“Lalu, maksud kamu apa? Aku enggak mau jadi sasaran kemarahan kamu dan ibumu.” Ucapan Carla rupanya menohok perasaan Abi. Pria itu menarik napasnya menahan agar emosinya yang terkumpul tak menguar ke permukaan.
“Aku dijebak! Aku tidak tahu kenapa tiba-tiba dia ajak aku ke tempat sepi. Lalu—”
“Tapi kamu mau kan?” Carla mendengus keras lalu terkekeh. “Munafik kalau kamu bilang tidak mau. Sudahlah, sini mana surat izinnya.”
“Besok. Hari ini sedang diurus asisten aku.”
“Ok. Selamat malam.”
Abi menghela napas kasarnya. Ia belum bisa memejamkan matanya, ia gelisah. Langkah kakinya ia bawa ke depan balkon kamarnya yang masih tertutup. Langit malam ini cerah tapi hatinya sangatlah muram. Hari ini adalah hari buruk pernikahannya dengan Carla. Tak sedikitpun ia memimpikannya seumur hidup.
“Maafkan aku, Carla.”
***
Carla bangun pagi sekali. Seperti b
Memalukan!Satu kata itu yang ingin Carla teriakkan di telinga Abi dan ibunya. Bertahun-tahun dirinya bersusah payah menaikkan derajat dan martabat keluarga suaminya, baru kali ini hancur karena sebuah jebakan yang disadari oleh Abi. Tujuh tahun yang lalu saat Abi mendekati Carla, belum pernah sama sekali berbuat tak senonoh hingga membuat mereka jatuh dalam skandal.Aneh! Mengapa baru sekarang sifat liar Abi keluar.“Sebenarnya, saya tak percaya dengan pernyataan yang dituduhkan oleh keluarga kalian,” ujar Carla melirik sinis pada salah satu pria yang sejak tadi memaksa ketua RT untuk percaya dengan skandal yang dibuat oleh Abi. “Ada saksi selain anda yang bersifat netral?”Tak ada yang bicara, ruangan hening seketika.“Tapi, saya lihat dia pegang dada Risya. Dia—”“Saya bisa dijadikan jaminan oleh kalian. Kalau memang Abi adalah pria mesum, sejak kami berkenalan dulu dia akan berbuat nakal.”Abi tersenyum mendengar Carla yang berani bersaksi atas dirinya. Lalu setelah Carla bicara,
Carla pulang dengan wajah masam tak berbentuk. Sejak pulang dari rumah kepala RT tadi, pikirannya melayang entah kemana. Banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada suaminya tapi entah mengapa semuanya menguap begitu saja. Rayya berkali-kali menoleh ke belakang, memastikan temannya baik-baik saja. Carla jadi sosok yang berbeda kali ini. Rayya memakluminya. Carla mungkin merasa terkhianati dengan sikap dan tingkah laku Abi yang selama ini dibanggakannya. Helaan napas kasar Carla cukup membuktikan seberapa besar masalah yang tengah dihadapinya. “Carla, kamu istirahat saja nanti.Kalau butuh sesuatu, kamu bisa hubungi aku atau Bimo. Jangan sungkan ya. Aku selalu ada untuk kamu,” ujar Rayya sebelum membiarkan Carla turun dari mobilnya. Carla mengangguk dengan senyuman manis merekah di bibirnya. “Terima kasih.” “Adam di rumah kami saja untuk sementara. Ada Jihan dan Rayhan, kebetulan adik aku lagi main di rumah.” Bimo menawarkan bantuan juga pada Carla yang dibalas anggukan olehnya. C
Hari yang melelahkan. Carla duduk dengan santai di ruang tengah sambil memijit kakinya yang terasa pegal. Sejak tadi pagi dirinya belum sempat beristirahat sama sekali. Setelah dari acara seminar, melanjutkan pergi mengunjungi bazaar produk kementrian lalu kembali ke kantor dan akhirnya pulang.Wajah lelah Carla telah menjelaskan segalanya. Ia hanya ingin beristirahat memejamkan matanya dengan tenang tanpa ada yang menganggunya.Namun sepertinya itu hanya ada dalam angan-angan Carla. Baru saja ia hendak beranjak masuk ke dalam kamarnya, tiba-tiba saja ada yang datang membuyarkan rencananya.“Carla, kebetulan kamu sudah pulang,” teriak kegirangan Riandari seperti sedang menemukan harta berharga di depannya. Bahu Carla merosot. Seseorang yang tak diharapkannya datang menganggu rencananya beristirahat.“Ada apa, Bu?” jawab Carla malas. Mata bulatnya melirik seorang wanita yang tengah berdiri di belakang ibu mertuanya. Wanita cantik yang akan jadi istri baru Abi dalam satu bulan ke depan.
