All Chapters of Istri Tawanan CEO Kejam: Chapter 11 - Chapter 20
23 Chapters
Bab 11: Jangan Menaruh Harapan Padaku
“Heuh? Apa maksudmu, Mas?” tanyanya ingin tahu.Lagi-lagi Tristan hanya diam.Revana bertanya-tanya dalam hatinya sembari menunggu Tristan mau menjelaskan lebih detail mengenai ucapannya barusan.Namun, hingga ia selesai mandi dan Tristan membawanya lagi ke dalam kamar, pria itu tak kunjung bicara.Keheningan yang menghiasi momen itu terasa begitu berat, seolah-olah ada awan gelap yang menggantung di antara mereka, membawa misteri yang belum terungkap.Tristan hanya berkata, "Sarapan telah siap. Kamu sudah bisa jalan sendiri, kan?"Revana mengangguk pelan, bibirnya membentuk senyuman tipis. "Terima kasih telah membantuku," ucapnya dengan suara lembut.Tristan tidak menjawab lagi. Ia keluar dari kamar tersebut sembari mengambil ponsel miliknya yang ia taruh di atas nakas.Langkahnya mantap, namun ada sesuatu yang tampak terselubung dalam gerakannya, sesuatu yang membuat hati Revana semakin bertanya-tanya.Saat pintu kamar tertutup, Revana mengembungkan pipinya, perasaan frustrasi mengg
Read more
Bab 12: Memang hanya Revana yang Tristan Inginkan
Roma, Italia…Di bawah langit biru yang luas, Revana duduk di atas hamparan pasir putih yang cantik dan mempesona.Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya yang pucat, namun tatapannya tetap kosong, menembus cakrawala tanpa fokus.Ia mendengar ombak yang bergulung-gulung di kejauhan, suara yang biasanya menenangkan, kini tak lebih dari gemuruh tak berirama yang menyayat hati.“Apa yang Tristan katakan memang benar. Aku tidak perlu menaruh harapan penuh padanya. Dia menikahiku karena utang Ayah yang tidak sanggup dibayar. Bukan karena mencintaiku.”Revana berbisik kepada dirinya sendiri, suaranya serak oleh emosi yang mendesak keluar. Ia menundukkan kepalanya, membiarkan butiran pasir mengalir di antara jemarinya. Setiap butiran terasa seperti luka kecil yang menambah kepedihan di hatinya.Ucapan Tristan tadi pagi masih terngiang dalam otaknya, seperti gema yang enggan memudar.“Jangan pernah berharap lebih dariku, Revana. Pernikahan ini adalah transaksi. Tak lebih dari itu,” katanya dengan
Read more
Bab 13: Maka Beritahu Aku
"Apa maksud Ayah?" tanya Dea ingin tahu dengan ucapan yang baru saja keluar dari mulut Rony. Namun, pria itu memilih untuk pergi meninggalkan Dea dan tidak mau menjelaskan apa yang dia maksud tadi.Dea merasakan kepedihan yang mendalam. Ia sedikit kesal, lalu bertanya-tanya, "Apakah aku kurang cantik? Kurang seksi? Bahkan aku bisa melakukan apa saja yang Tristan inginkan. Aku yakin, Revana tidak bisa melakukan apa yang Tristan mau."Pikirannya dipenuhi dengan berbagai skenario. Ia melipat tangan di dadanya, kesal dan marah juga iri dengki karena tidak bisa mendapatkan Tristan.Perasaan kecewa itu berubah menjadi tekad yang gelap dan mengancam, terbesit dalam otaknya untuk merebut Tristan dari tangan Revana.Dea tersenyum penuh misterius, senyum yang tidak menunjukkan niat baik, melainkan niat untuk mengambil sesuatu yang bukan miliknya."Aku pasti bisa merebut Tristan dari Revana!" ucapnya pelan, namun penuh dengan keyakinan dan ambisi yang berbahaya.Malam hari di Roma, Italia, bulan
Read more
Bab 14: Apa Rencanamu?
