Semua Bab Jodoh di Tangan Mama: Bab 71 - Bab 80

105 Bab

BAB 71 - Selalu Ada yang Pertama Kali

“Belum pusing kan ngurusin nikahan kalian, Bang?”“Belum, Ma.” Pertanyaan bernada jahil yang keluar dari bibir mamanya—Padma—membuat Asa jadi ikut tersenyum.“Syukurlah,” desah Padma lega.“Makasih lho, Ma, udah ngurusin Abang dan Athalia,” ucap Asa dengan sungguh-sungguh.Yang dimaksud Asa bukan soal sepanjang long weekend kemarin saja, di mana ia dan Athalia benar-benar dimanja oleh orangtuanya—bukan seperti dua orang dewasa yang hendak menikah dan diberi ujian mendadak oleh para orangtua. Tetapi, untuk semua kasih sayang yang Padma berikan selama ini untuknya dan Athalia.Padma sudah benar-benar menganggap Athalia layaknya anak sendiri. Asa hampir tidak melihat adanya perbedaan dari baga
Baca selengkapnya

BAB 72 - Athalia Tidak Pernah Menyangka Kalau Ia Membutuhkannya

“Hujannya deras, Tha. Kalau Asa udah berangkat dari kantor, pasti kena macet di jalan. Ikut ke rumah aja yuk, Tha.”Di tempatnya, diam-diam Athalia mematung begitu ajakan tersebut meluncur dari bibir ibu tirinya tersebut. Jihan tidak melihat keraguan Athalia karena saat ini perempuan itu sibuk mengirim pesan pada anak bungsunya yang tengah mengambil mobil di area parkir, selagi mereka bertiga dengan Teguh menunggu di lobi rumah sakit.“Coba chat Asa aja, Tha,” pinta Teguh dengan pelan. Tubuhnya masih terlihat lemas, tapi setidaknya sudah lebih baik dari hari kemarin. “Dari sini lebih deket ke rumah Papa. Biar sekalian kamu istirahat dulu, Tha. Nanti kalau hujannya udah mendingan, Asa bisa jemput ke rumah Papa atau kamu bisa dianter sama Fahri.”“Iya, Tha.” Kini perhatian Jihan kembali pada Athalia. Mereka berdua memang tahu kalau Asa sudah berjanji untuk menjemput Athalia di rumah sakit sore ini—sebelum hujan tiba-tiba turun dengan deras seperti sekarang. “Coba tanya dulu Asa udah di
Baca selengkapnya

BAB 73 - Quality Time Ayah dan Anak

“Dari semua tempat yang Papa pikir akan kamu kunjungin sebelum kamu menikah, Papa nggak nyangka kamu akan minta ke tempat ini.”Cengiran menjadi respons Asa terhadap omongan ayahnya yang masih mencabuti rumput liar di sekeliling makam.Beberapa hari yang lalu Badai memang bertanya padanya, tempat apa yang Asa ingin kunjungi sebelum menikah untuk sekadar melebur stress atau semacamnya. Badai bersedia menemaninya seharian penuh dan Asa langsung menyambut tawaran itu dengan senyum lebar di wajahnya.“Papa pikir kamu akan pilih klub malam.”“Ngapain? Berisik banget tempatnya, Pa,” canda Asa. “Lagian Papa udah punya klub malam, aku juga meskipun jarang ke sana, udah biasa aja sama tempat itu.”“Bener juga sih.” Badai meringis dan mengusap peluh di keningnya dengan lengan atas pakaian yang ia kenakan, sebab tangannya masih memakai sarung tangan untuk mencabut rumput. “Yah, siapa tahu kamu mau Papa temenin ke sana karena kamu seringnya dateng buat kerja, bukan buat hangout.”Sekarang giliran
Baca selengkapnya

