Semua Bab Istri kedua pilihan mertua : Bab 11 - Bab 20

92 Bab

Menjenguk Carla

Sudah menjadi kebiasaan bagi Riandari dan para sahabat dekatnya untuk melakukan pertemuan setiap bulannya. Bertempat di sebuah restoran mewah di pusat kota Jakarta, Riandari dan ke sembilan sahabatnya berkumpul memperebutkan sebuah gulungan kertas yang dengan sengaja disiapkan oleh ketua perkumpulan. Setelah satu nama keluar, mereka berkumpul di tengah untuk merayakan kegembiraan si pemenang. Riandari sebagai anggota yang paling banyak bicara sejak datang tak pernah berhenti membuka mulutnya. Julukannya adalah si biang gosip. Apa sih berita yang tak luput dari mulut besarnya? "Jeng Rian, kemarin Abi habis lamaran ya? Calonnya Abi yang baru cantik enggak?" suara keras dari Ira, salah satu anggota perkumpulan membuat seisi ruangan menoleh padanya. Mertua Carla itu tersenyum sendiri sambil menutup bibirnya malu-malu lalu mengangguk pelan. "Wah, kapan rencana resminya? Saya diundang, kan?" "Semuanya diundang. Rencananya dua bulan lagi." Riandari tersenyum lebar setelahnya. "Jeng Ira,
Baca selengkapnya

Ibu merajuk

Ivana dan Ira terlibat obrolan seru. Carla sebagai pendengar, cukup serius mengamati kedua orang itu dari dekat. Sesekali ia menimpali obrolan yang mulai terasa berat. Mereka membahas bisnis dan inovasinya. Maklum saja, keduanya adalah pengusaha makanan yang banyak terlibat dengan kalangan anak muda yang sedang viral sekarang. Itulah sebabnya, tak jarang keduanya terus menerus berinovasi agar anak muda tidak bosan dengan makanan buatan mereka. Carla yang juga seorang pengusaha minuman kaleng dan makanan kering tentunya sangat terbantu dengan ide menarik dari mereka berdua. "Seru deh kalau sudah coba makanan kekinian yang lagi viral. Tapi sih, menurut saya lebih baik buat inovasi yang lebih menarik. Shinta, kamu kan biasanya ada ide. Siapa tahu kita bertiga bisa saling tukeran ide atau join bareng," seru Ira yang dibalas senyuman oleh anaknya yang sedang membereskan meja di dekat ranjang Carla. "Sudah ada ide. Kalau mau, kita bisa diskusi bareng. Ibu Car
Baca selengkapnya

Menyindir dengan gaya

Sudah dua hari Abi menginap di rumah sakit menemani Carla, selama itu pula Riandari terus mengomel tak jelas di rumahnya. Sementara Abi di luar, Riandari tinggal di rumah anak bungsunya itu untuk menjaga Adam. Itu katanya. Sebenarnya, tanpa adanya sang nenek tak ada masalah dengan Adam. Ia terbiasa sendiri dan terkadang tak pernah ada di rumah. Anak kecil itu selalu menghabiskan waktunya bersama anak teman Abi yang rumahnya berjarak sepuluh meter. Seperti hari sebelumnya, di hari ketiga Abi tak berada di rumah, Riandari kembali mengomel. Kini, yang jadi sasarannya adalah Rayya tetangga Abi yang juga temannya saat masih kuliah. "Abi tuh dulu kalau sama pacarnya, sering kayak gini enggak?" Rayya yang tengah duduk di teras sambil membaca majalah mengerutkan dahinya. "Maksud ibu?" tanya Rayya heran. "Ya, sering nungguin di rumah sakit atau berduaan gitu sampai lupa waktu." Riandari kegerahan. Sejak tadi tangannya mengipasi leher dengan kipas elekt
Baca selengkapnya

