Athalia membuka matanya secara perlahan. Ia mengerang pelan dan tangannya tak sengaja mengusap permukaan ranjang di sebelahnya yang ternyata kosong.
Kedua mata yang tadinya belum sepenuhnya terbuka, langsung terbelalak kaget saat mendapati tidak ada Asa di sampingnya.
"Asa?" panggilnya pelan, masih mengira bahwa Asa mungkin ada di kamar mandi. Tapi saat tak kunjung ada sahutan, Athalia menegakkan tubuhnya dan bersandar pada headboard seraya mengucek matanya.
"Sayang?" Athalia kembali mencoba memanggil suaminya.
Saat tak terdengar sahutan sama sekali, Athalia memutuskan untuk bangkit dari ranjang dan mengecek kamar mandi. Asa tidak di sana, begitu pula dengan balkon kamar yang baru-baru ini jadi spot favorit Asa di rumah.
Apa dia lagi masak mie? p
Hari ini suasana hati Athalia benar-benar bagus.Meskipun ia baru tertidur pukul setengah tiga pagi (karena tidak mungkin setelah makan mie instan ia langsung tidur kan?) dan otomatis jam tidurnya berkurang, tapi Athalia tidur dengan hati yang damai.Ia dan Asa berhasil menghadapi hadiah pernikahan dari orang yang tidak mereka inginkan kehadirannya lagi di hidup mereka. Rasanya lega sekali, saat mereka bisa membuka kotak itu tanpa merasa perlu berteriak histeris atau dengan tangan yang gemetar tak terhingga.“Pengantin baru… senyum-senyum terus.”Ledekan Astrid hanya ditanggapi dengan senyum oleh Athalia. Sepulang kerja hari ini, Athalia menemani Astrid makan di salah satu restoran yang berada di kawasan Gunawarman.Sejak persiapan pernikahan At
“Kamu yakin?”Asa mengangguk dan mematikan mesin mobilnya, semata supaya tidak ada alasan lain untuk menghindar dari tempat ini. Kalau mesin mobilnya masih menyala, mungkin saja Asa akan putar balik kembali ke rumah mereka.“Kamu aja bisa ketemu sama papa dan mama kamu, masa aku ketemu eyang sendiri nggak bisa?”Saat Asa menoleh, ia mendapati Athalia yang tersenyum lembut kepadanya. Kalau sedang begini, Asa merasa seperti anak yang tertangkap basah sedang berbohong. Istrinya itu pasti menangkap keraguan yang sempat melintas meski hanya sedetik.Akhir pekan ini mereka diundang Banyu untuk menghabiskan waktu bersama di rumahnya. Lelaki paruh baya itu baru saja berulang tahun dan mengumpulkan keluarganya di sana. Badai, Padma, Ilana, dan Meisie juga turut datang, tapi yang sejak pagi tadi
“Mama nggak tahu harus ngomong terima kasih sebanyak apa ke kamu, Tha. Rasanya ngomong ribuan kali pun nggak akan cukup.”Athalia sampai tercengang saat tiba-tiba Padma mengatakan hal itu. Mereka sedang bersantai di teras rumah Banyu. Para lelaki sedang sibuk memanggang daging dan ikan yang sudah disiapkan khusus untuk acara ‘bakar-bakar’ malam hari ini.Ilana, Meisie, Hanna, dan Sinta masih bergosip seru sambil menyiapkan piring serta makanan pendamping lainnya. Sementara Nira, Padma, dan Athalia bertugas menyiapkan minuman serta buah-buahan. Hanya saja Nira sedang kembali ke dapur untuk mengambil stok es batu.“Ngomong terima kasih buat apa, Ma?” Athalia benar-benar bingung. Ia menatap buah melon yang tengah ia potong setelah dipisahkan dari kulitnya, kemudian berganti melihat hasil karya Padma yang
Hal yang dulunya jadi semacam blessing in disguise dari renggangnya ikatan keluarganya adalah semakin berkurangnya orang-orang yang mengurusi hidup Athalia.Bukannya Athalia benar-benar menyukai apa yang telah ia lewati seorang diri, tapi kini ia mulai mengerti bahwa perhatian keluarga terhadap dirinya ternyata juga bisa menyesakkan dada.“Mama nggak sabar punya cucu.”“Kan udah ada anaknya Mbak Aline.” Athalia menjawab sambil lalu.Astrid tertawa kering, setelahnya ia kembali berkata dengan penuh makna, “Mama juga mau punya cucu dari kamu, Tha.”“Sabarlah, Ma. Baru juga berapa bulan nikah.” Ini bukan pertama kalinya Athalia mengatakan hal serupa sejak mereka bertemu dua jam yang lalu.