"Mas Abi, hari ini...." sebelum meneruskan kata-katanya Abi sang suami terlihat melotot ke arah Carla dan ia pun seketika diam. Sejak pagi, Carla selalu menghujani Abi dengan permintaan dan selalu mengingatkan Abi untuk cuti satu hari ini. Alasannya, Abi dan Risya calon istrinya harus melakukan foto prewedding. Sudah beberapa kali Abi tak setuju dan menolak dengan tegas. Tapi apa yang Carla lakukan? Ia tetap memaksa. "Bisa diam tidak? Aku sudah tahu." Abi belum beranjak dari layar laptopnya sejak pagi hari sedangkan pemotretan akan dilakukan satu jam lagi. Bahkan, Risya sudah lebih dulu datang ke studio sebelum Abi. "Pemotretan jam sepuluh, Mas. Risya sudah sampai. Ayolah, Mas." Carla menarik tangan Abbi. Dengan terpaksa Abi menuruti kemauan Carla. Ia segera berganti pakaian seadanya, lalu memanaskan kendaraan. Wajah Abi terlihat masam. Carla yang duduk di sebelahnya tak sedikitpun disahuti omongannya. Carla maklum, karena memang sejak awal Abi tak menginginkan pernikahan ini. Sa
Dua minggu sebelumnya Bimo menghubungi Carla tengah malam. Di saat semua orang terlelap, sahabat Abi yang sering menasehati suami Carla itu tiba-tiba saja meminta bantuannya. Hari telah menunjukkan pukul dua belas malam. Untung saja Carla belum tertidur. Panggilan Bimo pun dijawab dengan dahi mengernyit heran. 'Ada sesuatu yang penting kah?' "Ada apa, Bim?" tanya Carla begitu menjawab panggilan yang terhubung itu. "Syukurlah kamu belum tidur. Aku minta maaf ganggu kamu malam-malam. Tadi, selepas isya sepupu kamu datang ke rumah aku. Dia mau nuntut aku dan kafe milik Hadi atas tuduhan penipuan. Dia juga bawa-bawa nama kamu." Carla membelalakkan matanya. Ia baru dengar ada masalah antara Bimo dan sepupunya. Sudah lama ia juga tak bertemu dengannya. "Lalu, apa yang dia katakan? Aku sama sekali belum dapat informasi dari dia." Carla melangkah keluar kamar lalu menutup pintunya. Takut jika Abi mendengar suaranya lalu terbangun. Ia memilih duduk di dekat taman di belakang dapur samb
Risya dan Riandari rupanya tak ingin membuat satu hari bahagia dalam hidup Carla. Setelah sebelumnya berhasil membuat malu dan memaksanya untuk membantu mereka, kini keduanya kembali datang meminta bantuannya. Pagi hari saat Carla baru saja membuka pintu rumahnya, Riandari sudah duduk di teras bersama dengan Risya. Carla mengernyitkan dahinya heran. Pasalnya, keduanya berdandan sangat rapi seperti akan pergi ke suatu tempat. Seingatnya tadi, Abi masih tidur dan tak mengatakan apapun mengenai ibunya. "Ibu? Mau kemana?" tanya Carla sambil menyalami telapak tangan ibu mertuanya. Carla ikut duduk di sampingnya. "Bi, buatkan minuman. Ibu masuk ke dalam yuk." Carla dan kedua tamunya kembali berdiri lalu masuk ke dalam rumah. Ruang tamu masih gelap, Carla belum sempat membereskannya tadi. "Ada apa nih, pagi-pagi kesini?" Carla dengan murah hati tersenyum pada mereka. Namun hanya Risya yang membalasnya malu-malu sedangkan ibu mertuanya tetap dalam posisi diam tak merespon. "Ibu kesini m
