Semua Bab Terpaksa Menikahi Pacar Adikku: Bab 61 - Bab 70

97 Bab

61 : Sadar

Sebelum Sean berhasil mengayunkan tangan untuk mengetuk pintu. Daun pintu putih itu sudah terbuka dan disambut oleh senyuman manis, Zeta.“Hai, Mine,” sapa Zeta tidak sabar. Memberikan sunggingan yang tulus dan tersirat akan rindu.“Hai. Bagaimana kondisimu?”“Seperti yang kamu lihat. Kalau aku— sudah sangat baik.”“Maaf, Sayang. Aku harus menghancurkan—”“Sst! Berikan Gatra padaku. Nanti Nia juga akan kemari. Kamu bisa pergi dengan tenang,” potong Zeta. Gadis itu meraih tubuh gendut Gatra dan mendekapnya. Sesekali menghujam ciuman gemas pada pipi bocah itu.“Kamu yakin baik-baik saja?” Sean membelai pipi Zeta yang terasa begitu lembut.“Kau tidak percaya padaku?”Tanpa menjawab, Sean mendekap tubuh kekasihnya. Mencium pucuk kepala Zeta dengan sangat dalam.“Setelah semua ini selesai kamu tidak akan merasakan lelah mengurus bayi, Nay.”Wajah Sean berubah sendu. Tidak ada kalimat yang pas untuk menggambarkan betapa dia sangat menyesal dengan semua ini. membawa Zeta pada kisah hidupnya
Baca selengkapnya

62 : Karma

Bibir Sean hampir mendarat pada ujung bibir Zeta. Namun, tangan usil Gatra yang terus memainkan botol susu. Akhirnya membuat tempat susu itu terlempar dan mengenai pangal hidung Sean, antara kedua matanya. Pria itu mengaduh pelan dan Zeta mengulum senyum.“Kau— padahal hampir berhasil, Gatra. Seharusnya kau mendukung pamanmu, bukan malah jadi orang ketiga,” sembur Sean.Gatra justru tertawa cekikikan. Setiap ada yang mengajaknya berbicara bocah itu pasti mengira bahwa siapapun itu, tengah menghiburnya.“Harusnya bersyukur kan, karena Gatra mencegah Pamannya berbuat jahat.”“Dih, jahat? Padahal kamu juga—” Zeta membungkam mulut Sean dan menahan tawa. Setelah telapak tangan itu terlepas dari bibir Sean, pria itu lantas tertawa lepas.“Pergi sana! Bukannya kamu ada acara?” usir Zeta. Sejatinya dia menutupi perasaan memalukan itu.Sean melirik jam di pergelangan tangannya. Setengah jam lagi dari jadwal yang sudah disepakati.“Baikla, jaga dirimu, ya. Aku akan jemput Gatra malam nanti.”“
Baca selengkapnya

63 : Kamu Tampan

Freya menitikan air mata. Ia lekas mengusapnya dengan kasar. “Ada yang ingin kamu tanyakan padaku?” tandas Freya dengan suara lemah.“Bayinya. Aku ingin bertemu dengannya. Dia anakku?” Suara Sky bergetar. Dia sangat malu. Ini sudah sangat terlambat. Bahkan bayi itu sudah lahir dan tumbuh menjadi bayi yang lucu.“Kalau kau masih ragu, tidak perlu memaksa diri untuk memercayaiku, Sky. Sungguh, aku tidak mau jadi seperti sekarang karena orang yang sama.”“Tidak. Aku percaya, Freya. Aku percaya. Mas Rayyan sudah urus kepulanganku. Aku akan temui kamu dan anak kita. Ya, anak kita.”Sky ingat bagaimana dia begitu jahat pada janin itu. Bagaimana dia sama sekali tidak peduli pada anaknya sendiri. Matanya pedih, butir demi butir air mata siap untuk meluncur melewati pipinya. Sky tidak ingin menahannya. Pria juga boleh menangis, itu yang dikatakan seseorang padanya.“Aku minta maaf sama kamu, Freya. Tolong maafkan aku dan terima aku kembali. Aku sadar hanya kamu yang bisa mencintaiku sebesar itu
Baca selengkapnya

