Semua Bab Suamiku, Mari Akhiri Pernikahan Ini: Bab 111 - Bab 120

336 Bab

Bab 111. Putri Kecilku yang Nakal dan Manja

Wanita cantik itu menggendong anak perempuannya yang tengah menangis. Mereka baru saja keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah. Tangisan Pauline menggema di penjuru rumah megah berlantai dua tersebut. "Huwaa... Mama nakal! Ihhh, nakal sekali! Pauline tidak sayang sama Mama!" pekik anak perempuan berbalut dress biru muda itu memberontak hebat dalam gendongan sang Mama. "Besok-besok kalau Mama ada acara dengan teman Mama, Pauline tidak usah ikut. Di rumah saja dengan Nenek!" seru sang Mama menurunkannya di atas sofa. "Huhhh, Mama bad! Pauline mau sayang Nenek saja!" pekik anak itu turun dari sofa dan menghentak-hentak kakinya di lantai sambil terus menangis keras-keras. Sementara sang Mama langsung duduk di sofa dan membiarkan putrinya menangis untuk meredakan tantrumnya. Beginilah Pauline bila sudah kesal, dia akan mengamuk marah dan menjerit-jerit. Anak itu sangat nakal dan ada saja tingkahnya. "Lho, kenapa ngamuk, Sayang?" Suara seorang perempuan membuat Pauline menol
Baca selengkapnya

Bab 112. Kau Persis Seperti Istriku yang Telah Tiada

Keesokan harinya, Elize kembali mengadakan pertemuan dengan temannya di sebuah restoran mewah yang kemarin dia kunjungi. Elize juga masih mengajak Pauline yang kini duduk nyaman di pangkuannya, sibuk memakan puding stroberi yang dia minta. Anak itu sangat menyukai buah tersebut. Di sana, Elize tengah membahas proyek penting peragaan busana yang akan digelar minggu depan untuk promosi butiknya di musim dingin akhir tahun. "Nyonya Millicent sudah membuat beberapa gaya dan model desain untuk peragaan busana bulan depan. Dan aku sangat suka semua desainnya," ujar Elize pada dua temannya. "Benar Elize, meskipun dia sudah tua, tapi tidak bisa diragukan lagi soal seberapa bagus desain busana yang selalu dia ciptakan," sahut Camila, teman Elize yang kini menunjukkan beberapa macam desain pakaian yang dia bawa. "Baguslah. Aku rasa semua persiapannya sudah matang," balas Elize antusias. Di antara para wanita dewasa yang tengah sibuk itu, Pauline, bocah kecil dengan balutan dress kuning ce
Baca selengkapnya

Bab 113. Evan Ingin Terus Memastikan

Hari berikutnya, Evan masih berada di Jerman. Sejak bertemu dengan wanita yang begitu persis dengan Elizabeth, Evan pun mulai mencari tahu tentang wanita dan anak kecilnya itu. Dia mulai mendapatkan satu persatu informasi yang sangat mengejutkannya. "Namanya adalah Elize Bernadette. Dia berasal dari Jerman asli? Elize adalah seorang desainer dan pemilik butik terkondang di Berlin. Dia merupakan menantu keluarga Winston, istri dari putra bungsu Winston dan memiliki putri berusia tiga setengah tahun lebih, bernama Pauline Bernadette." Evan membaca selembar kertas yang ia dapatkan dari Jericho, yang sudah datang ke sini sejak kemarin. Dan sejak saat itu juga Evan memerintahkan untuk mencari tahu tentang sosok Elize Bernadette. "Wanita itu memang sangat mirip dengan mendiang Nyonya, Tuan. Tapi semua data dan informasi yang saya tahu dari kalangan masyarakat kelas atas, mereka hanya tahu hal ini saja," ujar Jericho menjelaskan. Evan menghela napasnya panjang dan mengingat wajah cantik
Baca selengkapnya

Bab 114. Bila Dia Elizabeth, Maka Pauline Adalah Putriku?!

