All Chapters of Kania (Gairah Seorang Pembantu) : Chapter 41 - Chapter 50

69 Chapters

Bab 40

"Ma, jangan ikut campur sama urusan rumahku. Aku mohon," ucap Adi lagi, sebenarnya hanya ingin membuat keadaan kembali tenang. Tidak berniat menyinggung hati ibu mertuanya. Faktanya, Aida tentu tersinggung. Apa pun niat hati Adi dengan ucapannya barusan, bagi Aida itu adalah sebuah peringatan yang bersifat mutlak. Sangat tidak bersahabat nada bicara menantunya itu. "Mama nggak coba itu campur ya, Di. Mama cuma nggak suka aja sama sikap pembantu kamu ini. Dia seorang art tapi sikapnya nggak menggambarkan posisinya. Gimana Mama nggak kesal?" cecar Aida membalas. Adi tahu. Dia bahkan lebih tahu. Akan tetapi, apakah yang harus dia perbuat jika sekiranya mendukung perbuatan ibu mertuanya yang katanya ingin mengganti Kania. "Adi tahu apa maksud, Mama. Tapi nggak gini juga, Ma. Kania itu udah lama di sini. Pun, Arumi lebih nyaman sama dia karena memang Kania udah hapal betul apa yang dibutuhkan di rumah ini. Takut kalau diganti, nggak akan sebijaknya. Ribet harus ngajarin dari awal, Ma,"
Read more

Bab 41

Refleks tubuh Arumi menjauh, tidak enak jika harus dilihat orang lain. Padahal pintu kamar masih tertutup rapat, tapi karena merasa adegan dirinya dan sang suami tidak layak di pertontonkan, Arumi pun memilih undur dan akan memilah waktu yang lebih baik untuk melakukannya. Sementara itu, Adi mendesah berat dalam dada, benar-benar muak terhadap Kania. Tadi seingatnya dia sudah memperingati perempuan itu, tapi apalah yang bisa Adi harapkan? Kania bahkan tak mau berdamai walau hanya satu detik saja. "Azka udah tidur. Kesempatan kita bisa makan, Mas. Yuk," ajak Arumi lalu berjalan lebih dulu. Adi mengangguk, menyetujui. Dengan pasrah dirinya pun menyusul langkah sang istri, hingga tak lama potret Kania pun menyapa pandangan keduanya. "Ibu saya udah makan, Kania?" tanya Arumi. "Belum, Bu. Tadi juga baru saja panggilin beliau biar ikut makan sekalian." Kania menjawab apa adanya. Kemudian sepasang suami istri itu pun berjalan kembali menuju meja makan yang sudah siap makanan untuk di s
Read more

Bab 42

Adi langsung saja mengernyit tak paham. "Apa maksudnya?" Kania lagi-lagi memasang wajah polos penuh keluguan serta rasa bersalah. "Saya nggak tahu Pak kalau Nyonya Aida ternyata alergi sama udang. Karena biasa nggak ada pantangan di rumah, jadi saya masak aja udangnya, Pak. Tapi Nyonya Aida malah hilang saya sengaja. Demi Allah, Pak. Saya nggak tahu apa-apa." Adi termakan ocehan Kania juga. Dia merasa kasihan melihat gadis polos itu tampak ketakutan. Juga, siapa yang tidak sedih jika dihadapan diposisi Kania ini? "Mertua saya udah minta maaf belum?" tanya Adi kemudian. Kania menggeleng. "Biarin aja, Pak. Saya juga sudah maafin Nyonya, kok. Saya hanya sedih aja ditubuh mau bunuh orang. Rasanya udah kayak penjahat aja."Lelaki itu menghela napas samar, seolah tidak setuju dengan keputusan ibu mertuanya juga Arumi tentunya. Mungkin benar kalau Kania banyak tingkahnya, tapi jika harus memberikan sebuah tudingan sebagai pembunuh, itu rasanya sudah keterlaluan.Karena hal ini, Adi jadi
Read more

