Semua Bab Jebakan Cinta sang CEO: Bab 81 - Bab 90

100 Bab

Bab 81 | Investor Nyangkut

“Ibu enggak ada niat mau buka-bukaan soal pernikahan Ibu sama Pak Malik ke publik?” tanya Bunga padaku saat kami menikmati coffee break.“Stt…, Bunga. Kamu ngomong apa sih?” ucap Aulia. Kemudian, wanita ini menutup mulut gadis tersebut dengan tangannya.“Jadilah manusia yang rendah hati dan tidak sombong. Jangankan suami, makanan saja kita tidak boleh pamer, apalagi di media sosial. Nanti dihujat oleh warga,” tutur Aulia.Setelah perbincanganku dengan Aulia tempo hari di tangga darurat, wanita ini akhirnya memaklumi pilihanku untuk merahasiakan pernikahan. Dia bilang akan mendukung apa pun keputusan yang aku ambil.Aku bersyukur karena memiliki teman yang pengertian. Meskipun pada awalnya wanita ini menentang tindakanku, namun sekarang hal tersebut tak berlaku lagi.“Memang ada ya orang yang dihujat karena pamer makanan? Kayaknya banyak deh orang yang posting tentang makanan di media sosial. Aman-ama
Baca selengkapnya

Bab 82 | Apa Kamu Sudah Selesai Datang Bulan?

“Kamu lagi cari apa?” tanyaku pada suami saat dia sedang mengobrak-abrik perpustakaan pribadi.“DVD,” sahut lelaki itu di dalam ruang rahasia.Baru kali ini aku melihat ruangan tersebut, padahal sudah tujuh tahun diriku keluar masuk apartemen Rasenda dengan bebas. Mengapa aku tidak menyadari hal ini sebelumnya?Berbicara tentang ruangan rahasia, aku pun teringat pada surat pernyataan yang kubuat saat mabuk dahulu. Mungkin saja surat tersebut ada di ruangan itu.“Aku boleh masuk tidak?” tanyaku dari depan pintu perpustakaan.“Masuk saja sayang,” sahut lelaki itu.Kaki ini melangkah melewati buku yang tertata rapi di dalam rak. Buku-buku ini disusun berurutan sesuai abjad dari A sampai Z.“Apa kamu mempekerjakan pustakawan?” tanyaku.Wajar saja aku bertanya demikian. Buku di sini sangat banyak dan beraneka ragam. Tidak mungkin Rasenda yang menyusunnya. Dia kan sibuk di k
Baca selengkapnya

Bab 83 | Selesaikan di Mobil atau Hotel?

“Safe flight, Ma,” ucap suamiku seraya memeluk erat ibunya.“Aameen darling. Kamu jaga diri baik-baik ya,” pesan wanita itu pada Rasenda.Meskipun kesehatan ibu mertua sudah membaik dalam beberapa bulan terakhir, beliau tetap harus kontrol beberapa waktu sekali. Oleh karena itu, sejak pagi buta kami berada di Bandara Soekarno-Hatta mengantar kepergian wanita itu ke Singapura.“Hati-hati di jalan, Ma.” Kali ini giliranku memeluk ibu mertua. Kami berpelukan erat seolah akan berpisah untuk waktu yang lama.“Tentu sayang.” Wanita ini melepas pelukan kami, lalu beliau menggenggam tanganku dan berpesan, “Mama titip anak nakal ini sama kamu ya. Kalau dia bandel, jewer saja telinganya sampai merah.”“Iya Ma, tidak usah khawatir,” jawabku.Lidahku memang berkata demikian. Namun, dalam batin aku berteriak ‘kalau anak ibu dijewer, dia malah suka. Telinganya
Baca selengkapnya