64 : Posesif

Kantong kemihnya penuh. Zeta berniat untuk turun. Saat dia menoleh, Sean sudah berdiri di ambang pintu dengan bersandar bahu di kusen. Senyumnya menyambut gadis berambut panjang itu. Zeta turun dari ranjang dan membalas senyuman Sean.Pria itu melangkah mendekati Zeta. Ia raih pinggang Zeta, sebelah tangannya bersarang pada pipi wanita itu. Membawa anak rambut Zeta ke belakang telinga.“Aku dengar tadi ada yang mencari suaminya? Siapa suami, wanita di hadapanku?” wajah Zeta memerah. Dia malu sekaligus senang.Perempuan itu mencoba untuk menjauh dari Sean, tetapi tidak semudah yang dia bayangkan. Sean mencekal pinggang Zeta dengan sedikit lebih kuat dan tangan kanannya masih setia membelai wajah sensual kekasihnya.“Siapa suamimu? Aku akan cemburu kalau ternyata kekasihku sudah bersuami,” bisik Sean tepat di hadapan Zeta. Tingginya memang terpaut cukup jauh tetapi, Sean mampu menunduk hanya sekedar menatap, tanpa jenuh wajah perempuan itu.Embusan nafas Sean menghangat pada dahi Zeta.
Baca selengkapnya

65 : Tidur Bersama

Pagi ini, entah bagaimana posisi tidur mereka berubah total. Gatra berada di belakang punggung Sean. Sementara Zeta berkelung nyaman di depan dada bidang pria itu. Udara menjelang pagi hari selalu jauh lebih dingin. Membuat Zeta mencari kehangatan sebisa mungkin. Di sanalah, ia. Dalam dekapan Sean yang mana mereka sendiri sama-sama tidak menyadari semua kejadian pukul empat pagi itu. Suara rengekan Gatra tidak mampu membuat keduanya terjaga. Bahkan tendangan demi tendangan yang dilayangkan Gatra pada sang paman pun tidak mampu mengusik kenyamanan keduanya. Rintihan Gatra berubah menjadi celoteh absurd yang seharusnya membuat mereka terusik. Merasa kesal karena tidak digubris, bocah cilik itu lantas mengerahkan seluruh usahanya untuk berteriak. Namun,bukan Sean atau Zeta yang mendengar, melainkan Runi. Wanita yang jasanya dibeli oleh Zeta itu lekas masuk ke kamar sang majikan dia bahkan tidak tahu kalau ada Sean di dalam kamar itu. "Oh— sst, Sayang. Sepertinya kamu dilupakan, ya?"
Baca selengkapnya

66 : Kembali

Menghirup kembali udara segar di negara kelahiran. Mata pria dua puluh delapan tahun itu menahan perih. Penyesalan menggerogoti seluruh jiwanya. Namun, apa yang sudah ia pilih tidak akan bisa ia balik. Segala tindakan pasti akan ada konsekuensi yang kudu ditanggung.“Tidak apa-apa. Ini pelajaran berharga buat kamu. Kita akan luluhkan hati mereka, dan saudara-saudaramu akan menerimamu serta memaafkanmu. Kamu dikelilingi orang hebat, oke,” seru pria berambut cepak pirang itu. mengajak mantan pembalap keluar dari area bandara.Sky— ya, pria itu tersenyum kecut. Dulu, dia bisa dengan sombong berjalan di bumi manusia ini. Namun, sekarang tidak seorang pun menatapnya atau berlari mendekatinya hanya sekadar meminta foto.Sebuah mobil jemputan sudah mengantre sejak satu jam lalu. Rayyan, membantu Sky masuk ke mobil. “Hati-hati, Sky.” Tangannya terulur digawang mobil agar kepala Sky tidak terantuk.Pria itu tidak membalas. Wajahnya datar dan kebahagiaan serta kebanggan yang dulu terus muncul di
Baca selengkapnya

67 : Balasan Tuhan Tidak Main-Main

Dua pasang bola mata seakan mencuat keluar dari tempatnya. Mulut Sean terbungkam. Saat itu juga perih menyerang mata. Zeta membekap bibirnya menahan raungan keterkejutan dengan sungai kecil di permukaan pipi yang berderai.Inikah karma yang harus ditanggung? Seberat ini? Sebesar ini?Zeta tidak kuasa melihat dua bersaudara yang akhirnya saling mendekap. Saling mencurahkan penyesalan yang seharusnya tidak pernah terjadi jika— kisah cinta mereka tidak tertuju pada objek yang sama.Bayi yang digendong Zeta seolah penasaran dengan apa yang terjadi. Ia terdiam dalam dekapan wanita itu dan menatap dua laki-laki yang terisak. Kondisi ini benar-benar menyesakan. Memang benar, bahwa setiap peristiwa, setiap tragedi yang terjadi pasti memiliki hikmah.Di sinilah puncak dari masalah yang terjadi. Namun, Sean seolah tidak terima dengan balasan Tuhan pada adiknya. Pertanyaannya hanya kenapa? Kenapa harus semenyeramkan itu?Pria itu berjongkok. Memegang lutut Sky dan menatap wajah adiknya. Bocah y
Baca selengkapnya