Michael menghampiri Alfrod, kakak pertamanya yang tak lain adalah bosnya juga, dengan langkah pasti dan wajah serius.Di tangannya, ia membawa satu box pistol yang berhasil ia selundupkan, senjata yang kini menjadi bagian dari bisnis gelap mereka.Ruangan itu terasa berat dengan aroma tembakau dan alkohol, dindingnya dipenuhi dengan hiasan yang mencerminkan kekuasaan dan dominasi."Bos," Michael membuka percakapan dengan nada formal, meletakkan box pistol di meja di depan Alfrod. "Ini senjata yang berhasil kita dapatkan. Semua sudah sesuai dengan permintaan."Alfrod, dengan tatapan tajam dan senyum sinis, mengangguk. "Bagus, Michael. Kamu selalu bisa diandalkan dalam hal ini." Ia membuka box tersebut, memeriksa isi dengan cermat.“Tidak ada yang terlewat sedikit pun. Good, Michael!” puji sang kakak dengan senyum terbit di bibirnya.Michael menghela napas berat. “Tapi, Alfrod. Anak buah Tristan sedang mencariku di luar sana. Hampir saja aku tertangkap saat di pelabuhan tadi.”Alih-alih
Read more
Bab 15: Dia Memang Suamiku
Alfrod menatap adiknya dengan mata yang penuh keyakinan, seolah-olah seluruh semesta terpusat pada momen itu.Di bawah sorotan lampu redup, bayangannya tampak seperti bayangan seorang pahlawan dalam lukisan tua."Kita akan mencari tahu lebih banyak tentang Aluna. Jika kita bisa menemukan keberadaannya atau setidaknya mendapatkan informasi yang lebih jelas tentang apa yang terjadi padanya, kita bisa menggunakan itu sebagai leverage terhadap Tristan," ucapnya dengan nada yang penuh tekad dan sedikit nada bisikan yang menyeramkan.Michael mengangguk, merasakan ketegangan yang terjalin dalam setiap kata Alfrod, merasa bahwa rencana ini mungkin bisa memberikan mereka keunggulan dalam permainan yang penuh dengan intrik dan bahaya ini."Baik, aku akan mencari tahu apa yang bisa aku temukan tentang Aluna," jawabnya dengan suara yang mengandung campuran antusiasme dan ketakutan, seperti seorang prajurit yang berangkat ke medan perang dengan senjata baru.Tatapan penuh harapan Alfrod menyelami
Read more
Bab 16: Foto Wanita Cantik di Laci Tristan
Sambil melipat tangan di dadanya, Tristan menatap Revana dengan tatapan datarnya, seperti seorang raja yang mengamati bawahannya dengan penuh ketidakpedulian."Berapa banyak, pembicaraan yang kamu dengar tadi?" tanyanya dingin, suaranya seperti es yang menusuk kulit.Revana menelan salivanya dengan berat. Sangat takut, bahkan kini tubuhnya terasa kaku seraya menatap sang suami yang tengah menunggu jawaban darinya."Ti—tidak ada. Eum! Maksudku tidak banyak," jawabnya gugup, suaranya hampir tidak terdengar, seolah-olah setiap kata adalah batu yang berat untuk diucapkan.Tristan menaikkan alisnya, mengamati Revana dengan tatapan yang penuh kecurigaan. "Sudah selesai, packing-nya?""Sudah. Sudah kukemas semua. Bajumu pun sudah aku masukkan ke dalam kopermu," balas Revana dengan nada yang bergetar, mencoba menjaga ketenangannya di bawah pandangan Tristan yang menembus.Tanpa menjawab apa pun, Tristan meninggalkan Revana dan keluar dari kamar itu. Revana menghela napas lega, meskipun sikap
Read more
Bab 17: Sekilas Masa Lalu Tristan
“Siapa wanita ini?” gumam Revana sekali lagi, suaranya dipenuhi dengan kebingungan yang mendalam. Jantungnya berdebar kencang saat menatap foto itu, jemarinya yang gemetar nyaris terlepas dari bingkai foto tersebut. Bayangan wanita cantik dengan senyuman misterius seolah menghantui pikirannya.“Apakah dia kekasih Tristan? Tidak mungkin jika bukan siapa-siapa tapi dia menaruhnya di sini. Di kamar ini. Kamar yang aku tempati dengannya,” bisiknya kepada dirinya sendiri, mencoba mencari alasan di balik kehadiran foto itu. Kekhawatiran dan rasa cemburu mulai menyelimuti hatinya, menciptakan badai emosional yang sulit untuk diredam.Revana menelan salivanya dengan pelan seraya menatap foto tersebut dengan tangan gemetar. Sungguh, ia tidak menyangka jika dia akan menemukan foto seorang wanita di kamarnya sendiri. Rasanya seperti dunia di sekelilingnya berputar lebih cepat, membuatnya kehilangan keseimbangan.“Bahkan Tristan masih menyimpannya di sini,” gumamnya kemudian, suaranya nyaris tida