Carla datang ke kantor pada siang hari. Setelah masalah di rumahnya sudah berhasil diatasi, ia memilih pergi untuk menenangkan dirinya di kantor. Adam sudah terabaikan dua minggu terakhir. Ia hanya tahu perkembangannya dari bibi dan juga Rayya yang sering membantunya menemani anaknya itu. Seharusnya, jika ibu mertuanya tak ikut campur dengan urusan rumah tangganya dengan Abi, mungkin saja saat ini ia akan hidup dengan tenang. "Selamat siang, mbak Carla." Hani masuk ke dalam ruangan Carla yang baru saja datang. Setumpuk berkas sudah ada di tangannya, siap untuk diberikan pada Carla. "Siang, Hani. Ada kabar baik hari ini?" tanya Carla disela kesibukannya menyusun jadwal hari ini. "Ini berkas yang harus mbak Carla tanda tangani. Hari ini, kita kedatangan talent dari agensi yang mbak datangi dua bulan lalu. Kita akan mulai seleksi untuk ikut training membahas produk yang akan kita luncurkan dua bulan lagi," jawab Hani panjang lebar yang dibalas dengan anggukan oleh Carla. "Cari yang
Adam tak mau bicara dengan ayahnya sejak kemarin. Abi sudah mencoba berbagai cara tapi anak itu semakin lama semakin menjauh. Tadi siang saat Abi pulang kerja, biasanya Adam akan datang menyambutnya dengan membawakan minuman tapi hari ini tidak ada sama sekali. Adam malah hanya diam di depan tv sambil mengunyah makanan ringan di tangannya. "Adam mau makan apa buat malam nanti?" Carla berteriak dari dapur. Hari ini, Carla sengaja berada di rumah seharian untuk menjaga Adam yang katanya kesepian. Adam beringsut dari sofa lalu berlari ke dapur menemui ibunya. Adam menunjuk seonggok daging yang sudah dipotong tipis-tipis dan diberi bumbu oleh Carla. "Mau teriyaki, boleh?" tanya Adam dengan senyuman manisnya. Carla mengangguk. "Boleh dong. Kalau sayurannya?" "Aku mau tumis brokoli pake bawang putih. Tapi kalau pakai saus tiram juga boleh." Adam sejak kecil sering membantu Carla di dapur. Terkadang, Carla mengajaknya membuat kue atau makanan ringan. Namun sejak perusahaan barunya berd
"Kamu kenapa sih?" Abi membantu istrinya berdiri yang terus menggerutu menyebut nama Carla. Entah apa yang terjadi pada mereka berdua tadi, hanya saja memang Risya terlalu berlebihan dalam menanggapi sesuatu. "Sehari aja enggak gangguin Carla, enggak bisa? Kamu dendam apa sama dia?" Abi kembali memarahi Risya yang sejak tadi tak berhenti mengomel. "Kamu terus saja belain dia. Tadi rambut aku dijambak. Lihat kan tadi aku jatuh? Mana lagi hamil pula," gerutu Risya yang masih saja tak terima dirinya kalah dari Carla. "Carla enggak mungkin duluan kalau bukan kamu yang mulai. Aku jauh-jauh dari kantor ke sini hanya untuk melihat hal memalukan. Kamu ternyata enggak berubah." Abi meninggalkan Risya yang masih berdiri di ruang ukur. Carla telah turun lebih dulu. Abi berniat mengejar Carla untuk meminta maaf padanya. Risya mengikuti Abi dari belakang. Kakinya dihentak-hentak kasar, menunjukkan ia tengah kesal karena suaminya ternyata lebih membela mantan istrinya. Di lantai bawah, Abi be
"Aduh." Terlihat seorang wanita tengah kesusahan memijat pergelangan kakinya yang baru saja tak sengaja menginjak sebuah kain. Ia terduduk sambil menundukkan wajahnya yang mengerang kesakitan. Kain yang terjulur itu adalah kain milik Carla yang tengah dipasangkan di tubuhnya oleh staf butik tante Leni. Staf itu tak melihat jika ada seseorang tengah melintas di belakangnya. "Bu, maaf. Tadi enggak sengaja. Saya tidak melihat—" "Kalau kerja itu pakai mata! Mentang-mentang kamu lagi sibuk sama pelanggan satunya, jangan lupakan juga ada pelanggan yang lain," bentak wanita itu. Carla yang merasa familiar dengan suara itu seketika menoleh dengan cepat ke arahnya. Matanya terbelalak, ternyata benar orang yang ada di pikirannya itu tengah berada di tempat yang sama dengannya. Ia menghela napas kasarnya. Baru saja ia terbebas dari masalah di acara pertunangan Kesya kemarin, kini harus dipertemukan lagi dengan wanita itu. Entah apa rencana tuhan yang sebenarnya dengan mereka berdua. Takdi