68 : Pengorbanan dan Pertahanan

Sky merasa tidak asing dengan nama Gatra. Memperjelas dengan bergumam di hadapan sang kakak. Sean mengangguk dengan ulasan senyum hangat layaknya Divya. "Freya yang memberikan nama itu. Gatra Ambara. Bukankah itu nama yang indah?" Sky memeluk tubuh Gatra semakin erat. Menumpahkan kerinduan dan kasih sayang yang lambat untuk hadir. "Ini bukti nyata bahwa Freya akan melakukan apa pun demi kamu, Sky. Dia sangat mencintaimu." Sky menilik wajah kakaknya. Tidak ia dapati raut dusta di sana. Dulu, dia cemburu buta pada pria itu. Nyatanya sebesar itu ketulusan Sean. Dia rela melepaskan wanita yang dicintai demi kebahagiaan yang diyakini olehnya. "Thank's. Sudah jagain mereka. Thanks sudah jadi orang yang paling baik. Mom tidak pernah salah dengan cara mendidiknya," ujar Sky. Gatra sudah tenang dalam gendongan Sky. Bayi itu duduk di pangkuan sang ayah. Memukuli paha Sky. Rasa penasaran membawa tangan mungil itu guna menekan perban di lutut kiri aang ayah. Sky, meringis tipis. "Apakah ter
Baca selengkapnya

69 : Datang dan Bertemu

Sepanjang perjalanan menuju ke RSK, Gatra asik dengan ayahnya. Terdengar suara tawa yang membuat seluruh hati berbunga. Sesekali Zeta melirik kondisi bocah itu dari kaca spion. Sky memangkunya dan menggelitik perutnya. Menyerang dengan kecupan yang diiringi dengan bunyi, membuat bocah kecil itu kegelian. Sedang Sean, pria itu justru sesekali mencuri pandang wanita yang duduk di sisinya. Tangannya risau, ia ingin memegang tangan wanita ayu itu, tetapi ragu karena ada Sky di belakang mereka. "Awas, Mine!" pekik Zeta saat menyadari bahwa laju mobil sudah tidak normal. Pria itu, hampir saja keluar dari marka jalan, sementara di depan sana mobil sedan bewarna hitam sudah mencoba menghindari kendaraan Sean. Mata Zeta membola dengan dada naik turun. Ia kaget, degup jantungnya semakin cepat, tanda bahwa dirinya menghadapi ketakutan. Ingatannya menyeret kejadian setahun yang lalu. Kendati dia baik-baik saja, tetap saja dia sangat trauma. "Maaf, Nay. Maaf," sesal Sean. Kali ini, dia benar-
Baca selengkapnya

70 : Sang Juara

Ruangan yang tidak terlalu besar. Satu ranjang berada di sudut bilik menghadap ke jendela yang menampilkan pemandangan aliran sungai cukup deras dengan air yang bening. Sky melihat punggung Freya yang terlihat begitu kurus. Jauh berbeda dengan Freya yang dia kenal dulu. Meski, dia giat bekerja siang dan malam, tetapi tubuhnya tidak sekering saat ini. "Freya, bagaimana kondisimu?" tanya Kinar seraya melangkah mendekati tubuh Freya.Gadis itu, tampak tak acuh. Tangannya mengukir garis sembarangan di bantal. Matanya basah karena derai air mata yang tiba-tiba saja luruh tanpa sebab. "Apa sesuatu terjadi? Semua akan jauh lebih baik, Sayang," tutur Kinar. Ia duduk di hadapan Freya membelakang jendela. "Tidak ada yang terjadi, Kinar. Aku baru saja menangisi dua ekor burung," jelas Freya. Ia berusaha untuk bangkit dudu dan melipat kakinya menghadap Kinar, menghapus bulir air mata yang tersisa. "Burung?" Tangan Kinar berada di lutut Freya dan memastikan kembali ucapan Freya dengan tatap
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status