Read more
Bab 18: Tristan belum Juga Kembali
Hendri menarik napas dalam-dalam, seolah mencoba menghimpun setiap kepingan memori yang tersembunyi dalam pikirannya, sebelum akhirnya menggeleng pelan."Maafkan saya, Nona. Tapi, saya tidak mengenal siapa wanita yang ada di dalam foto itu. Yang saya tahu, Tuan Tristan tidak pernah membawa wanita itu ke rumah ini."Revana mengerutkan kening, matanya menelisik tajam ke wajah Hendri, mencari celah keraguan di sana. "Tidak pernah membawa wanita ini ke rumah ini? Pak. Coba ingat-ingat lagi. Siapa tahu kamu hanya lupa atau belum lama bekerja di sini."Hendri mengangguk pelan, sembari menarik napas lagi, seolah ingin memastikan setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah kebenaran yang tak terbantahkan."Iya, Nona. Saya memang belum lama bekerja di sini. Hanya saja, saya sangat yakin jika Tuan Tristan tidak pernah membawa perempuan manapun kecuali Anda ke rumah ini."Revana terdiam, matanya masih terpaku pada wajah Hendri, mencari secercah keraguan yang bisa menjadi petunjuk.Tapi, kegigih
Read more
Bab 19: Rasa Cemas Revana
Gave menatap Revana dengan pandangan yang tajam namun penuh penghormatan. "Tuan Tristan sedang ada urusan bisnis, Nona. Beliau mungkin akan pulang larut malam atau bahkan pagi hari."Revana mengangguk pelan, rasa cemas masih bergelayut di hatinya. "Apakah urusannya sangat penting sampai harus pulang selarut ini?"Gave tersenyum tipis, senyum yang penuh misteri. "Urusan Tuan Tristan selalu penting, Nona. Beliau adalah orang yang sangat sibuk. Selain pebisnis hebat, beliau juga merupakan pekerja gelap yang memimpin kekuasaan di suatu tempat.”Revana menghela napas panjang, matanya kembali menatap langit malam yang kini semakin gelap. “Dan itu sangat membahayakan nyawanya, kan?” tanyanya memastikan.Gave tersenyum tipis. “Semua pekerjaan memiliki risiko masing-masing, Nona. Tuan Tristan sudah mendalami semuanya dan saya harap beliau selalu berhati-hati. Pekerjaan itu memang sangat berbahaya. Tapi, dendam yang ada dalam dirinya tidak akan pernah padam.”Revana mengerutkan keningnya. “Dend
Read more
Bab 20: Marah Besar
Pagi harinya. Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Cahaya matahari merayap masuk melalui tirai tipis yang menggantung, menciptakan pola lembut di dinding kamar yang tenang.Revana membuka matanya, merasakan sisa-sisa mimpi masih membayangi pikirannya. Dia mengucek matanya dengan pelan, mencoba menghapus kantuk yang masih menempel.Tak lupa, dia merentangkan otot-otot tubuhnya sembari mengerang pelan, merasa lega dengan peregangan yang membuat seluruh tubuhnya terbangun."Astagaa!" Revana terperanjat kaget ketika melihat Tristan yang tengah duduk di sampingnya. Tatapan pria itu seperti biasanya—dingin dan tak terbaca."Mas Tristan? Kapan kamu kembali? Aku dengar dari Pak Gave, kamu sedang banyak pekerjaan," ucapnya, suaranya penuh dengan kebingungan. Revana memandang suaminya dari atas sampai bawah.Pria itu sudah sangat rapi dengan balutan jas hitam dan dasi polkadotnya."Kamu ... sudah mandi? Sudah sangat rapi sekali. Maaf, aku bangun siang. Aku tidak tahu jika kamu sudah kembali,"
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status