Setelah perbincangan tentang kerja sama mereka selesai, laki-laki bernama Evander Collin itu pun beranjak pergi. Elize masih berada di dalam ruangannya. Wanita itu duduk menarik napasnya beberapa kali, dia memegangi dadanya yang berdetak cepat. "Tidak mungkin," ucap wanita itu terduduk lemas. "Bagaimana bisa dia..." Elize memejamkan kedua matanya dan menyandarkan punggungnya di sofa. Pikirannya melanglang buana memikirkan banyak hal, termasuk proyek kerja sama mereka. "Kerja sama dengannya? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kalau aku menerimanya, aku dan dia akan terus terlibat. Kalau tidak, perkembangan butikku tidak akan berjalan cepat. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?" Elize mengusap wajahnya gelisah. Beberapa menit kemudian, wanita itu beranjak dari duduknya dan bergegas untuk pulang. Karena Pauline sudah menunggunya. Butuh beberapa menit perjalanan dari butik untuk sampai ke rumah. Sepanjang perjalanan, Elize hanya diam melamun. Pikirannya dipenuhi oleh banyak ha
Baca selengkapnya

Bab 115. Pa, Apakah itu Mama?

Libur akhir tahun telah tiba. Evan meminta Jericho kembali ke Prancis untuk menjemput Exel dan mengajaknya untuk liburan bersama di Jerman. Setelah Evan memutuskan untuk membangun bisnis di sana, ia pun mungkin juga akan membutuhkan banyak waktu untuk menetap di negara itu, dan tentunya juga bersama anak kesayangannya, Exel. Anak itu kini sudah berada di sana bersama Evan, mereka sedang bersiap untuk pergi jalan-jalan. "Katanya Papa di sini cuma satu minggu, kok Paman Jericho bilang Papa bisa di sini lebih dari satu bulan sih, Pa!" protes bocah delapan tahun itu dengan wajah masam. Evan menoleh, ia mengusap pucuk kepala sang putra. "Karena ada urusan penting yang harus Papa selesaikan, Sayang." "Hemm, terus Exel ditinggal sendirian di rumah?" "Tidak, Exel di sini dengan Papa. Mana mungkin Papa tega meninggalkanmu, Exel." Evan membalasnya. Sudah tidak kaget lagi ia dengan protes dan rajukan yang selalu Exel lontarkan padanya. Anak laki-lakinya itu sudah berusia delapan tahun le
Baca selengkapnya

Bab 116. Tante Elize, Bolehkah Exel Meminta Peluk?

Exel pulang dengan tangan kosong, anak laki-laki itu menangis di sepanjang perjalanan. Bahkan saat sampai di rumahnya, Exel masih terus kesal Evan dan berteriak-teriak marah padanya. "Sudah sayang. Tenang," bisik Evan mengusap pucuk kepala Exel. Anak laki-lakinya duduk di sofa dan menangis memeluk bantalan boneka koala miliknya. "Ini semua salah Papa! Harusnya Papa berhentikan Mama, Pa!" pekik Exel memukul lengan Evan dengan tangan kecilnya. "Exel, Papa minta maaf, Sayang," ucap Evan menarik tubuh kecil Exel ke dalam pelukannya. Anak itu masih terus menangis hingga sesenggukan. Dia meremas punggung Evan. "Papa ... Exel itu kangen Mama, tahu! Exel ingin bertemu Mama, tapi ... tapi tadi Papa tidak menghentikan Mama, kenapa? Exel mau dipeluk Mama lagi, Pa!" seru anak laki-laki itu masih dengan air matanya yang terus mengalir dan napasnya yang putus-putus. Evan merasakan seisi hatinya seperti ditusuk duri merasakan kesedihan yang dirasakan oleh putranya saat ini. Andaikan Elize a
Baca selengkapnya

Bab 117. Permintaan yang Sulit Aku Kabulkan

Elize sempat tercenung sebentar mendengar permintaan Exel yang membuat hatinya terenyuh. Jika terus seperti ini, lambat laun ia pasti akan mudah luluh. Tapi melihat wajah pias Exel yang penuh harap, Elize tak mampu menolak. ‘Sekali ini saja,’ batinnya. Ia mengulurkan kedua tangannya. "Boleh, Nak. Kemarilah ..." Exel langsung maju satu langkah dan berhambur dalam pelukan Elize yang hangat. Dapat Elize rasakan betapa kuatnya Exel memeluknya saat ini. Dengan sangat erat dia meremas punggung Elize dan pundak kecilnya bergetar."Exel rindu Mamanya Exel, Tante," bisik anak itu. "Kalau misalkan kita sering bertemu, Tante tidak keberatan, kan?" Elize tidak langsung menjawab. Jika ia sering bertemu dengan Exel, maka itu hanya akan memberatkannya. Ia lantas menggelengkan kepalanya sambil memaksakan seulas senyum."Tante tidak bisa berjanji, ya. Karena Tante juga harus bekerja.”Exel tampak sedih mendengarnya. Namun, ia tidak bisa memaksa. "Begitu ya, Tante ..." Elize merasa kesedihan yang
Baca selengkapnya