Bab 84 | Sisi Gelap Halaman Belakang

“Tolong pejam mata dulu, Kak,” pinta make up artist yang merias wajahku. Aku memakai jasa mereka agar malam ini tampil cantik maksimal.“Laki-laki yang lagi duduk di sofa siapa sih, Kak?” tanya wanita ini sambil mengaplikasikan eye shadow.Saat ini aku tidak dapat melihat apa pun. Namun, menurut perkiraanku, lelaki yang dimaksud oleh penata rias ini pasti Rasenda.“Dia suami saya,” jawabku.Roda kehidupan manusia memang tidak ada yang tahu akan ke mana arahnya. Siapa yang menyangka kalau hari ini aku menjadi istri Rasenda. Padahal dahulu aku hanya pegawai magang Pelisia.Aku masih ingat pada saat itu, kehidupan magang yang tak berjalan mulus seperti yang aku harapkan. Tidak banyak yang tahu bahwa aku mengalami perundungan di awal karier.“Selamat kepada Alba dan pegawai magang yang diterima menjadi karyawan Pelita Lestari Indonesia. Untuk saat ini status kalian memang masih kontrak, namun jika kinerja kalian bagus, perusahaan pasti akan memberi apresiasi,” tutur Rasenda pada kami.Pad
Baca selengkapnya

Bab 85 | Air Dapat Membersihkan Jiwa dan Nyawa

“Kamu sudah bangun?” tanya Rasenda.Lelaki itu terlihat lesu. Lingkar hitam di bawah kelopak matanya yang sayu menunjukkan bahwa dia terjaga semalaman.“Kenapa Kakak bisa ada di kamarku?” tanyaku pada saat itu.Setelah bibirku bertanya demikian, wajah Rasenda yang muram jadi makin suram. Hal itu membuatku bertanya-tanya apa ada hal buruk yang baru saja menimpanya?“Apa yang kamu rasakan? Apa masih sakit? Bagaimana perutmu?” tanya lelaki itu seraya mengucap pipiku sebelah kiri.Padahal sebelum ini kan aku bertanya kenapa dia ada di kamarku. Kenapa ia malah balik tanya? Mana pertanyaannya yang berderet pula.Apa yang dilakukan oleh Rasenda membuatku gugup karena jarak di antara kami juga sangat dekat. Jantungku pun berdegup kencang dibuatnya.“Kepalaku agak nyeri di dekat pangkal hidung, tapi di dalam,” ucapku. “Telingaku juga terasa berdengung
Baca selengkapnya

Bab 86 | Menentukan Sikap

Aku bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa, sang Penguasa alam raya. Meskipun masa laluku tak cerah seperti milik orang lain, namun aku memiliki orang-orang yang menyayangiku dengan tulus.Kembali ke masa kini, riasan wajahku sudah selesai. Sekarang tiba saatnya bagiku untuk memakai gaun. Mereka menunjukkan beberapa gaun yang semuanya cantik sampai aku bingung mau pilih yang mana.“Pakai yang merah,” ujar Rasenda.Menurutku gaun tersebut bisa dikatakan terlalu ‘berani’. Warnanya merah darah dan juga modelnya menyesuaikan dengan lekuk tubuh. Jika aku pakai ini, apa yang akan dikatakan oleh orang?“Kenapa aku harus pakai yang itu?” tanyaku pada suami.Lelaki yang sedari tadi duduk di sofa, kini berjalan mendekatiku, lalu ia berbisik di telinga, “Karena aku suka.”***“Ini hadiah untuk kamu sayang,” ucap suamiku.“Terima kasih, sayang.” Aku menerima kotak berisi hadiah yang dia berikan.“Buka. Aku ingin kamu memakainya sekarang,” imbuh lelaki ini.Aku membuka kotak tersebut yang ternyata be
Baca selengkapnya

Bab 87 | Peluk Aku Sampai Lemas

“Terima kasih, sayang,” tutur Rasenda.Suamiku menerima potongan kue pertama dan langsung meletakkannya di meja. Setelah itu, tangan kanan Rasenda menyusup ke pinggangku, kemudian merayap ke atas hingga tengkuk.Dia bergerak satu langkah ke depan sehingga jarak di antara kami berdua menghilang. Tangan kirinya meraba dari leher hingga ke pipi. Kemudian, lelaki ini mencium bibirku dengan intens.“Selamat ulang tahun, sayang. Terima kasih sudah lahir di dunia ini,” ucap lelaki tersebut yang sudah menikah denganku.Usai berkata demikian, Rasenda kembali menciumku. Selama bibir kami saling berpagutan, tangan suami secara bergantian menggeramaki kulit punggungku yang terekspos sepenuhnya.Sekarang aku tahu alasan mengapa Rasenda menyukai gaun merah ini. Gaun yang sedang aku kenakan merupakan open back dress yang memperlihatkan seluruh punggung tanpa terkecuali. Hal itu membuatnya bebas bereksplorasi tanpa batas.
Baca selengkapnya