BAB 74 - Kencan Terakhir

“Iya, nanti aku langsung pulang.”“Harus.” Di seberang sana, Aline berkata dengan serius, “Calon pengantin kan suka ada-ada aja cobaannya, Tha. Mbak nggak mau kamu kenapa-kenapa di jalan atau di mana pun itu.”“Iya, Mbak, Atha ngerti kok.” Athalia tersenyum pelan sambil menggoyangkan kakinya yang menggantung di tepi ranjang. “Habis makan siang, Atha pulang. Ini udah pesen makanan soalnya.”“Oke.” Aline menghela napasnya lagi. “Kabarin Mbak kalau udah mau pulang ya?”“Iya, Mbakku yang cantik dan baik hatinya.”Aline mendengus, tapi tak bisa menahan tawa yang seketika meluncur di bibirnya. Sambungan telepon itu pun berakhir dan Athalia memilih untuk merebahkan tubuhnya di ranjang.Hari ini adalah hari terakhirnya benar-benar di kos ini. Sejak dua minggu yang lalu, Athalia sudah mencicil untuk memindahkan barang-barangnya ke rumahnya dan Asa. Ia dan Asa akhirnya sepakat untuk menerima rumah pemberian Badai dan Padma, dengan catatan cukup rumah itu sebagai hadiahnya. Biar isinya Asa dan A
Baca selengkapnya

BAB 75 - Teruslah Berbahagia

“Ya ampun, aku ketiduran pas lagi makeup?”Aline tergelak dan mengangguk. “Iya, untung kepalamu nggak tiba-tiba jatuh ke depan gitu. Nggak lucu kan kalau pengantinnya malah benjol.”Gerakan MUA yang tengah meriasnya membuat Athalia menahan diri untuk meringis. Pagi tadi ia dibangunkan Aline dengan heboh, padahal dirinya baru mulai tertidur pukul satu malam saking gugupnya menghadapi hari ini—hari pernikahannya.Hampir seminggu telah berlalu dari pertemuan terakhir Athalia dengan Asa, saat lelaki itu tiba-tiba muncul di kos-kosannya. Mereka berkencan di Baca di Tebet sampai pukul enam sore, lalu berkeliling kawasan Tebet yang memiliki banyak kafe serta tempat makan yang populer untuk makan malam.Setelahnya, Asa memulangkan Athalia tepat pukul delapan malam. Mereka berciuman cukup lama di dalam mobil karena tahu kalau hampir mustahil untuk bertemu lagi sebelum hari pernikahan mereka. Keduanya baru berpisah setelah Aline mengetuk kaca mobil Asa sambil melotot.“Asa udah bangun belum ya,
Baca selengkapnya

BAB 76 - Marriage is Like a Hot Bath

Athalia cantik setiap hari.Tapi kalau diharuskan memilih kapan Athalia sangat cantik, maka Asa akan memilih Athalia yang hari ini.Yang hari ini resmi jadi istrinya.“Dilihatin terus, Bang.” Ilana yang berdiri di samping Asa sengaja menyenggol bahu sang kakak dengan jahil. “Tenang aja sih, nggak bakal ke mana-mana Mbak Atha-nya.”Asa tertawa saja diledek begitu oleh adiknya, Meisie yang berada di sisi kanannya pun ikut tertawa dengan Ilana. Tatapan mata Asa tetap tertuju pada Athalia yang tengah mengobrol dengan Teguh dan Jihan.Tadi Asa memang pamit ke toilet sebentar, selain karena ingin buang air kecil, Asa juga ingin Athalia memiliki waktu khusus dengan Teguh dan Jihan. Sebelumnya pun Athalia sudah menghabiskan waktu dengan Astrid dan Reza—suami baru Astrid.Tamu undangan yang terbatas, juga didominasi oleh kerabat dan teman yang memang benar-benar mereka kenal, membuat keduanya memiliki waktu yang lebih banyak untuk mengobrol bersama keluarga dan para tamu. Asa bersyukur mereka
Baca selengkapnya

BAB 77 - Asa-nya Athalia

“Capek? Mau aku pijatin?”“Capek sih. Tapi nggak usah, nggak apa-apa, Sayang.” Athalia memutuskan untuk menyudahi kegiatannya merapikan pakaian di lemari, lalu naik ke atas ranjang dan disusul oleh Asa. “Rebahan dulu aja deh sambil nonton televisi.”“Mau minum?”Athalia menggeleng. “Belum haus sih. Kamu mau minum?”“Nggak, cuma nawarin kamu aja.” Cengiran Asa membuatnya terlihat boyish dan menggemaskan di mata Athalia, hingga ia mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi sang suami yang terima-terima saja atas tindakannya.Tangan Athalia beralih mengambil remote televisi di atas nakas kamar Asa yang mereka tempati sejak semalam tiba di Bali, lalu menyalakan benda berbentuk persegi panjang itu. Tubuhnya terlonjak kaget saat tahu-tahu tangan Asa sudah ada di betisnya, lalu memijat betisnya dengan lembut tapi cukup bertenaga hingga rasa pegal yang dirasakan Athalia sejak tadi… mulai lebih baik.“Asa….”“Kenapa?” Asa pura-pura tak melihat tatapan protes Athalia dan memamerkan senyumnya unt
Baca selengkapnya

