Home / Pernikahan / Istri kedua pilihan mertua / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Istri kedua pilihan mertua : Chapter 41 - Chapter 50

92 Chapters

Ulah siapa?

Carla pulang ke rumah tepat pukul sepuluh malam. Keadaan rumah sangat sepi, rumah tamu gelap dan hanya ada suara radio yang sayup-sayup terdengar dari arah pos satpam di depan rumah. Carla sangat lelah. Jiwa dan raganya sesak tak terkatakan. Entah sampai kapan dirinya akan terus menerus menerimanya. Saat Carla masuk ke dalam kamarnya, Abi yang masih terjaga berdiri dari posisi duduknya. Sekilas Carla melihat suaminya itu sedang sibuk membuka ponsel dengan kacamata menggantung di hidungnya. Abi memang sering membalas pesan bisnis di ponselnya sampai tengah malam. Namun baru kali ini Carla melihatnya sangat serius. "Kamu sudah pulang, Carla? Dari mana saja?" tegur Abi yang kini telah menutup ponselnya. Carla tak menjawabnya. Ia malah sibuk membuka lemari pakaian lalu masuk ke kamar mandi. Tak berapa lama, Carla keluar dengan wajah yang segar. "Aku minta maaf." "Wajar kok. Kamu kan antar istri ke dokter karena dia lagi sakit. Apalah aku yang hanya minta dijemput padahal bisa saja pul
Read more

Dibela suami

"Ayo ngaku saja, pasti kamu yang makan kan?" Suara ribut-ribut itu terdengar nyaring dari ruang dapur yang terletak di lantai satu. Riandari dengan tangan berada di pinggang dan tatapan mata yang penuh emosi mencoba mengintimidasi bibik yang sedang sibuk membuat sarapan pagi untuk anggota rumah. Bibik menggelengkan kepalanya. "Demi tuhan, saya tidak tahu tentang makanan itu. Bibik tidur setelah masak makan malam sekitar jam enam. Ibu dan pak Abi kan belum pulang," jelas bibik beralibi membela dirinya. "Bohong. Pasti kamu bangun malam-malam terus makan makanan itu kan?" tuduh Riandari yang tak memberi bibik kesempatan sama sekali untuk dipercaya. Bibik menggelengkan kepalanya sekali lagi. Sudah hampir sepuluh tahun ia bekerja di rumah ini, belum sama sekali Carla pernah menuduhnya mencuri makanan. Karena tak merasa mencurinya, bibik kembali melawan. "Nyonya jangan tuduh saya sembarangan. Saya memang orang miskin, tapi saya punya harga diri. Saya paling pantang makan makanan curia
Read more

Datang tak diundang

Tepat pukul sebelas siang, Risya berangkat ke kantor suaminya. Wajahnya berseri-seri membayangkan bagaimana bahagianya Abi menerima makanan darinya lalu menghabiskannya. Sejak kemarin, ia memang berniat akan datang ke kantor untuk menemani suaminya makan siang. Risya sengaja tak memberitahukan kedatangannya pada sang suami. Niatnya ini adalah kejutan sekaligus ingin memperkenalkan diri sebagai istri kedua Abisena. Saat turun dari dalam taksi, Risya yang baru menginjakkan kaki di gedung kantor Abi hanya bisa berdecak kagum. Bibirnya kembali tersenyum. Ia tak menyangka sang suami adalah pemilik perusahaan yang cukup ternama di negeri ini. "Wah, mas Abi ternyata seorang pengusaha kaya raya? Kenapa dia enggak pernah bilang ya?" gumamnya. Dengan langkah riang, Risya memasuki lobby kantor sambil membawa bungkusan makanan yang telah disiapkan dari rumah. Langkahnya terhenti di depan resepsionis untuk menanyakan dimana lantai tempat Abi bekerja. "Di lantai lima, Bu. Dekat dengan ruang me
Read more