Bab 88 | Manajer Kutu Loncat

“Apa maksudnya ini?” tanya Rasenda ketika kami berdua tiba di lantai tujuh belas Pelisia Quarter Keeps.“Kalian mau demo?” lanjutnya.Pada hari pertama kerja di awal pekan setelah perayaan ulang tahunku, para karyawan Pecitra berkumpul di lantai tujuh belas. Mereka berasal dari berbagai departemen yang ada di lantai lima belas.“Bukan Pak,” sanggah Ibu Angelic. “Kami ke sini mau mengucapkan selamat atas pernikahan Bapak dengan Ibu Alba.”Berdasarkan pengalamanku bekerja di bawah Rasenda, lelaki ini tak suka jika karyawan meninggalkan meja mereka, kecuali untuk keperluan pekerjaan.Tangan kananku membentuk sudut siku-siku di depan dada, sementara tangan kiri berpijak di atasnya seraya memijat pangkal hidung. Melihat para karyawan lantai lima belas ada di sini sekarang, kemungkinan Rasenda akan menceramahi mereka.“Terima kasih atas perhatian semua orang. Setelah jam kerja selesai, jangan p
Baca selengkapnya

Bab 89 | Jantung Medusa

“Sayang, tunggu dulu! Kita belum sampai di rumah,” ucapku pada suami setelah kami pulang dari acara makan malam bersama dengan para karyawan.Lelaki ini menyerangku sejak kami keluar dari lift. Dia tak mau berhenti, bahkan hanya untuk satu detik.“Sayang! Kamu dengerin aku ngomong apa enggak sih?” protesku.“Dengar kok, ini kan kita mau masuk rumah, jadi tidak apa-apa,” jawabnya.Dia memperlambat gerakannya karena memasukkan sandi di pintu. Setelah kami berhasil masuk ke dalam, Rasenda segera menyambar bibir ini dan menekanku ke tembok.Pergerakan Rasenda tak dapat aku halau. Selain karena gelap, gerakan lelaki ini juga sangat lincah sehingga aku tak punya pilihan lain selain menikmati setiap cumbuannya.Suami mengangkat kedua tanganku ke atas kepala dan bibirnya menjelajahi leher hingga area depan. Pada saat itu, aku melihat sekelebat bayangan di atas sofa.“Sayang berhenti dulu!” ucapku.“Tidak mau! Dari tadi kamu selalu minta berhenti. Jangan harap aku akan melakukannya,” sanggah s
Baca selengkapnya

Bab 90 | Kamu Sudah Masuk Jebakan

“Kenapa disebut sebagai Jantung Medusa?” tanyaku pada suami.Dengan entengnya Rasenda menjawab pertanyaan bodohku, “Karena bentuk batu delima yang digunakan terlihat seperti jantung.”Aku pun mengamati detail perhiasan yang diberikan oleh ibu mertua. Permata yang ada pada perhiasan tersebut memiliki ukuran 88 karat, sangat pas digunakan untuk memukul kesombongan tetangga yang julid.Ternyata yang dikatakan oleh suamiku tidak salah. Benda berharga yang diberikan oleh ibu mertua memang terlihat seperti jantung, namun tidak terlihat alami.“Aish. Apa kamu kira kalau aku ini masih anak kecil? Batu permata yang dijadikan perhiasan kan dipahat terlebih dahulu. Mana mungkin batu asli dari alam sudah memiliki bentuk seperti itu,” ujarku padanya.Rasenda menutup kotak perhiasan yang berisi batu merah delima hadiah dari ibu mertua. Kemudian, dia menyimpan perhiasan tersebut ke dalam brankas. Setelah itu, dia mengangkat tub
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status