Kekhawatiran Adam

Carla pulang di hari keempat. Sebenarnya dokter ingin dia melakukan serangkaian tes untuk menemukan penyakit lain yang gejalanya sempat diceritakan oleh Carla kemarin. Namun karena wanita cantik itu selalu merengek ingin pulang, dokter pun mengizinkannya.Setelah mendapat izin, sepasang suami istri itu pulang bersama dari rumah sakit menuju rumah mereka. Kali ini Carla mengajak Hani untuk ikut pulang ke rumahnya menggantikan Shinta yang sibuk mengurus event.Carla didorong oleh Hani dengan kursi roda menuju tempat parkir lantai satu. Sementara Abi membawa tas besar berisi pakaian. Saat keluar dari pintu, pak Ujang langsung membukakan pintu mobil dan membantu Carla untuk masuk ke dalam."Pak Ujang, langsung ke rumah ya," pesan Carla. Ia dan Hani duduk di belakang."Memangnya mau mampir?""Ya enggak. Aku mau istirahat, Mas. Ibu enggak ada di rumah kan?" Abi menggelengkan kepalanya. "Syukurlah." Carla menghela napas lega. Abi meringis dalam hati. Ketidakhadiran ibunya ternyata membawa ke
Baca selengkapnya

Rengekan Adam

“Kenapa ibu berkata seperti itu sama Adam? Aku yang akan beritahu padanya saat waktunya tiba.” Abi masih berdiri di balkon kamarnya yang terbuka. Kepalanya masih pening akibat kelakuan ibunya yang mulai meracuni kepala anaknya. Adam marah dan tak mau bicara padanya. Entah hal apa saja yang telah dikatakan oleh ibunya kemarin.“Ibu hanya berkata yang sebenarnya. Bukankah kalian akan menikah sebentar lagi? Dia harus tahu dari sekarang.”“Tapi bu—”“Sudah. Ibu berbuat seperti ini karena ingin membantu kamu. Terserah kalau kamu tidak suka.”Riandari menutup telponnya lebih dulu. Kepala Adam kembali pening dengan jawaban ketus ibunya yang tak mau mengalah sama sekali. Ia menoleh ke belakang, ada Carla yang sedang duduk diam di depan cermin sambil mengoleskan krim di wajahnya. Merasa ditatap, Carla ikut menoleh. Keduanya saling bertatapan dalam diam.“Aku yang akan jelaskan sama Adam. Semoga dia mau mendengarnya.”Abi menutup pintu bal
Baca selengkapnya

Pengaruh ibu mertua

Carla menatap serius dokter Ana yang tengah memeriksa keadaan Adam. Rasa cemasnya membuat dirinya tak sadar telah menggigit bibir bawahnya hingga terluka. Ana masih terus memegang dahi dan membuka mulut Adam dengan senter kecil. Tak lama kemudian, ia menaruh kembali peralatan itu ke dalam tasnya. Ana tersenyum, sekedar untuk menenangkan hati Carla, sahabatnya.“Bagaimana? Adam sakit apa?” tanya Carla dengan raut wajah penuh kecemasan. Tangannya tak berhenti mengusap-usap lengan Adam yang dibalut kain basah.“Tidak usah khawatir. Adam hanya demam biasa. Tapi tetap saja aku harus cek darahnya ke lab di klinik. Kamu bisa ambil nanti malam kalau sempat.” Ana membuka kembali tas dokternya lalu memasukkan jarum suntik ke pembuluh darah di tangan Adam. “Aku kasih obat penurun panas biasa ya. Nanti kalau belum juga turun dalam empat jam ke depan, kamu ke klinik aku. Hari ini aku tidak ada jadwal di rumah sakit,” lanjutnya.
Baca selengkapnya

Kalap emosi

Carla, Abi dan Adam duduk bersama di ruangan praktek dokter Ana. Udara dingin di dalam ruangan menyergap tubuh kecil Adam hingga membuatnya mengantuk. Sejak lima menit lalu mereka hanya terdiam dengan wajah serius menatap wajah dokter muda itu. Carla hanya mengangguk, Abi memangku Adam di atas pahanya sambil mengusap-usap kepala anak kecil itu dengan lembut. Selebihnya, hanya suara dokter Ana yang terdengar.“Sebenarnya tidak terlalu serius, hanya saja ini bisa jadi sedikit berbahaya jika terus dibiarkan,” ujar dokter Ana menunjukkan hasil uji lab pada Carla dan Abi.“Terlalu berbahaya, dok?” tanya Carla. Dokter Ana menggelengkan kepalanya.“Masih batas aman. Jaga sistem imunnya ya. Jangan terlalu lelah beraktivitas dan sering berolahraga,” pesan dokter Ana diiringi dengan senyum manisnya.Tadi, dokter Ana mengatakan jika Adam terkena virus dalam darahnya. Sejenis virus yang menghambat sistem imun dan dapat membuat tubu
Baca selengkapnya