Kabar kehamilan Risya mampir di telinga Carla. Ini semua karena ulah bibik yang sering bergosip dengan asisten yang lain saat sedang santai. Curi dengar itu membuat hati Carla tercubit. Dua kali dirinya mendengar kabar bahagia kehamilan orang di dekatnya tapi dirinya sendiri masih belum juga memiliki satupun. Carla berjalan bolak-balik di belakang rumah hanya untuk memastikan apa yang didengarnya tidaklah salah. Ia bahkan rela duduk sambil mengunyah makanan agar gosip yang terdengar itu semakin seru. 'Ternyata, dia memang sudah hamil lagi?' Lalu, Carla mengusap perutnya. Datar, tanpa isi kecuali lemak. Carla menghela napas kasarnya. Ia beranjak dari duduknya menuju dapur. Tenggorokannya haus sejak tadi. Jus melon adalah pilihan bagus untuknya. "Mama!" teriak Adam dan Tasya yang berlarian masuk ke dalam rumah. "Adam minggu depan libur." "Tasya juga." Keduanya menunjukkan sebuah surat himbauan dari sekolah. Carla membacanya dengan seksama lalu mengangguk paham. "Satu bulan libur
"Kesya, sini nak." Kesya berlari kecil ke arah ibunya yang memanggil dari kejauhan. Al sudah tak tahu kemana, sepertinya sedang berbincang dengan teman-temannya yang datang ke acaranya. Kesya tentunya tak tahu siapa yang berada di samping ibunya, karena posisi mereka yang dekat dengan lorong tempat lalu lalang orang. Dengan senyum manisnya Kesya memeluk ibunya dari samping. Ia belum sadar dengan siapa ibunya tengah berbincang. Hingga suara ibunya menyadarkan dirinya dan akhirnya membuat batinnya sedikit terguncang. 'Abi?' "Ini loh saudara jauh kamu yang sering main ke rumah lama kita di Semarang. Kamu pasti sudah lupa. Namanya Risya dan ini suaminya." Kesya meringis tak tahu harus menjawab apa. Ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan keduanya. "Kamu ngobrol dulu. Ibu mau cek barang-barang hantaran tadi." "Dunia sempit ya? Aku enggak tahu kalau ternyata Risya itu sepupuku," sinis Kesya tak suka. Merasa diremehkan membuat Risya menaikkan wajahnya seolah sedang menant
Setelah pemeriksaan ke dokter kandungan, Abi dan Risya memutuskan untuk merayakan perayaan kehamilan kedua dengan makan bersama di kafe milik Vian. Abi memilih kafe itu karena ada memori tersendiri yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Risya tampak bahagia. Pasalnya, ia membawa keluarga besarnya untuk ikut merayakan pesta itu. Abi pun tak keberatan sama sekali. "Makan yang banyak, Ma. Kita makan enak malam ini," ujar Risya pada ibunya yang juga datang. Abi tersenyum datar melihat suasana akrab itu. Sekedar mencari angin, Abi memilih keluar dari dalam ruangan untuk duduk di dekat anak tangga belakang. Ia ingin merilekskan otaknya sejenak menatap kolam ikan yang sepi. Pikirannya berkelana ke beberapa waktu silam saat ia melihat Adam berada di sana. Dia sedang apa sekarang ? Pesan yang dikirim tiga hari lalu masih saja diabaikan. "Adam mau dibawakan apa? Udang asam manis atau cumi pedas?" Abi menoleh ke belakang, asal su