Lupa Janji

Abi melahap makanan yang dibawa Risya dengan hikmat. Risya tentunya sangat bahagia. Bagaimana tidak, masakan yang ia bawa adalah kesukaan suaminya dan kini semuanya telah habis dilahap. Memang tak sepenuhnya itu adalah hasil racikan tangannya, tapi ia memiliki rasa puas saat Abi tanpa henti memasukkan makanannya ke dalam mulutnya. "Enak makanannya?" Abi mengangguk. "Syukurlah. Aku kira ini buruk di lidah mas." "Pasti resepnya dari bibik?" tanya Abi yang tebakannya benar. Risya mengerucutkan bibirnya lalu mengangguk pelan. Abi paham, istrinya itu pasti tengah berusaha untuk membuatnya bangga dengan masakannya. Tak masalah, ini baru permulaan untuknya. "Tapi ini enak kok." "Bibik yang kasih tahu bumbunya, aku yang masak. Jadi ya, sama saja itu bumbu hasil racikan bibik." Risya terdengar tak percaya diri dengan hasil masakannya karena tiba-tiba Abi bisa menebak jika itu resep dari bibik. "Aku menghargai jerih payahmu kok. Tidak usah sedih." Di luar gedung kantor, Carla yang tengah
Read more

Terlambat Datang

Menjelang malam, Carla yang sudah bosan menunggu kedatangan Abi akhirnya menyerah dengan keadaan. Makanan di piring Adam pun telah habis tanpa sisa. Carla tersenyum senang melihatnya. Adam sama sekali tak terpengaruh dengan suasana hatinya yang sedang kacau. Lebih baik pulang saja, batin Carla. Saat akan bersiap-siap pulang, dari arah belakang seseorang yang ternyata mengenal Carla menepuk bahunya hingga wanita itu menoleh ke belakang dan menghentikan langkahnya. "Mas Vian?" Vian, pria yang diam-diam mengikuti Carla hingga ke dalam resto mengumbar senyumnya saat ditegur oleh Carla, pujaan hatinya. "Hai Carla. Makan di sini juga?" Carla mengangguk. "Sama siapa?" "Sama Adam anak aku," tunjuknya pada bocah kecil yang sedang sibuk mengunyah buah di tangannya. "Sudah mau pulang?" Carla mengangguk lagi. "Ayo aku antar pulang." Carla terdiam sejenak. Ia lupa jika telah menyuruh pak Ujang pulang tadi sore. Ia pikir Abi akan datang setelah mengirimkan pesan. Carla menepuk dahinya, membu
Read more

Malam sendiri

Abi masuk rumah dengan tergesa-gesa. Tadi sempat melirik ke garasi rumahnya. Di sana ada mobil Carla teronggok tapi seperti biasanya. Ia berharap Carla sudah sampai dan tengah beristirahat sekarang. Namun, pemandangan yang didapat di dalam kamarnya tak sesuai ekspektasi di kepala. Carla tak ada di sana. Pikiran Abi langsung teringat pada Adam anaknya semata wayang. Ia membuka kamar bocah kecil itu perlahan-lahan. "Adam?" Abi masuk dan meraba ranjang Adam yang dingin. "Adam tidak ada? Kemana Carla membawanya?" Abi kembali ke dalam kamarnya dan mencoba menghubungi Carla. Tak ada jawaban sama sekali. Hatinya gelisah dan kepalanya ribut dengan berbagai macam pikiran buruk tentang Adam dan Carla. "Kumohon, jawab telponnya Carla." Abi berjalan mondar-mandir mengelilingi kamar. Sudah lima kali ia memanggil tapi tetap tak ada jawaban. "Kemana perginya dia?" Abi turun ke lantai bawah hendak mengambil air minum, tiba-tiba saja tenggo
Read more

Berjalan-jalan di Pantai

Pagi sekali Vian datang menjemput Carla dan Adam. Tak lupa ia juga membawa keponakannya yang seusia dengan Adam ikut bersamanya. Carla tentunya senang karena Adam akan ada teman bermain di pantai. Wajah Adam terlihat bahagia saat Vian mengajaknya masuk ke dalam mobil. Tentu saja bahagia, karena hari ini ia akan bersenang-senang di pantai. Tempat yang sudah Adam impikan sejak liburan tahun lalu. "Adam, kenalin. Ini namanya Tasya. Keponakan om yang tinggal di Surabaya. Dia lagi main ke sini jenguk kakeknya," ujar Vian memperkenalkan keponakannya pada Adam. Adam yang memang senang dengan teman banyak mengulurkan tangannya mengajak berkenalan. Tasya yang masih malu-malu hanya menunduk lalu melengos ke arah jendela mobil. "Duh, Tasya masih malu-malu," ledek Vian yang dipelototi oleh Tasya. "Kita langsung ke pantai kan, Vian?" Carla yang duduk di samping Vian menoleh pelan. Saat melihat sosok Carla, mata Vian tak berhenti memandangnya. Ber
Read more

