All Chapters of SAAT SUAMIKU SIBUK MENAFKAHI JANDA KAKAKNYA: Chapter 71 - Chapter 80

104 Chapters

72

Setelah menghadapi malam panjang yang penuh ketakutan akibat kedatangan Arman sore kemarin, kini aku harus menghadapi panggilan dari calon mertua yang entah apa yang akan dibicarakannya. Dia memerintahkanku untuk datang ke rumahnya dengan nada yang tegas dan aku tidak boleh mengelak. Rasanya tak nyaman sekali harus menghadapi penghakiman, sementara aku tidak bersalah. Aku tidak pernah mengundang Arman dan aku terpaksa melawan setiap ancamannya. "Sepertinya aku akan dimarahi oleh mertuaku," ucapku pada Vina saat dia mengantarkan berkas laporan anak anak lapangan."Kenapa Bu?""Hmm, rumit.""Hidup itu kan sederhana Bu, kalau masalah besar bisa dikecilkan ngapain harus pusing." "Memang mau dikecilkan tapi caranya bagaimana?""Hadapi saja, toh, mau lari dari kenyataan juga lari ke mana?""Benar juga." Gadis itu tersenyum mendengarku menggumam lalu ia kembali ke meja kerjanya. *Pukul 03.00 sore aku keluar dari kantor meninggalkan tower berlantai 15 itu lalu meluncur ke rumah mertua,
Read more

73

"Sebenarnya aku tak mau punya menantu dari keluarga sembarangan. Aku ingin pendamping anakku berasal dari keluarga yang sepadan dan bisnisnya sama dengan kami. Aku tahu aku punya kriteria aku sendiri tapi aku tidak bisa memaksakan kehendak pada anakku."Wajah ini memanas karena rasa malu dan tidak enak, lebih malu dari hal-hal menyesakkan yang pernah kurasakan dalam hidup ini. Bola mata ini mulai berkaca-kaca, sedih dan merasa buruk bercampur jadi satu, aku benar-benar menyesal atas perbuatanku. "Aku ingin anakku bahagia meski besar keinginan untuk mempertahankan bisnis keluarga dan membuatnya makin sukses lagi. Aku sangat benci penghianat, terutama penghianat yang mencuri, tapi ironisnya, kini aku harus berdampingan dengan hal itu.""Tapi jika Mami tidak setuju, tidak mengapa. Saya pun menyadari bahwa semua ini terjadi karena kesalahan saya. Saya menyesal sekali, Mi. Saya malu! Ingin rasanya memutar waktu agar tidak melakukan itu tapi saat itu posisi saya terhimpit.""Ya, ya, apapun
Read more

74. lemparan

*Udara sore berhembus dengan sejuk setelah hujan siang tadi, menuju perjalanan pulang kubuka sedikit jendela mobil yang mengantarku meluncur, setelah menghabiskan sebagian besar hari di kantor."Pak antar saya ke rumah lama." "Apa Ibu mau tidur di sana?""Tidak Pak, cuma mau ambil barang.""Oh baik Bu." Sopir memutar kemudi, kalau berbelok di bundaran menuju Jalan melati. Lima menit kemudian mobil itu berhenti tepat di depan rumahku yang lama, rumah yang diberikan Arman padaku sebagai kompensasi perceraian. Kuputar kunci lalu perlahan kudorong pintunya, bunyi berderak engsel pintu menimbulkan suasana seperti rumah horor, tapi aku menepis pikiran itu. Seminggu sekali tidur di sini tidak akan membuat rumahku terlihat suram dan menyedihkan. Lagi pula aku sering membersihkan dan merawatnya.Kubuka laci bufet yang bersandar di dinding, ada cermin besar di atasnya, di mana Mas Arman sering berkaca sebelum berjalan ke kantornya. Dia selalu membenari dasinya di sana dan bertanya padaku
Read more

