Beranda / Pernikahan / Salah Tetangga / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab Salah Tetangga: Bab 71 - Bab 80

108 Bab

Dosa Besar

“Gak, Pak. Ibu mau di sini saja temani Bapak.”Sepasang suami istri kini saling melepas tangis. Mereka tak bisa hidup tanpa satu sama lain. Tetapi sang lelaki tak tega jika melihat tangis istrinya saat dia meregang nyawa. Untuk itulah Pak Randi menyuruh Bu Siti pergi sebelum dirinya berpulang. Pak Randi tak mau wanitanya melihat raut penderitaan di wajahnya saat tengah di ujung usia.“Jangan ngomong seperti itu lagi, ya, Pak! Ibu gak mau jauh dari Bapak. Kalau Bapak harus berpulang, Ibu juga akan ikut.”Pak Randi meneteskan air mata melihat ketulusan sang istri. Sudah banyak pengalaman hidup yang mereka lalui bersama. Saat senang maupun susah, saat k4ya maupun misk1n. Tapi mereka berdua tak sekalipun saling meninggalkan, saling merendahkan, apalagi saling mengkhianati. Justru setiap cobaan yang datang ke kehidupan mereka, akan dilalui berdua dengan kompak.“Bapak mau makan apa? Biar Ibu bikinin, ya.”Bu Siti menghapus air matanya dan memilih untuk menyiapkan makan untuk suaminya. Sete
Baca selengkapnya

Terpaksa Tinggal Bersama

“Kita makan dulu di sana, Sri!” ajak Lingga pada teman barunya.Lingga masih memiliki uang sebesar dua ratus ribu rupiah yang dia ambil dari dompet Clarissa kala musibah itu terjadi. Lingga tak punya pilihan lain. Dia sangat memerlukan uang itu agar bisa pergi sejauh mungkin dari lokasi kejadian. Dan kebetulan saat itu, Clarissa menyimpan uang cash di dompetnya. Biasanya wanita itu akan lebih memilih menggunakan kartu debit miliknya ketimbang membawa banyak uang. Lingga tak mungkin mengambil kartu berharga milik Clarissa walaupun dia tahu pin-nya. Karena posisinya pasti akan terlacak oleh Tuan Anthony. Biarlah Lingga dianggap ma-ti atau hilang dalam musibah itu oleh Tuan Anthony.“Ini kota apa namanya, Mas?”Sriasih tak pernah tahu kota ini. Maklum, hidupnya sebagian besar di jalani di hutan dan desanya. Dia tak pernah pergi begitu jauh dari gubuk orang tuanya di hutan.Lingga mengajak Sriasih ke kota yang dekat dengan tempat tinggal keluarga Clarissa. Bukan tanpa sebab dia melakukan
Baca selengkapnya

Jangan Kemana-Mana!

“Ini aku punya kasur lagi satu. Tapi maaf, Mas, cuma muat untuk satu orang saja. Mas gak apa-apa tidur di tikar, ‘kan? Biar kasur ini dipakai Sri aja,” ucap Satria pada Lingga.Lingga mengangguk dan mengucapkan terima kasih untuk kesekian kalinya. Malam ini, mereka tak jadi tidur beralaskan lantai berkat Satria. Ternyata pria bertubuh jangkung yang tangan kanannya penuh ta-to, cukup baik pada mereka. Tapi Lingga terus memperingatkan Sri untuk berhati-hati. Dunia ini semakin kejam. Orang yang dianggap baik bisa saja merupakan seekor kancil berakal licik.“Kamu harus tetap hati-hati sama orang-orang di sekitarmu, Sri. Termasuk denganku. Hal ini bukan berarti aku memiliki niat buruk padamu. Tapi aku hanya mengingatkan padamu untuk selalu waspada. Jangan terlalu polos bila hidup di kota!”Setelah mengucapkan Itu, Lingga pun berpamitan untuk tidur di tikar yang ada di pojok ruangan. Sedangkan kasur tipis yang diberikan Satria untuk Sri juga berada di pojok lain ruangan. Mereka membatasi ja
Baca selengkapnya