"Mau kemana kamu?" Abi turun dari tangga langsung mendapati Risya yang sedang mengendap-endap ingin pergi ke suatu tempat. Pakaiannya rapi dan ini masih pagi. Seharusnya wanita itu mengurusi anaknya atau setidaknya memasak untuk suaminya. "Mau kemana?" tanya Abi lagi. "Mau ke butik tantenya Indah. Aku mau ambil pesanan minggu lalu untuk lamaran dan pernikahan anaknya om aku yang tinggal di luar kota. Dia minggu ini anaknya lamaran dan aku belum pernah ketemu lagi dari SMP. Pas kita nikah dia juga enggak bisa datang karena sakit. Boleh ya?" ujar Risya panjang lebar menceritakan rencananya hari ini. "Katanya mau periksa kandungan? Aku udah telpon dokternya." Abi menyilangkan dadanya di depan Risya. Istrinya itu menelan ludah kasar. Abi jika dalam model seperti ini sulit untuk ditolak pesonanya. "Kamu enggak lagi coba berbohong sama aku kan?" "Demi tuhan, aku enggak bohong. Janjian ke dokternya jam berapa?" tanya Risya. "Sore jam tiga." Risya tersenyum senang. Berarti pagi ini dia
Lelah menghampiri Abi yang baru saja menyelesaikan pekerjaan hari ini. Setelah libur selama dua hari akhir pekan kemarin, sulit baginya untuk sekedar bersantai sejenak. Hal yang membuatnya lelah hari ini adalah audit keuangan perusahaan yang tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Al yang memanggil tim audit. Ini semua demi pengetatan anggaran yang tak perlu dan mencari pelaku pelanggaran yang menyebabkan kebocoran keuangan perusahaan. Al mencurigai banyak pihak telah berbuat curang. Al mencurigai Abi, lebih tepatnya. "Aku tahu kau sangat curiga denganku. Iya, kan?" tanya Abi setelah diperbolehkan masuk ke dalam ruangan minimalis milik Al. Ia menaikkan satu sudut bibirnya, tersenyum sinis setelahnya. "Ow, kau merasa ya? Padahal aku hanya ingin audit biasa saja. Ah, bukankah kamu pernah membuat kebijakan bagi karyawan untuk memakai uang perusahaan dengan cara pinjaman seperti student loan misalnya. Pengabdian dengan separuh gaji jika mema
Keesokan harinya, Risya bermaksud meminta pertanggung jawaban Nanda yang telah menipunya hingga berujung malu di depan banyak orang. Bahkan ia sudah bersiap untuk memberikan tamparan pada temannya itu. Segera ia pergi ke studio musik milik Nanda untuk menemuinya. Di dalam studio itu, ia melihat Nanda dan Gane sedang tertawa lepas mendengar cerita salah seorang staf studio musik itu. Risya berdiri di dekat pintu masuk yang terbuka di satu sisinya. Dari situ ia bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan mereka bertiga. "Mertua si bodoh itu viral? Sudah kuduga. Wanita itu memang picik dan senang membuat keributan," ujar Nanda yang diangguki oleh Gane. "Iya. Pantas saja mantan menantunya tidak kuat. Kalau jadi Carla, aku sudah kasih itu racun ke makanannya si mertua jahanam itu," tambah Gane yang dibalas kekehan kasar dari Nanda. "Orang seperti itu harus kita kerjain sekali-kali. Aku pernah kasih semangat untuk Carla menjelang sidang perceraiannya. Dia terlihat sedih tapi ber
Carla tak habis pikir. Dirinya sudah menjauh dari kehidupan Abi tapi tetap saja masih bertemu dengan mereka di sela kesibukannya. Tak ada lagi nama Abi, tak ada lagi komunikasi apapun dengan pria itu. Tapi takdir selalu mempertemukan mereka berdua. Sepertinya, memang itu semua sudah digariskan dari tuhan. "Untuk tuan Abi, tolong beritahukan pada keluarga anda untuk tidak menganggu kehidupan saya lagi. Dunia tak berputar hanya sekitar mereka saja. Kalau mereka butuh pengakuan lebih, berbuatlah sesuatu yang bisa membanggakan. Jangan bertingkah seperti tadi." Carla menggandeng tangan Vian keluar dari gedung acara. Ia tak ingin mendengar segala omong kosong yang keluar dari mulut mantan suaminya itu. Rasa kesal dan benci menguar dari dalam dirinya. Padahal, rasa itu telah dikuburnya dalam-dalam. "Aku, minta maaf Carla." Abi berteriak memanggil Carla yang hampir mencapai pintu keluar. "Atas nama keluargaku, aku minta maaf. Aku akan peringatkan mereka untuk t