simpati tiba-tiba muncul di hatinya, meski ia tahu bahwa perasaannya tidak akan mengubah kenyataan pahit yang sedang mereka hadapi. “Jadi,

  • Istri Kedua Sang CEO   58. Untuk Kalian Berdua

    Shiera berusaha menjaga ketenangannya, meski di dalam hatinya ada perasaan gelisah yang semakin kuat. “Kami hanya mengobrol biasa El,” jawab Shiera singkat namun dengan nada tegas, berusaha tidak menunjukkan kelemahan di depan wanita yang tampak seperti menikmati kehadirannya untuk menguji kesabarannya. Eliana tersenyum sinis, lalu melangkah mendekat. Setiap langkahnya penuh percaya diri, seolah ingin menunjukkan bahwa ia yang memegang kendali di sini. “Ah, hanya berbicara, ya? Apakah kamu yakin itu saja, Shiera?” Shiera mengepalkan tangannya di belakang punggungnya, berusaha mengendalikan emosinya yang semakin mendidih. Ia tidak ingin membuat situasi semakin buruk dengan merespons secara emosional. “Aku tidak punya kewajiban untuk menjelaskan apapun padamu, Eliana,” ucapnya tegas, meski hatinya berdebar kencang. “Oh, benar sekali. Tapi, kamu harus ingat, Shiera, kamu hanyalah tamu di rumah ini,” jawab Eliana dengan nada tajam yang terasa menghujam hati Shiera. “Kamu han

  • Istri Kedua Sang CEO   57. Semakin Dekat

    Shiera menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara. “Eliana…” bisiknya lirih. “Bagaimana dengan dia, River? Bagaimana kamu bisa mencintaiku jika dia masih ada di antara kita?” River terdiam, wajahnya menegang sejenak sebelum akhirnya ia menghela napas panjang. “Aku mengerti,” ujarnya dengan suara berat. “Aku tahu, selama ini kehadiran Eliana adalah bayangan yang terus menghantuimu. Tapi percayalah, Shiera … perasaanku padamu tidak bisa diukur dengan perasaan yang pernah kumiliki untuknya.” Ia berhenti sejenak, matanya mengerjap seperti menahan emosi yang bergejolak. “Eliana… mungkin dia adalah masa lalu yang dulu pernah kuanggap segalanya,” lanjutnya dengan suara rendah. “Tapi sekarang, Shiera … yang kuinginkan hanya kamu.” Ia menggenggam tangan Shiera lebih erat, seperti mencoba meyakinkan perempuan itu bahwa setiap kata yang keluar dari bibirnya bukanlah kebohongan. Shiera masih terpaku, hatinya berperang antara rasa bahagia dan ketakutan yang tak te

  • Istri Kedua Sang CEO   56. Meragukan Cintanya

    Shiera mendongak perlahan, menatap mata River yang tampak penuh keraguan namun juga ketulusan yang jarang ia lihat. “Aku sudah terlalu lama memendam ini,” ujar River dengan suara yang sedikit bergetar. “Dan mungkin aku seharusnya mengatakannya lebih cepat.” Ia terdiam sejenak, menarik napas dalam seakan mencari kekuatan untuk melanjutkan. Shiera menatapnya, perasaan campur aduk antara harapan dan ketidakpercayaan. Apa sebenarnya yang ingin dikatakan oleh River? “Shiera, aku …,” River kembali menghela napas panjang, seperti sedang melawan dirinya sendiri. “Aku mencintaimu.” Ucapan itu keluar dengan penuh kesungguhan, namun terasa bagai ledakan di kepala Shiera. Ia terpaku, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Segala amarah, kekecewaan, dan rasa sakit yang ia rasakan beberapa saat lalu mendadak menguap, digantikan oleh rasa terkejut dan kehangatan yang perlahan menyusup ke hatinya. “River … kamu … apa maksudmu?” Shiera bertanya dengan suara bergetar, mencoba memastikan apa yang

  • Istri Kedua Sang CEO   55. Terpukul

    Shiera turun dari mobil dengan penuh kebingungan. Saat kakinya menginjak aspal, mobil River langsung melaju kencang meninggalkannya di pinggir jalan. Shiera hanya bisa menatap punggung mobil suaminya yang semakin menjauh, perasaan kesal dan kecewa bercampur aduk dalam hatinya. “Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa River bersikap seperti ini lagi?” gumamnya, merasa tertekan dan bingung. Tak ingin berlama-lama berdiri sendirian di pinggir jalan, Shiera segera mencari taksi untuk pulang. Di dalam perjalanan, pikirannya terus dipenuhi oleh sikap River yang berubah-ubah. Dari suasana manis dan penuh tawa di pasar tadi, tiba-tiba berubah menjadi sikap dingin yang tak bisa ia pahami. Setibanya di rumah, Shiera mendapati pintu rumah sudah terbuka. Dengan dahi mengerut, ia berpikir mungkin River sudah tiba lebih dulu. Shiera menghela napas dalam-dalam, merasa sedikit lega bahwa River sudah pulang lebih dulu. Ia berharap bisa mendapatkan penjelasan atas sikap suaminya barusan. Namun, saat