Bertemu Malaikat

“Duuuh … padahal rencananya aku mau cari kerja hari ini, tapi Mas Lingga gak memberi izin untuk keluar kamar. Bagaimana, nih?”Sriasih merasa bosan ada di kamar, terlebih lagi dia tak punya hiburan untuk menemani dia di dalam kamar.Matahari semakin meninggi. Kini cahayanya telah masuk sepenuhnya lewat celah-celah jendela. Sriasih mulai merasa gerah. Sudah lebih dari 1 jam Lingga meninggalkannya, tapi sampai sekarang tak ada tanda-tanda dia akan pulang.“Ya ampun, aku kebelet.”Sriasih memegang bagian tubuhnya yang ada di bawah perut. Mencoba menahannya untuk sesaat. Tapi semakin ditahan, hal itu justru semakin mengganggunya. Dia hingga membuat gerakan mengapit kedua kakinya untuk menahan rasa itu. Tapi ca-iran kuning itu seolah berada di ujung tanduk, hampir keluar.“Sudah lah. Aku keluar sebentar aja,” gumam Sri.Dia membuka pintu kamar dan mendongakkan kepalanya keluar. Celingak-celinguk melihat situasi di luar kamar. Tak ada orang. Setelah dirasa aman, dia pun menarik tubuh sepenu
Baca selengkapnya

Dimana Kamu, Sri?

“Ini u-angnya, ya, Mas.”Lingga sudah menjual motor yang selama ini dia perjuangkan demi bisa menyewa tempat tinggal yang lebih layak dan juga modal usaha.“Terima kasih, Mas.”Setelah mendapatkan u-ang sebesar tujuh juta rupiah, Lingga pun melanjutkan perjalanannya untuk mencari kos baru. Dia mencari di lingkungan yang lebih aman.“Cari berapa kamar, Mas?” tanya pemilik kos yang baru ditemui Lingga.“Dua kamar, Pak. Ada?”“Ada. Silahkan dilihat dulu!”Lingga dengan senang hati mengecek satu per-satu kamar yang akan ditempati. Benar-benar bersih dan rapi. Kamarnya juga harum.“Kami baru merenovasinya kemarin, Mas. Tak ada kerusakan lagi di setiap sudut. Kami memang selalu melakukan renovasi tipis-tipis tiap ada penghuni kos yang keluar. Agar penghuni berikutnya bisa lebih nyaman menempatinya. Kamar juga selalu kita kasi pengharum ruangan hingga gak bau apek walaupun tak dihuni lama. Cuma kos ini jarang sih kosong lama, Mas. Selalu ramai penghuni.”Pemilik kos itu menjelaskan panjang l
Baca selengkapnya

Sri Bersama Bulan

“Kamu tinggal sama saya saja, ya. Lagipula, saya butuh baby sitter untuk ngerawat anak saya,” ucap Bulan pada Sri.Sri senang dan mau ikut dengan Bulan ke rumahnya. Sebenarnya Sri ingat akan Lingga yang sampai saat ini belum dikabari tentang keberadaannya. Hanya saja, Sri masih trauma jika menunggu Lingga di kos itu. Ingin menghubungi lewat telepon pun, Sri tak hafal nomor-nya. Sri hanya ingat satu nomor telepon saja, yakni nomor telepon Bu Rahma—tetangga di desanya.“Kamu sudah makan?” Tanya Bulan pada Sri.Gadis desa itu menggelengkan kepalanya. Bubur ayam tadi pagi pun sudah habis tercerna oleh perut. Kini, dia mulai merasa kelaparan. “Kita cari warung makan, ya! Kebetulan aku juga belum makan,” ajak Bulan pada Sri.Semula, Sri begitu kekeuh ingin melaporkan kejadian tadi pagi ke kantor polisi. Namun, saat ditanya Bulan tentang permasalahannya, Sri tiba-tiba berubah pikiran. Rasanya, hatinya begitu hancur jika mengingat kejadian itu dan membuatnya menjadi sebuah cerita. Lebih baik
Baca selengkapnya

Sudah Lenyap

Setelah mengucapkan doa dalam hati untuk kedua orang tuanya, Sri memutuskan untuk mandi dan istirahat. Selesai mandi, Sri memutuskan untuk keluar dari kamarnya dan melakukan tugasnya untuk yang pertama kalinya. CeklekKebetulan sekali, dia melihat Mama Mery tengah duduk di ruang tamu sembari bercanda dengan malaikat kecil bernama Nadya. Sri berusaha berbasa-basi dan mengambil alih tugasnya menjaga Nadya. Sedangkan Bulan tak terlihat dimanapun. Mungkin dia sedang keluar rumah atau tidur di kamarnya.“Permisi, Bu. Sini, biar saya bantu jaga Nadya,” ucap Sri sedikit sungkan.Mama Mery tersenyum sembari menyuruh Sri duduk di sampingnya. Dia mengajak Sri berbincang tentang banyak hal. Mulai dari asal-usul Sri hingga pertemuannya dengan Bulan. Bagi Sri, dia merasa sangat beruntung bisa tinggal di rumah ini. Tak hanya Bulan yang berhati malaikat, ternyata Mama Mery pun sama baiknya.“Ini sudah sore, Sri. Kebetulan Bi Mini izin gak masuk hari ini. Sementara ini, bisa gak kamu bantu saya un
Baca selengkapnya

Pergi!