Bab 43

Sekitar satu jam lamanya Arumi menunggu k datangan sang suami dan Kania yang pergi membeli makanan. Agak lebih lama sebenarnya dari perkiraannya. Tiada pikirkan buruk yang tumbuh di dalam kepala Arumi, tapi tidak dengan sang ibu. Semenjak dia bertemu dengan Kania, ada perasaan aneh yang muncul. Salah satunya, bagaimana bisa ada seorang pembantu yang tidak punya rasa takut serta hormat seperti yang Aida tahu. Art yang ini seperti lain dari yang lain. Belum lagi kalau sedang berdebat atau apa, selalu saja ada menantunya yang akan datang dan berujung membela pembantu itu. "Ini udah satu jam lebih lho, Arumi. Kok mereka belum balik sih? Kayak pergi ke Hongkong aja beli makanan doang," ujar Aida. Sedang yang ditanya tengah sibuk dengan layar laptop di depannya. "Sabar dong, Ma. Mungkin ada kendala atau apa. Jangan negatif thinking mulu sama orang. Nggak baik lho." Ck! Aida berdecak, tak setuju. Entah kenapa dirinya jadi menyesal karena tidak mengajarkan putrinya ini untuk selalu b
Read more

Bab 44

"Innalillahi." Arumi jadi kaget. "Kok kamu baru bilang sih, Kania? Terus kamu nggak datang waktu Bapak kamu di makamin?" Dengan samar Kania menggelengkan kepala. Binar matanya dibuat sesedih mungkin untuk menegaskan pada Arumi bahwa dirinya sangat membutuhkan izin tersebut. "Ya Allah, kenapa nggak bilang dari awal? Kan saya bisa ngasih izin kamu pergi waktu itu?" "Maaf, Bu. Tadinya saya pikir Ibu sama Bapak pasti membutuhkan saya. Apalagi waktu itu kan Ibu sama Bapak lagi nggak baik. Takutnya juga nggak ada yang jagain Azka." Tak bisa dipungkiri kalau saat ini hati Arumi terenyuh mendengarnya. Betapa tulus dan perhatian gadis yang dia pekerjakan selama dua tahun terakhir ini. Padahal kalau diingat-ingat lagi, Arumi dulunya sangat egois dan banyak maunya. Belum lagi cerewet dan penuh dengan perintah yang menyebalkan. Arumi jadi merasa bersalah. "Ya ampun, kalau kamu bilang itu alasannya, mana mungkin saya ngekang kamu, Kania. Ini masalah kemanusiaan lho. Dan saya masih punya hati
Read more

Bab 45

Kania sudah berlalu untuk melakukan tugasnya, sementara Adi izin pada Arumi untuk membujuk sang ibu mertua, sementara perempuan itu sendiri tengah sibuk berkutat di dapur. Seperti yang terdengar, kalau Kania akan mengambil cuti. Maka mau tak mau, bukan juga merasa terpaksa, Arumi pun mulai menjalani tugas-tugas seorang perempuan yang kata suaminya lebih baik dari pada ikut-ikutan bersaing mencari pundi-pundi rupiah. Perempuan usia 26 tahun itu masih terlihat tidak lugas. Masih banyak yang perlu dia pelajari, terutama mencuci piring. Entah kapan agaknya Arumi terakhir melakukan pekerjaan itu. Maklum saja, Arumi itu putri tunggal dari orangtua uang berpunya. Sebelum ayahnya wafat dulu, hanya bekal berbisnis yang didapatinya alih-alih menjadi sosok perempuan yang dimau suaminya. Itulah kenapa saat ini dirinya jadi bingung sendiri bagaimana dan apa yang harus dilakukan di area dapur. Jadi benar-benar sangat sulit. Ditempat lain, terlihat Adi sedang berdiri di dekat Aida yang tengah me
Read more

