Ivana dan Ira terlibat obrolan seru. Carla sebagai pendengar, cukup serius mengamati kedua orang itu dari dekat. Sesekali ia menimpali obrolan yang mulai terasa berat. Mereka membahas bisnis dan inovasinya. Maklum saja, keduanya adalah pengusaha makanan yang banyak terlibat dengan kalangan anak muda yang sedang viral sekarang. Itulah sebabnya, tak jarang keduanya terus menerus berinovasi agar anak muda tidak bosan dengan makanan buatan mereka. Carla yang juga seorang pengusaha minuman kaleng dan makanan kering tentunya sangat terbantu dengan ide menarik dari mereka berdua. "Seru deh kalau sudah coba makanan kekinian yang lagi viral. Tapi sih, menurut saya lebih baik buat inovasi yang lebih menarik. Shinta, kamu kan biasanya ada ide. Siapa tahu kita bertiga bisa saling tukeran ide atau join bareng," seru Ira yang dibalas senyuman oleh anaknya yang sedang membereskan meja di dekat ranjang Carla. "Sudah ada ide. Kalau mau, kita bisa diskusi bareng. Ibu Car
Sudah dua hari Abi menginap di rumah sakit menemani Carla, selama itu pula Riandari terus mengomel tak jelas di rumahnya. Sementara Abi di luar, Riandari tinggal di rumah anak bungsunya itu untuk menjaga Adam. Itu katanya. Sebenarnya, tanpa adanya sang nenek tak ada masalah dengan Adam. Ia terbiasa sendiri dan terkadang tak pernah ada di rumah. Anak kecil itu selalu menghabiskan waktunya bersama anak teman Abi yang rumahnya berjarak sepuluh meter. Seperti hari sebelumnya, di hari ketiga Abi tak berada di rumah, Riandari kembali mengomel. Kini, yang jadi sasarannya adalah Rayya tetangga Abi yang juga temannya saat masih kuliah. "Abi tuh dulu kalau sama pacarnya, sering kayak gini enggak?" Rayya yang tengah duduk di teras sambil membaca majalah mengerutkan dahinya. "Maksud ibu?" tanya Rayya heran. "Ya, sering nungguin di rumah sakit atau berduaan gitu sampai lupa waktu." Riandari kegerahan. Sejak tadi tangannya mengipasi leher dengan kipas elekt
Carla pulang di hari keempat. Sebenarnya dokter ingin dia melakukan serangkaian tes untuk menemukan penyakit lain yang gejalanya sempat diceritakan oleh Carla kemarin. Namun karena wanita cantik itu selalu merengek ingin pulang, dokter pun mengizinkannya.Setelah mendapat izin, sepasang suami istri itu pulang bersama dari rumah sakit menuju rumah mereka. Kali ini Carla mengajak Hani untuk ikut pulang ke rumahnya menggantikan Shinta yang sibuk mengurus event.Carla didorong oleh Hani dengan kursi roda menuju tempat parkir lantai satu. Sementara Abi membawa tas besar berisi pakaian. Saat keluar dari pintu, pak Ujang langsung membukakan pintu mobil dan membantu Carla untuk masuk ke dalam."Pak Ujang, langsung ke rumah ya," pesan Carla. Ia dan Hani duduk di belakang."Memangnya mau mampir?""Ya enggak. Aku mau istirahat, Mas. Ibu enggak ada di rumah kan?" Abi menggelengkan kepalanya. "Syukurlah." Carla menghela napas lega. Abi meringis dalam hati. Ketidakhadiran ibunya ternyata membawa ke