  • Istri Kedua Sang CEO   54. Keluar

    “Sayur-sayuran, bumbu dapur, dan mungkin beberapa bahan segar untuk masak nanti,” jawab Shiera riang. River hanya berdiri di belakangnya, tampak bingung namun terhibur melihat antusiasme Shiera. “Kamu kelihatan sangat menikmati ini,” ujarnya. Shiera tertawa kecil. “Tentu saja. Belanja di sini terasa lebih hidup. Setiap bahan yang aku pilih langsung dari sumbernya dan aku bisa tawar-menawar dengan penjualnya,” jawabnya sambil tersenyum. River dan Shiera melangkah lebih jauh memasuki pasar tradisional dengan keramaian dan aroma khas rempah-rempah yang begitu berbeda dari lingkungan kantor atau mall mewah yang biasa dikunjungi River. CEO Tmtampan itu sesekali melirik sekeliling dengan wajah sedikit bingung, sementara Shiera terlihat sangat antusias, langsung menuju lapak sayuran. Mereka berhenti di sebuah kios sayur yang penjualnya tampak ramah menyambut. Shiera mulai memilih sayuran satu per satu. “Yang ini segar, ya, Bu?” tanyanya sambil mengangkat tomat merah. Penjualnya men

  • Istri Kedua Sang CEO   53. Apakah Kamu Mengikutiku?

    Shiera terkejut melihat sosok yang sangat ia kenal itu mendekatinya dengan senyum miring yang penuh maksud. Lelaki itu adalah ayahnya yang tampak jauh lebih berantakan dari terakhir kali ia melihatnya. Rudi berjalan mendekat. Shiera menelan ludah, gugup. “Ayah ... apa yang Ayah lakukan di sini?” Rudi tersenyum sinis, matanya berbinar penuh keyakinan. “Berani sekali kamu kabur dari James. Gara-gara kamu, aku kehilangan tempat tinggal. Kamu pikir bisa seenaknya meninggalkan ayahmu ini, Shiera? Ayo, ikut denganku!” Rudi mencengkeram kuat tangan Shiera, seakan tak peduli bahwa ia sedang di tempat umum. Shiera terperangah, berusaha menarik tangannya. “Tidak, Ayah. Aku tidak mau. Tolong lepaskan aku!” Namun Rudi tidak mendengarkan. Ia menggenggam lebih erat, bahkan dengan tatapan marah. “Kamu yang harus membayarkan semua ini, Shiera. Karena ulahmu, aku kehilangan segalanya. Jangan sok pintar dengan menolak. Ikut denganku!” Wanita muda itu menggigit bibirnya, berusaha mengendalikan d

  • Istri Kedua Sang CEO   52. Diketahui

    River menatap Shiera, lalu menghela napas panjang. “Jangan dengarkan apa yang dia katakan. Vikram memang selalu begitu. Suka bermain-main dengan perasaan orang. Jangan ambil hati, Shiera.” Shiera mengangguk, tetapi perasaan tidak enak masih menghantuinya. Ia tahu bahwa selama Vikram berada di rumah ini, ketenangan mereka tidak akan bertahan lama. Ucapan River tidak membuat Shiera merasa tenang. Tuduhan Vikram tadi benar-benar mengusik, seolah menuduhnya memiliki maksud tersembunyi yang tak ia miliki. “River, aku di sini karena permintaan Eliana. Aku tidak pernah punya niat apa pun selain membantu,” ujarnya pelan, namun cukup terdengar getir. River menggenggam tangannya sebentar, menunjukkan ketulusan dalam sorot matanya. “Aku tahu, Shiera. Kamu tidak perlu membuktikan apa-apa pada siapa pun, apalagi pada orang seperti Vikram.” Nada suara River terdengar penuh kepastian, tetapi Shiera merasa ada sesuatu yang tak tersampaikan di sana. Dengan perlahan Shiera melepaskan genggaman t

  • Istri Kedua Sang CEO   51. Merasa Bingung

    River membawa Vikram masuk ke ruang kerjanya, menutup pintu di belakang mereka. Shiera, yang masih berada di ruang makan, merasa perasaannya campur aduk. Antara lega dan tegang. Ia tahu bahwa kehadiran Vikram bisa menjadi ancaman untuknya, apalagi dengan sikapnya yang seolah ingin mendekatinya tanpa peduli pada perasaan River. Di dalam ruang kerja, River menatap Vikram tajam. “Apa yang kamu lakukan, Vikram?” tanyanya dengan nada rendah namun penuh tekanan. Vikram hanya tersenyum kecil, tidak menunjukkan tanda-tanda rasa bersalah. “Aku cuma bercanda, Bang. Lagipula, Shiera orangnya asyik. Kamu beruntung punya dia di rumah ini.” “Jangan macam-macam dengannya, Vikram!” tegas River, suaranya kini lebih dalam. “Dia bukan orang yang bisa kamu perlakukan seenaknya. Shiera punya harga diri.” Vikram mengangkat bahu, tampak acuh. “Kenapa, Bang? Cemburu? Kalau memang iya, kenapa tidak bilang saja?” River menghela napas panjang, menahan gejolak emosi yang semakin membara. Ia tahu bahwa Vikr

DMCA.com Protection Status