75 terus bagaimana

"Aku harus bagaimana Hanifah?!" Wanita itu kembali berteriak sebelum aku sempat menutup pintu, dia menangis di depan pintu teras dan meluncur jatuh, tergugu dengan tangisan lemah di hadapanku. "Bagaimana apanya?""Hidupku dan anakku! Aku mungkin bisa bertahan kelaparan tapi bagaimana dengan anakku. Gara-gara kau aku tidak dapatkan pekerjaan dan kami kesulitan!""Kau bisa gunakan kecantikanmu!" "Kau ingin aku jadi pelacur?""Bukankah selama ini itulah profesimu?""Hanifah! Ucapanmu keterlaluan!" bentaknya. "Aku heran dua orang penghianat datang mengadu padaku dan minta solusi untuk kehidupan mereka. Bukankah yang hancur ke hidup kalian berdua adalah diri kalian sendiri? Kenapa harus aku yang bertanggung jawab.""Semua ini bermula darimu dan kau pula yang harus memperbaikinya!"Aku tergelak mendengar perkataannya, sambil tertawa hanya bisa kugelengkan kepala atas beraninya wanita itu memerintahkanku memperbaiki hidupnya. "Yang Kau dapatkan sekarang adalah hasil perbuatan yang kau
Read more

76

Seperti biasa, rutinitas kantor selalu penuh dengan kesibukan, pikiran yang harus fokus, ketegangan dan beda pendapat. Rapat anggaran dan rencana kerja, presentasi dan hitung dana, semuanya kulakukan sepenuh hati dan berusaha kuberikan yang terbaik. Bekerja dari jam 07.00 pagi sampai 05.00 sore sebenarnya cukup melelahkan, pikiran penat, badan pun pegal. Kaki juga sakit karena harus mengenakan sepatu hak tinggi dan berjalan dari ruang ke ruang, menemui banyak orang, memastikan bahwa tugas para staf dan bawahanku sesuai dengan harapan. Sebenarnya tanggung jawabku besar tapi aku menanggapinya dengan santai."Enak ya Bu, kerja santai aja, mau libur juga nggak masalah, toh ibu juga calon istri Bos," ujar seorang staf dari manager karyawan.Aku tidak tersinggung dengan ucapannya malah kutanggapi itu sambil tertawa. "Hubungan pribadi tidak bisa dicampur dengan hubungan profesional. Saya tetap bekerja dan bertanggung jawab sebab calon suami dan mertuaku akan memarahiku. Mungkin saya tida
Read more

77

Dua hari setelah pertemuan dengan Arman di restoran, tiba-tiba mantan Mertuaku datang berkunjung. Hal yang paling mengejutkam adalah, beliau membawa begitu banyak makanan dan hadiah bagi Dika dan inayah. Sikapnya juga begitu berbeda dari sebelumnya. Aku yang tiba dari kantor kaget dengan beberapa tas belanja dan kue-kue yang ada di meja. Bahkan ada beberapa box gadget dan Playstation terbaru yang harganya juga cukup mahal. "Dari siapa ini?""Dari oma.""Apa dia datang?" Tanyaku dengan heran karena sebelumnya Mertuaku cukup berhemat dalam hal mengeluarkan uang. Bahkan dia sendiri melarangku untuk terlalu memanjangkan anak-anak dengan gadget. "Masih ada di dalam," jawab Dika. Aku segera masuk ke dalam dan menemui mantan Mertuaku sedang berbincang-bincang di ruang keluarga bersama kedua orang tuaku. Mereka terlihat akrab dan tertawa, sambil minum teh. Melihat datang, mantan mertua langsung berdiri dan menyambut diri ini. "Nduk, kamu sudah pulang, Sayang."Hah, mengejutkan sekali ti
Read more

78

"Nduk, kenapa bicara begitu dengan ibunya Arman, mereka bisa dendam dan sakit hati karena perkataanmu."Ibu mendekat padaku saat kedua suami istri orang tua Arman menjauh dari rumah kami."Mereka harus dibuat dibuat sadar, dengan mengetahui yang sebenarnya mereka tidak akan bicara yang tidak tidak lagi! Mas Renaldi memang direktur utama dan dia bebas menentukan calon karyawan yang akan bekerja di kantornya. Lagi pula Arman terus mengganggu hidupku jadi kami semua sudah bosan!""Jika sudah menikah nanti, pindahlah ke rumah suamimu atau pergilah ke tempat yang lebih baik agar kau dapatkan ketentraman.""Lalu bagaimana dengan ibu, kalau aku tinggalkan?""Jangan khawatirkan kami. Lagian kamu berdua pasti akan berkunjung 'kan?""Itu pasti.""Kalau begitu menjauhlah dari jangkauan Arman dan keluarganya agar kau bisa menikmati kehidupan rumah tangga dan membesarkan anak-anakmu dengan perasaan damai.""Iya Bu, aku yakin nanti suamiku pasti akan lakukan yang terbaik untuk kami." "Hmm, sekaran
Read more