“Kenapa ibu berkata seperti itu sama Adam? Aku yang akan beritahu padanya saat waktunya tiba.” Abi masih berdiri di balkon kamarnya yang terbuka. Kepalanya masih pening akibat kelakuan ibunya yang mulai meracuni kepala anaknya. Adam marah dan tak mau bicara padanya. Entah hal apa saja yang telah dikatakan oleh ibunya kemarin.“Ibu hanya berkata yang sebenarnya. Bukankah kalian akan menikah sebentar lagi? Dia harus tahu dari sekarang.”“Tapi bu—”“Sudah. Ibu berbuat seperti ini karena ingin membantu kamu. Terserah kalau kamu tidak suka.”Riandari menutup telponnya lebih dulu. Kepala Adam kembali pening dengan jawaban ketus ibunya yang tak mau mengalah sama sekali. Ia menoleh ke belakang, ada Carla yang sedang duduk diam di depan cermin sambil mengoleskan krim di wajahnya. Merasa ditatap, Carla ikut menoleh. Keduanya saling bertatapan dalam diam.“Aku yang akan jelaskan sama Adam. Semoga dia mau mendengarnya.”Abi menutup pintu bal
Carla menatap serius dokter Ana yang tengah memeriksa keadaan Adam. Rasa cemasnya membuat dirinya tak sadar telah menggigit bibir bawahnya hingga terluka. Ana masih terus memegang dahi dan membuka mulut Adam dengan senter kecil. Tak lama kemudian, ia menaruh kembali peralatan itu ke dalam tasnya. Ana tersenyum, sekedar untuk menenangkan hati Carla, sahabatnya.“Bagaimana? Adam sakit apa?” tanya Carla dengan raut wajah penuh kecemasan. Tangannya tak berhenti mengusap-usap lengan Adam yang dibalut kain basah.“Tidak usah khawatir. Adam hanya demam biasa. Tapi tetap saja aku harus cek darahnya ke lab di klinik. Kamu bisa ambil nanti malam kalau sempat.” Ana membuka kembali tas dokternya lalu memasukkan jarum suntik ke pembuluh darah di tangan Adam.“Aku kasih obat penurun panas biasa ya. Nanti kalau belum juga turun dalam empat jam ke depan, kamu ke klinik aku. Hari ini aku tidak ada jadwal di rumah sakit,” lanjutnya.
Carla, Abi dan Adam duduk bersama di ruangan praktek dokter Ana. Udara dingin di dalam ruangan menyergap tubuh kecil Adam hingga membuatnya mengantuk. Sejak lima menit lalu mereka hanya terdiam dengan wajah serius menatap wajah dokter muda itu. Carla hanya mengangguk, Abi memangku Adam di atas pahanya sambil mengusap-usap kepala anak kecil itu dengan lembut. Selebihnya, hanya suara dokter Ana yang terdengar.“Sebenarnya tidak terlalu serius, hanya saja ini bisa jadi sedikit berbahaya jika terus dibiarkan,” ujar dokter Ana menunjukkan hasil uji lab pada Carla dan Abi.“Terlalu berbahaya, dok?” tanya Carla. Dokter Ana menggelengkan kepalanya.“Masih batas aman. Jaga sistem imunnya ya. Jangan terlalu lelah beraktivitas dan sering berolahraga,” pesan dokter Ana diiringi dengan senyum manisnya.Tadi, dokter Ana mengatakan jika Adam terkena virus dalam darahnya. Sejenis virus yang menghambat sistem imun dan dapat membuat tubu
Minggu pagi yang ceria. Setelah semalam terisi pertengkaran antara Riandari dan Carla, pagi hari ini keduanya memilih perang dingin. Carla membawa pergi Adam yang telah membaik ke rumah Rayya untuk mengajaknya bermain dengan Jihan sedangkan Riandari rencananya akan mengajak Abi pergi ke rumah Risya untuk bertemu dengan paman gadis itu.Abi sebenarnya enggan, tapi ibunya selalu saja memaksanya tanpa henti. Setelah semalam dirinya berhasil mengelak, kini ia hanya bisa diam tak berkutik.Dan, disinilah Abi beserta ibunya. Berada di rumah Risya untuk bertemu dengan paman Risya yang katanya adalah salah seorang anggota dewan di Senayan.“Wah, saya senang sekali keponakan saya akan menikah dengan pria mapan seperti Abi. Yah, walaupun katanya jadi istri yang kedua,” sindir paman Risya yang membuat Riandari tersenyum kecut. “Jadi pengusaha juga?” tanyanya yang dibalas anggukan oleh Abi.“Paman, mas Abi ini selain sebagai manajer mark