Bab 118. Exel, Jangan Salah Paham

Setelah kemarin Evan melihat Exel yang dipeluk erat oleh Elize, ia merasakan perubahan pada Exel. Anak itu kini bermain di ruang tengah rumahnya ditemani James yang duduk di sampingnya. Evan kini memperhatikan putranya dari kejauhan.'Exel pasti merasa senang bisa bertemu dan dipeluk oleh Elize,' batin laki-laki itu. 'Dia langsung ceria dan menceritakan tentang Elize dan Pauline pada James dan Jericho.' Sesuatu tiba-tiba terlintas dalam benak Evan. Laki-laki itu diam dan nampak berpikir. "Exel dan Pauline ... aku bisa menjadikan mereka berdua sarana untuk mendekati Elize," gumam lirih Evan berencana. "Dengan begitu, aku bisa mencari tahu siapa wanita itu sesungguhnya." "Papa ..." Suara Exel membuyarkan lamunan Evan seketika. Anak laki-lakinya itu berjalan mendekat dan membawa beberapa sebuah box puzzle di tangannya. "Ada apa, Sayang?" Evan langsung menarik pelan lengan Exel hingga putranya langsung duduk di pangkuannya. "Papa, Exel mau main lagi sama anak nakal kemarin," ujar
Baca selengkapnya

Bab 119. Exel, Mama Tidak Bermaksud Membuatmu Sedih

Elize berlari keluar mencari Exel. Dia menitipkan Pauline pada Kimmy di butiknya. Wanita itu panik dan takut terjadi sesuatu yang buruk pada Exel. Apalagi anak itu tidak tahu arah manapun di kota itu. "Ya Tuhan ... ke mana Exel? Kenapa cepat sekali dia berlari?!" seru Elize sangat kepanikan. Wanita itu berlari di gang-gang dan dia juga tidak ragu bertanya pada semua orang yang dia temui di sepanjang jalan. 'Exel ... maafkan Mama, Nak,' batin Elize, dia tidak bisa menahan air matanya saat ini. Ia kembali berlari sambil terus memanggil nama Exel di sepanjang jalan yang dia lewati saat ini. Sementara di tempat lain, kini Exel tengah berlari entah ke mana kakinya melangkah membawa ia pergi. Sampai akhirnya ia tergelincir salju di jalanan yang licin sehingga membuatnya terjungkal dan jatuh di tengah jalan gang yang sepi dan gelap. Exel langsung terduduk memegangi lututnya dan menangis. "Mama ... Exel takut, ini di mana?" Anak itu menangis keras-keras di tengah gang sempit itu dan
Baca selengkapnya

Bab 120. Acara Bersama Keluarga Winston

Saat pagi tiba, di rumah Elize sudah kedatangan seorang tamu. Seseorang yang sangat penting dalam kehidupan Elize dan Pauline selama empat tahunan ke belakang. Seorang wanita tua cantik yang kini tengah duduk di sofa ruang tamu, dia adalah Nyonya Sisca Winston. Wanita itu bersama keluarganya yang selama ini menolong Elize hingga dia bisa hidup bahagia dan memiliki karier yang gemilang. "Elize, di mana cucuku?" tanya Sisca mencari-cari. "Loh, perasaan tadi sudah bangun," gumam Elize mencari-cari Pauline. "Sayang ... ada Oma datang, katanya kemarin kangen sama Oma!" Elize menemukan Pauline yang tengah rebahan di sofa ruang keluarga bersama botol susu yang dia peluk. "Sayang, Oma punya permen stroberi," seru Sisca memancing Pauline. Baru setelah itu muncul bocah cantik bertubuh mungil kecil nampak masuk ke dalam ruangan itu. Senyuman Sisca dan Elize pun terukir melihat kehadiran Pauline. "Mana yang tadi katanya kangen sama Oma?" Sisca mengangkat tubuh kecil Pauline dan mendudukka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
34
DMCA.com Protection Status