BAB 78 - Menata Kehidupan Baru

Athalia menyelesaikan sapuan terakhirnya di teras belakang rumah dan menghela napas lega. Sejak pagi tadi ia dan Asa berjibaku untuk membersihkan rumah, karena ART yang seharusnya mulai bekerja di rumah ini baru bisa datang minggu depan.Walau begitu, Athalia tidak keberatan untuk membereskan rumah ini. Rumah mereka—Asa dan Athalia.“Sayang, makanannya udah dateng,” seru Asa dari dalam rumah. “Makan, yuk.”“Ayo.” Athalia bergegas ke ruangan di sebelah dapur, di mana tempat peralatan bersih-bersih mereka berada. Saat hendak ke ruang tengah, ternyata Asa sudah tiba di dapur dan membuka plastik dari restoran yang makanannya mereka pesan kurang dari satu jam yang lalu.Sepulang dari honeymoon, keduanya mulai menghuni rumah baru mereka ini. Masih ada dua hari lagi sebelum keduanya kembali bekerja. Jadi Asa dan Athalia memutuskan untuk merapikan rumah mereka.Sebelum resmi menikah, semua barang-barang milik keduanya sudah dipindahkan ke rumah ini. Furnitur pun sudah terbeli sejak dua bulan
Baca selengkapnya

BAB 79 - Hadiah yang Tidak Diinginkan

“Mau jemput Atha, Bang?”“Nggak, Pa. Abang mau ke kosan Athalia yang lama.”“Ngapain?” Badai mengernyitkan keningnya, bingung dengan jawaban Asa. Lelaki paruh baya itu bersandar di dinding lift yang baru saja tertutup dan hanya dihuni oleh mereka berdua. “Ada barang yang ketinggalan?”“Nggak juga sih, Pa. Cuma ada paket yang masih dikirim ke sana. Mungkin hadiah pernikahan.”“Oh. Kenapa nggak bareng Atha?”“Katanya harus lembur, hari ini ada sampel bahan baru masuk dan dia yang harus ngawasin proses masuknya.”“Kasihan, habis honeymoon langsung disuruh lembur,” ledek Badai yang hanya menuai tawa Asa. “Perlu telepon Ksatria nggak biar istrimu disuruh pulang aja?”“Nggak usah, Pa. Yang ada nanti Athalia malah ngamuk sama aku, hehehe.”“Dia hardworker ya,” komentar Badai lagi. “Sama kayak mamamu.”“Iya.” Untuk yang itu, Asa setuju. Athalia mungkin bukan tipe orang yang sering lembur untuk bekerja. Tetapi, Asa bisa melihat betapa passionate-nya Athalia terhadap apa yang ia kerjakan.Sekal
Baca selengkapnya

BAB 80 - Kita Pasti Bisa Menghadapinya

Athalia membuka matanya secara perlahan. Ia mengerang pelan dan tangannya tak sengaja mengusap permukaan ranjang di sebelahnya yang ternyata kosong.Kedua mata yang tadinya belum sepenuhnya terbuka, langsung terbelalak kaget saat mendapati tidak ada Asa di sampingnya."Asa?" panggilnya pelan, masih mengira bahwa Asa mungkin ada di kamar mandi. Tapi saat tak kunjung ada sahutan, Athalia menegakkan tubuhnya dan bersandar pada headboard seraya mengucek matanya."Sayang?" Athalia kembali mencoba memanggil suaminya.Saat tak terdengar sahutan sama sekali, Athalia memutuskan untuk bangkit dari ranjang dan mengecek kamar mandi. Asa tidak di sana, begitu pula dengan balkon kamar yang baru-baru ini jadi spot favorit Asa di rumah.Apa dia lagi masak mie? p
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status