BrakkCarla terkejut menatap bingung gelas yang tiba-tiba terjatuh dari tangannya. Pikiran buruknya melayang pada Abi, suaminya. Sejak tadi pagi mereka berpisah dengan urusan masing-masing, suaminya itu belum sekalipun menghubungi dirinya. Waktu sudah hampir sore hari, deringan telpon ataupun pesan singkat tak menyapa ponselnya. Carla gelisah, ia takut terjadi sesuatu pada suaminya.“Kenapa, Carla?” tanya Rayya yang membuyarkan lamunan Carla. Wanita itu menggelengkan kepalanya lalu kembali mengunyah makanannya. Ia juga kembali memesan minuman yang sama. “Untung gelasnya enggak pecah.”“Ray, kira-kira Bimo ada sama Abi enggak ya?” Carla menggigit bibirnya gelisah. Rayya menggedikkan bahunya. “Aku...”“Kamu takut sesuatu terjadi sama Abi?”Carla hanya terdiam. Entah mengapa pikirannya jadi tak tenang sekarang. Melihat anaknya tengah riang bermain dengan sahabatnya, ia kembali tenang namun tetap saja tak bisa mengubah dalam hatinya jika dirinya belum bisa menghilangkan kegelisahan itu.“
"Kamu kenapa sih?" Abi membantu istrinya berdiri yang terus menggerutu menyebut nama Carla. Entah apa yang terjadi pada mereka berdua tadi, hanya saja memang Risya terlalu berlebihan dalam menanggapi sesuatu. "Sehari aja enggak gangguin Carla, enggak bisa? Kamu dendam apa sama dia?" Abi kembali memarahi Risya yang sejak tadi tak berhenti mengomel. "Kamu terus saja belain dia. Tadi rambut aku dijambak. Lihat kan tadi aku jatuh? Mana lagi hamil pula," gerutu Risya yang masih saja tak terima dirinya kalah dari Carla. "Carla enggak mungkin duluan kalau bukan kamu yang mulai. Aku jauh-jauh dari kantor ke sini hanya untuk melihat hal memalukan. Kamu ternyata enggak berubah." Abi meninggalkan Risya yang masih berdiri di ruang ukur. Carla telah turun lebih dulu. Abi berniat mengejar Carla untuk meminta maaf padanya. Risya mengikuti Abi dari belakang. Kakinya dihentak-hentak kasar, menunjukkan ia tengah kesal karena suaminya ternyata lebih membela mantan istrinya. Di lantai bawah, Abi be
"Aduh." Terlihat seorang wanita tengah kesusahan memijat pergelangan kakinya yang baru saja tak sengaja menginjak sebuah kain. Ia terduduk sambil menundukkan wajahnya yang mengerang kesakitan. Kain yang terjulur itu adalah kain milik Carla yang tengah dipasangkan di tubuhnya oleh staf butik tante Leni. Staf itu tak melihat jika ada seseorang tengah melintas di belakangnya. "Bu, maaf. Tadi enggak sengaja. Saya tidak melihat—" "Kalau kerja itu pakai mata! Mentang-mentang kamu lagi sibuk sama pelanggan satunya, jangan lupakan juga ada pelanggan yang lain," bentak wanita itu. Carla yang merasa familiar dengan suara itu seketika menoleh dengan cepat ke arahnya. Matanya terbelalak, ternyata benar orang yang ada di pikirannya itu tengah berada di tempat yang sama dengannya. Ia menghela napas kasarnya. Baru saja ia terbebas dari masalah di acara pertunangan Kesya kemarin, kini harus dipertemukan lagi dengan wanita itu. Entah apa rencana tuhan yang sebenarnya dengan mereka berdua. Takdi