Meluapkan emosi

Abi tak nyenyak tidur sejak malam hingga menjelang pagi, hingga hari berikutnya pun sama. Carla terakhir kali mengirimkan pesan dua hari yang lalu sebelum makan malam lalu satu kali memanggil di sabtu pagi. Abi tak sempat membalasnya karena banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikannya kemarin. Abi berpikir tak masalah tak menghubungi balik Carla, karena istrinya itu adalah wanita yang mandiri. Namun tidak dengan Carla, ini semua tentang prioritas atau bukan.Minggu siang, Carla dan Adam kembali ke rumah dengan selamat. Ditemani oleh Vian dan keponakannya yang juga berniat akan pergi ke rumah neneknya. Abi yang memang sudah menunggu kepulangan Carla ke rumah, sejak satu jam yang lalu berdiri di depan pagar sambil mengawasi pekarangan rumahnya yang sedang dibersihkan.“Terima kasih sekali lagi, Vian. Maaf merepotkan,” ucap Carla sambil mengumbar senyum manisnya. Vian mengangguk dari balik kemudi. Adam yang tertidur di gendongan segera disambar oleh Abi yang ternyata telah mengamat
Read more

Dihantui trauma

Abi membawa Carla ke rumah sakit bersama Adam yang memaksa ikut. Anak semata wayangnya itu terus menangis tak berhenti melihat ibunya dimasukkan ke sebuah ruangan darurat dengan keadaan pingsan. Pikiran buruk terus mengintai Abi. Ia takut kejadian Winda terulang lagi pada Carla.‘Tidak, tidak mungkin.’“Tolong jaga anak kita, Abi. Namanya Adam. Calon istrimu pasti wanita yang baik hati.” wajah Winda saat itu pucat. Seharusnya Abi paham mengapa mantan istrinya itu tiba-tiba menitipkan anak mereka yang baru berusia enam bulan saat itu.Mata Abi berbinar bahagia saat itu. Dua tahun menikah dengan Winda, akhirnya ia bisa memiliki buah hati yang diimpikannya selama pernikahan. Namun sayangnya, mereka berpisah sebelum mimpinya terwujud.“Mengapa kita harus berpisah, Winda.” Abi menyesal bertemu dengan Winda setelah perceraian. Semua sudah terlambat, pikirnya. Walaupun mereka kembali bersama, rasanya sudah tak sama seperti dul
Read more

Sakit parah?

Abi duduk di tepi ranjang rumah sakit sambil menggenggam tangan Carla yang terasa dingin. Setengah jam yang lalu ia tersadar lalu dibawa oleh perawat ke ruangan ini. Bersama Abi, ada Adam yang sejak tadi ikut sibuk membantu ayahnya mengurus perawatan sang ibu. Hati anak yang mana tak akan hancur melihat ibunya tengah berada dalam keadaan menahan sakit hingga tak sadarkan diri. "Pa, mama akan sembuh kan?" tanya Adam memelas. Abi tersenyum lalu mengangguk. Satu tangannya menarik pinggang putra kesayangannya untuk duduk di pangkuannya. Adam menuruti keinginan ayahnya. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Abi untuk memeluknya. "Mama pasti sembuh. Mama hanya capek," bisik Abi di telinga Adam untuk menyemangatinya. Adam mencebikkan bibirnya. Ia merasa bersalah melihat ibunya jatuh sakit setelah pergi seharian bermain dengannya. Padahal, kemarin ibunya baik-baiknya saja saat bersamanya. "Harusnya kita berdua tidak main ke pantai kemarin. Mama kenapa
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status