79

"Ibu tidak melarangmu untuk bergaul dengan anak ibu, tapi kau juga harus memberi waktu untuk air Man agar dia bisa mengurus dirinya sendiri dan keluarganya."Wanita itu semakin menjadi-jadi saja tangisannya mendengar ibu mertua menjawabnya, dia semakin tidak membendung air mata malas sekarang ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis semakin pilu. "Sejujurnya ini tidak seperti yang ibu dengarkan, aku jarang bertemu Arman. Paling hanya sekali atau dua kali dalam sebulan, kami hanya sering berhubungan lewat chat karena dia membantu keuanganku." Wanita itu terus mengadu mengusap air mata dan meminta perhatian ibu mertua.Aku benci padanya karena ia begitu tidak tahu diri dan egois, seakan dunia berputar tentang kebutuhan dia saja sehingga dia merasa bahwa suamiku harus menafkahinya. "Oh ya? dalam seminggu saja bisa lebih dua kali pertemuan kalian! bahkan ke manapun mba pergi, suamiku selalu menjadi supirmu. Hari Minggu kemarin seharusnya kami menghadiri syukuran ayahku y
Read more

80

Setelah ayah dan ibunya Arman menjauh dari rumah calon mertuaku, calon ibu mertua hanya mendesahkan napasnya lalu memberi isyarat kepada suaminya untuk masuk kembali ke dalam rumah sementara aku dan Mas Renaldi akan pulang. "Ayo masuk Pi, biar anak-anak pulang.""Iya, Mi." Pria yang hampir 60 tahun itu menepuk bahuku sambil tersenyum lalu dia mengikuti langkah istrinya. Aku agak tertegun dengan reaksi mereka, tidak menyangka kalau mereka akan diam saja, tidak memperpanjang perdebatan, bahkan mempertanyakan atau mengoceh lebih jauh lagi. Mungkin pikiran mereka sudah begitu terbuka, juga tak mau buang waktu padahal hal-hal yang sudah pernah dibahas sebelumnya. Jadi, aku lega sekali. "Apa tadi kau takut?" tanya Mas Renaldi."Sebenarnya iya. Aku tidak khawatir untuk hukuman pada diriku sendiri, tapi aku menjaga perasaanmu, Mas. Bagaimana kalau pernikahan ini batal gara-gara aku? Gara-gara masalah yang seharusnya sudah kita lupakan tapi masih diungkit-ungkit lagi.""Itu tidak akan b
Read more

81

Seperti drama Korea yang selalu datang pengganggu pada puncak kebahagiaan aktor utama, aku merasa familiar dan sedikit klise dengan kejadian hari ini. Kupikir semuanya akan berjalan lancar tanpa penghalang, tapi sekarang aku melihat sebuah tembok besar bernama Lorena yang dari tatapan matanya sudah bersiap-siap untuk menghancurkan hidupku. Dari cara dia bicara sepertinya wanita itu menyukai calon suamiku dan dia akan menyulitkan diri ini. Dan wow, dia bilang dia akan ada di kantor Mas Renaldi sepanjang hari, bahkan dia tidak langsung pulang ke rumahnya atau ke hotel setelah perjalanan jauh dari Amerika. Dia ingin bertemu Mas Renaldi dan kupikir baginya calon suamiku adalah orang penting. Kalau tidak tahu apa yang harus kulakukan jadi kuraih ponselku dan kuhubungi Mas Renaldi. Lelaki yang sedang dalam perjalanan itu menjawab panggilanku."Assalamualaikum Sayang. Ada apa?""Waalaikumsalam. Mas sepupumu sudah datang dari Amerika, dia sudah menyapaku di kantorku dan sekarang dia berada
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status