Kabar kehamilan Risya mampir di telinga Carla. Ini semua karena ulah bibik yang sering bergosip dengan asisten yang lain saat sedang santai. Curi dengar itu membuat hati Carla tercubit. Dua kali dirinya mendengar kabar bahagia kehamilan orang di dekatnya tapi dirinya sendiri masih belum juga memiliki satupun. Carla berjalan bolak-balik di belakang rumah hanya untuk memastikan apa yang didengarnya tidaklah salah. Ia bahkan rela duduk sambil mengunyah makanan agar gosip yang terdengar itu semakin seru. 'Ternyata, dia memang sudah hamil lagi?' Lalu, Carla mengusap perutnya. Datar, tanpa isi kecuali lemak. Carla menghela napas kasarnya. Ia beranjak dari duduknya menuju dapur. Tenggorokannya haus sejak tadi. Jus melon adalah pilihan bagus untuknya. "Mama!" teriak Adam dan Tasya yang berlarian masuk ke dalam rumah. "Adam minggu depan libur." "Tasya juga." Keduanya menunjukkan sebuah surat himbauan dari sekolah. Carla membacanya dengan seksama lalu mengangguk paham. "Satu bulan libur
"Kesya, sini nak." Kesya berlari kecil ke arah ibunya yang memanggil dari kejauhan. Al sudah tak tahu kemana, sepertinya sedang berbincang dengan teman-temannya yang datang ke acaranya. Kesya tentunya tak tahu siapa yang berada di samping ibunya, karena posisi mereka yang dekat dengan lorong tempat lalu lalang orang. Dengan senyum manisnya Kesya memeluk ibunya dari samping. Ia belum sadar dengan siapa ibunya tengah berbincang. Hingga suara ibunya menyadarkan dirinya dan akhirnya membuat batinnya sedikit terguncang. 'Abi?' "Ini loh saudara jauh kamu yang sering main ke rumah lama kita di Semarang. Kamu pasti sudah lupa. Namanya Risya dan ini suaminya." Kesya meringis tak tahu harus menjawab apa. Ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan keduanya. "Kamu ngobrol dulu. Ibu mau cek barang-barang hantaran tadi." "Dunia sempit ya? Aku enggak tahu kalau ternyata Risya itu sepupuku," sinis Kesya tak suka. Merasa diremehkan membuat Risya menaikkan wajahnya seolah sedang menant
Setelah pemeriksaan ke dokter kandungan, Abi dan Risya memutuskan untuk merayakan perayaan kehamilan kedua dengan makan bersama di kafe milik Vian. Abi memilih kafe itu karena ada memori tersendiri yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Risya tampak bahagia. Pasalnya, ia membawa keluarga besarnya untuk ikut merayakan pesta itu. Abi pun tak keberatan sama sekali. "Makan yang banyak, Ma. Kita makan enak malam ini," ujar Risya pada ibunya yang juga datang. Abi tersenyum datar melihat suasana akrab itu. Sekedar mencari angin, Abi memilih keluar dari dalam ruangan untuk duduk di dekat anak tangga belakang. Ia ingin merilekskan otaknya sejenak menatap kolam ikan yang sepi. Pikirannya berkelana ke beberapa waktu silam saat ia melihat Adam berada di sana. Dia sedang apa sekarang ? Pesan yang dikirim tiga hari lalu masih saja diabaikan. "Adam mau dibawakan apa? Udang asam manis atau cumi pedas?" Abi menoleh ke belakang, asal su
"Mau kemana kamu?" Abi turun dari tangga langsung mendapati Risya yang sedang mengendap-endap ingin pergi ke suatu tempat. Pakaiannya rapi dan ini masih pagi. Seharusnya wanita itu mengurusi anaknya atau setidaknya memasak untuk suaminya. "Mau kemana?" tanya Abi lagi. "Mau ke butik tantenya Indah. Aku mau ambil pesanan minggu lalu untuk lamaran dan pernikahan anaknya om aku yang tinggal di luar kota. Dia minggu ini anaknya lamaran dan aku belum pernah ketemu lagi dari SMP. Pas kita nikah dia juga enggak bisa datang karena sakit. Boleh ya?" ujar Risya panjang lebar menceritakan rencananya hari ini. "Katanya mau periksa kandungan? Aku udah telpon dokternya." Abi menyilangkan dadanya di depan Risya. Istrinya itu menelan ludah kasar. Abi jika dalam model seperti ini sulit untuk ditolak pesonanya. "Kamu enggak lagi coba berbohong sama aku kan?" "Demi tuhan, aku enggak bohong. Janjian ke dokternya jam berapa?" tanya Risya. "Sore jam tiga." Risya tersenyum senang. Berarti pagi ini dia