Jebakan tak terduga

Minggu pagi yang ceria. Setelah semalam terisi pertengkaran antara Riandari dan Carla, pagi hari ini keduanya memilih perang dingin. Carla membawa pergi Adam yang telah membaik ke rumah Rayya untuk mengajaknya bermain dengan Jihan sedangkan Riandari rencananya akan mengajak Abi pergi ke rumah Risya untuk bertemu dengan paman gadis itu.Abi sebenarnya enggan, tapi ibunya selalu saja memaksanya tanpa henti. Setelah semalam dirinya berhasil mengelak, kini ia hanya bisa diam tak berkutik.Dan, disinilah Abi beserta ibunya. Berada di rumah Risya untuk bertemu dengan paman Risya yang katanya adalah salah seorang anggota dewan di Senayan.“Wah, saya senang sekali keponakan saya akan menikah dengan pria mapan seperti Abi. Yah, walaupun katanya jadi istri yang kedua,” sindir paman Risya yang membuat Riandari tersenyum kecut. “Jadi pengusaha juga?” tanyanya yang dibalas anggukan oleh Abi.“Paman, mas Abi ini selain sebagai manajer mark
Baca selengkapnya

Firasat buruk

BrakkCarla terkejut menatap bingung gelas yang tiba-tiba terjatuh dari tangannya. Pikiran buruknya melayang pada Abi, suaminya. Sejak tadi pagi mereka berpisah dengan urusan masing-masing, suaminya itu belum sekalipun menghubungi dirinya. Waktu sudah hampir sore hari, deringan telpon ataupun pesan singkat tak menyapa ponselnya. Carla gelisah, ia takut terjadi sesuatu pada suaminya.“Kenapa, Carla?” tanya Rayya yang membuyarkan lamunan Carla. Wanita itu menggelengkan kepalanya lalu kembali mengunyah makanannya. Ia juga kembali memesan minuman yang sama. “Untung gelasnya enggak pecah.”“Ray, kira-kira Bimo ada sama Abi enggak ya?” Carla menggigit bibirnya gelisah. Rayya menggedikkan bahunya. “Aku...”“Kamu takut sesuatu terjadi sama Abi?”Carla hanya terdiam. Entah mengapa pikirannya jadi tak tenang sekarang. Melihat anaknya tengah riang bermain dengan sahabatnya, ia kembali tenang namun tetap saja tak bisa mengubah dalam hatinya jika dirinya belum bisa menghilangkan kegelisahan itu.“
Baca selengkapnya

Minta bantuan

“Lalu, maksud kamu apa? Aku enggak mau jadi sasaran kemarahan kamu dan ibumu.” Ucapan Carla rupanya menohok perasaan Abi. Pria itu menarik napasnya menahan agar emosinya yang terkumpul tak menguar ke permukaan.“Aku dijebak! Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba dia ajak aku ke tempat sepi. Lalu—”“Tapi kamu mau kan?” Carla mendengus keras lalu terkekeh. “Munafik kalau kamu bilang tidak mau. Sudahlah, sini mana surat izinnya.”“Besok. Hari ini sedang diurus asisten aku.”“Ok. Selamat malam.”Abi menghela napas kasarnya. Ia belum bisa memejamkan matanya, ia gelisah. Langkah kakinya ia bawa ke depan balkon kamarnya yang masih tertutup. Langit malam ini cerah tapi hatinya sangatlah muram. Hari ini adalah hari buruk pernikahannya dengan Carla. Tak sedikitpun ia memimpikannya seumur hidup.“Maafkan aku, Carla.”***Carla bangun pagi sekali. Seperti b
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status