“Gimana? Istri Pak Asa udah isi belum?”Asa agak mengernyit mendengar pertanyaan salah satu manajer—manajer dari divisi procurement, yang hari ini ikut rapat bersamanya di luar.Ia agak jengah setiap kali orang-orang menanyakan perihal apakah Athalia sudah hamil atau belum. Hamil atau tidak seharusnya bukan hal yang diurus oleh orang lain selain ia dan Athalia kan?Belum sempat Asa menjawab, seseorang sudah terlebih dahulu menyahuti. “Ah… iya, perlu tips dari kita-kita nggak, Pak?”Kebanyakan dari mereka tertawa. Asa membiarkannya terlebih dahulu, karena sebesar apa pun keinginannya untuk membantah, mereka semua ini adalah orang-orang yang juga memiliki kinerja yang baik di Dirja Group, juga sudah bekerja cukup lama dengannya.
Bersama dengan Asa, ada banyak hal pertama yang Athalia lakukan dengan suaminya tersebut. Athalia masih mengingat dengan jelas bagaimana pertama kalinya, mereka belanja bersama untuk kebutuhan rumah.Rasanya menyenangkan, memiliki seseorang untuk berbagi pikiran atau sekadar menanyakan pendapat soal produk mana yang lebih baik mereka pilih untuk dibeli.Ah, mengingat hal itu saja sudah membuat Athalia tersenyum. Sambil menelusuri lorong berisi deterjen dan sabun lainnya, Athalia bersenandung kecil. Sesekali ia berhenti di depan sebuah rak untuk mengambil barang yang ada di daftar belanjanya.Untuk kali ini, Athalia harus belanja sendiri karena Asa sedang ada meeting sampai menjelang malam. Sedangkan besok keluarga Asa akan datang ke rumah untuk berkunjung di akhir pekan. Kalau biasanya Athalia dan suaminya yang akan pergi ke ke
Asa memandang buket bunga yang ada di sampingnya secara sekilas, karena ia masih mengemudi. Senyum di wajahnya tidak kunjung luntur. Sepulangnya dari kantor, Asa menyempatkan diri untuk mampir ke florist yang tidak jauh dari kantornya.Ide untuk membelikan bunga ini datang begitu saja, saat mengingat bahwa hari ini lagi-lagi ia pulang malam. Dalam sebulan terakhir, Asa lumayan sering lembur dan membuat Athalia akhirnya menyetir sendiri supaya tidak menunggu Asa menjemputnya di kantor saat hari sudah malam atau mengharuskannya naik kendaraan umum.Jabatan barunya membuat pekerjaan Asa benar-benar padat dan belakangan ini selalu ada meeting di sore hari, hingga akhirnya ia sering pulang terlambat.Untunglah suasana hati Athalia secara keseluruhan sudah membaik meski beberapa minggu sebelumnya, sempat drop karena test
“Gimana Bali? Kepakai nggak bikini yang Mama beliin?”Athalia tertawa dan tersipu malu saat Padma menanyakan hal tersebut padanya. “Bali ya seperti biasa, Ma, selalu menyenangkan,” jawabnya. “Dan kepakai sih, walaupun kayaknya Asa agak susah ya buat nahan diri nggak nutupin aku pakai handuk.”Padma tergelak begitu mendengar penjelasan Athalia, sedangkan Athalia juga ikut tertawa sambil tetap mengupas buah mangga di tangannya.“Dulu dia suka ngeledekin papanya yang kelakuannya juga 11:12 tuh, protektif walaupun kita pakai bikini cuma di pantai,” jelas Padma. “Sekarang malah dia jadi nggak jauh beda sama papanya.”Sosok yang dibicarakan Padma dan Athalia barusan tiba-tiba muncul di teras belakang kediaman Tanaka. Lelaki itu sepertinya tidak mendengar apa yang dibicarakan ibu dan istrinya tersebut, makanya ia masih tersenyum seperti biasa dan langsung duduk di sebelah Athalia dengan santainya.“Pada ngomongin apa sih? Kayaknya seru banget,” kata Asa dengan enteng.“Ngomongin kamu.” Athal