Sri terdiam dalam keheningan yang menyakitkan. Pikirannya berkutat pada kata-kata Bu Rahma, seperti be-lati ta-jam yang me-nusuk hatinya. Tangannya gemetar saat ia mencoba mengerti makna dari apa yang baru saja ia dengar.“Sri, bangun, Sri! Kamu kenapa?” Bulan panik melihat sahabatnya terkapar di lantai. “Mama … Bi Mini. Tolong!!!”Mama Mery dan Bi Mini yang berada di teras depan rumah, mendengar teriakan meminta tolong dari Bulan. Dua wanita paruh baya itupun masuk ke dalam rumah, hendak melihat apa yang terjadi. Mereka berdua terkejut tatkala melihat Sri tengah terbaring di lantai.“Loh, kenapa Sri, Lan?” tanya Mama Mery.“Aku gak tahu, Ma. Tiba-tiba saja, dia terjatuh tak sadarkan diri sehabis menerima telepon.”Mendengar perkataan anaknya, Mama Mery pun melihat ponsel Bulan yang masih berada di tangan Sri. Sepertinya sambungan teleponnya belum terputus.“Bi, tolong ajak Nadya ke kamar dulu, ya!”Mama Mery menyerahkan Baby Nadya pada Bi Mini. Sedangkan dia akan mencari tahu apa ya
Baca selengkapnya

Gedung Tua

Sri merasa terpukul dan terdiam. Dia mera-ba-ra-ba hatinya yang hancur dalam keheningan. Namun, dia tahu dia harus segera mengumpulkan kekuatan dan keluar dari rumah itu. Sri meraih amplop yang diserahkan oleh Mama Mery, lalu dengan langkah gontai, dia meninggalkan rumah yang seharusnya menjadi tempat perlindungan.Saat keluar dari rumah, Sri merasa seakan-akan dunianya runtuh. Dia merenungi semua yang terjadi, mencoba mencerna setiap kejadian dengan hati yang hancur. Tanpa tujuan yang pasti, dia melangkah perlahan-lahan menjauh dari rumah Bulan.“Aku harus kemana sekarang?” gumam Sri seorang diri. Dia tak membawa barang apapun saat keluar dari rumah itu. Hanya ada amplop putih pemberian Mama Mery.Sri berjalan tanpa arah, hanya mengikuti aliran jalanan yang sepi. Hatinya terasa kosong, dihantui oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung mendapat jawaban. Dia terus berjalan, tak tahu harus kemana. Saat dia melewati gerbang komplek yang dijaga ketat oleh security, dia mendapat berbagi
Baca selengkapnya

Loh, Kamu?

Setelah mengatakan itu, Sri tiba-tiba terserang kantuk yang teramat sangat. Dia menghapus debu yang ada di sampingnya dan membaringkan diri. Setelah lelah menangis, seseorang biasanya akan mudah terserang kantuk. Mungkin hal itu yang menyebabkan Sri lemah dan tertidur di gedung terbengkalai.“Kak … Kak, bangun!”Samar-samar, Sri mendengar suara seseorang. Tubuhnya juga terasa terguncang, seolah ada yang ingin membangunkannya dari tidur. “Kak … bangun!” Sekali lagi, Sri mendengar suara itu. Entah sudah berapa lama dia tertidur hingga ditemukan oleh orang lain. Ataukah ini mimpi yang baru saja memasuki tidurnya?Sri mengerjapkan mata, mencoba membuka mata sepenuhnya. Menghilangkan penghalau yang membuat pandangannya buram.Samar-samar, Sri melihat seorang anak laki-laki tengah membungkukkan dirinya ke arah wajah Sri.“Pak … Pak! Dia bangun! Dia masih hidup!” teriak anak kecil itu pada seseorang.“Kamu siapa, Dek?” tanya Sri pada anak itu.“Aku Putra, Kak. Tunggu sebentar, ya! Aku mau
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status