Lelah menghampiri Abi yang baru saja menyelesaikan pekerjaan hari ini. Setelah libur selama dua hari akhir pekan kemarin, sulit baginya untuk sekedar bersantai sejenak. Hal yang membuatnya lelah hari ini adalah audit keuangan perusahaan yang tiba-tiba tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Al yang memanggil tim audit. Ini semua demi pengetatan anggaran yang tak perlu dan mencari pelaku pelanggaran yang menyebabkan kebocoran keuangan perusahaan. Al mencurigai banyak pihak telah berbuat curang. Al mencurigai Abi, lebih tepatnya. "Aku tahu kau sangat curiga denganku. Iya, kan?" tanya Abi setelah diperbolehkan masuk ke dalam ruangan minimalis milik Al. Ia menaikkan satu sudut bibirnya, tersenyum sinis setelahnya. "Ow, kau merasa ya? Padahal aku hanya ingin audit biasa saja. Ah, bukankah kamu pernah membuat kebijakan bagi karyawan untuk memakai uang perusahaan dengan cara pinjaman seperti student loan misalnya. Pengabdian dengan separuh gaji jika mema
Keesokan harinya, Risya bermaksud meminta pertanggung jawaban Nanda yang telah menipunya hingga berujung malu di depan banyak orang. Bahkan ia sudah bersiap untuk memberikan tamparan pada temannya itu. Segera ia pergi ke studio musik milik Nanda untuk menemuinya. Di dalam studio itu, ia melihat Nanda dan Gane sedang tertawa lepas mendengar cerita salah seorang staf studio musik itu. Risya berdiri di dekat pintu masuk yang terbuka di satu sisinya. Dari situ ia bisa melihat dengan jelas apa yang sedang dilakukan mereka bertiga. "Mertua si bodoh itu viral? Sudah kuduga. Wanita itu memang picik dan senang membuat keributan," ujar Nanda yang diangguki oleh Gane. "Iya. Pantas saja mantan menantunya tidak kuat. Kalau jadi Carla, aku sudah kasih itu racun ke makanannya si mertua jahanam itu," tambah Gane yang dibalas kekehan kasar dari Nanda. "Orang seperti itu harus kita kerjain sekali-kali. Aku pernah kasih semangat untuk Carla menjelang sidang perceraiannya. Dia terlihat sedih tapi ber
Carla tak habis pikir. Dirinya sudah menjauh dari kehidupan Abi tapi tetap saja masih bertemu dengan mereka di sela kesibukannya. Tak ada lagi nama Abi, tak ada lagi komunikasi apapun dengan pria itu. Tapi takdir selalu mempertemukan mereka berdua. Sepertinya, memang itu semua sudah digariskan dari tuhan. "Untuk tuan Abi, tolong beritahukan pada keluarga anda untuk tidak menganggu kehidupan saya lagi. Dunia tak berputar hanya sekitar mereka saja. Kalau mereka butuh pengakuan lebih, berbuatlah sesuatu yang bisa membanggakan. Jangan bertingkah seperti tadi." Carla menggandeng tangan Vian keluar dari gedung acara. Ia tak ingin mendengar segala omong kosong yang keluar dari mulut mantan suaminya itu. Rasa kesal dan benci menguar dari dalam dirinya. Padahal, rasa itu telah dikuburnya dalam-dalam. "Aku, minta maaf Carla." Abi berteriak memanggil Carla yang hampir mencapai pintu keluar. "Atas nama keluargaku, aku minta maaf. Aku akan peringatkan mereka untuk t