Bab 46

Dengan perasaan berbunga-bunga bak taman bunga nusantara, Kania tersu saja berjalan menuju kamarnya. Sekitar satu kali Uda puluh empat jam, dia akan mulai memiliki Adi tanpa bayang-bayang Arumi.Sungguh, semuanya tampak berjalan dengan apa yang dia inginkan. Kania pun jadi berpikir, mungkin inilah alasan kenapa dia mengiyakan pada Tuhan untuk dilahirkan. Ternyata ada kebahagiaan yang tidak ada lagi bandingannya yang akan ditunjukkan untuknya.Suara senandung dari bibirnya seketika terjeda bersamaan dengan langkah kakinya, begitu mendapati Aida sudah ada di depan mata. Perempuan tua itu tengah menatapnya cukup lekat dengan kilat selidik di pancaran matanya."Eh, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya kemudian, dengan senang hati.Aida tak langsung menjawab. Dia lebih dulu mengikis jarak sampai matanya benar-benar menatap Kania lebih dekat. Hanya jarak dua langkah. "Kenapa kamu pandai sekali bersilat lidah? Kamu mau memanfaatkan kebaikan anak saya rupanya?"Kania kontan saja menghe
Read more

Bab 47

"Ma!" tegur Arumi. Sejak tadi lain dia sudah misuh-misuh hanya karena ucapan sang ibu yang terlalu melantur. Apalagi mendengar kalimat lirih dari Kania yang semakin membakar jiwa Arumi tak tahan melihat kesedihan yang dirasakan gadis lebih mudah darinya itu. "Mama ini kenapa sih, Ma? Bukannya Mas Adi udah bujuk Mama tadi? Harusnya Mama udah ngerti dong. Bukannya malah menjadi-jadi kayak gini!" imbuhnya memarahi sang ibu. Tepat sasaran! Begitulah kira-kira perasaan Kania yang bak memanah. Bidikannya seolah tak melesat jauh. Reaksi Arumi ini sudah dia baca sejak tadi, dan akan lebih keruh lagi jika sekiranya Aida tidak berhenti. "Arumi, dengerin Mama baik-baik! Buka mata kamu! Kamu lagi ditusuk, Nak. Kebaikan kamu sedang di manfaatkan sama kedua orang gila ini!" gertak Aida dengan sekuat tenaga agar putrinya itu percaya. "Tusuk apa sih, Ma? Orang gila mana? Mama jangan asal ngomong dong." Arumi masih kukuh sama pendiriannya. "Udah-udah, Arumi. Jangan diladeni lagi. Mungkin Mama
Read more

Bab 48

"Apa nggak sebaiknya lupain aja, Arumi. Nggak perlu bersikap keras sama Mama. Jangan jadi anak yang durhaka nantinya," cegah Adi, berharap kalau semua ini segera berakhir. "Nggak usah buat pembelaan apa pun, Adi. Saya nggak butuh validasi dari kamu!" tegas Aida justru menolak bala bantuan yang coba Adi berikan. "Ma, astaga!" gertak Arumi. "Niat Mas Adi baik, Ma. Kenapa sih Mama ini?" "Baik? Itu menurut kamu, Arumi. Sebelum Adi benar-benar mengakui segala kesalahannya, jangan harap Mama bakalan anggap dia sebagai menantu lagi. Mama udah muak!" Aida segera melengos pergi melewati anak dan menantunya. Sementara itu, Arumi lagi-lagi membuang napas jengah, benar-benar sudah di tahap capek mengurus tingkah sang ibu. Apalagi mengingat tentang tudingan yang dilayangkan pada suaminya, membuat Arumi jadi segan menatap mata sang suami. "Mas ... aku minta maaf, ya? Aku nggak tahu kalau Mama bakal sampai sejauh ini bersikap. Aku bahkan nggak tahu apa sih alasan Mama bisa sampai menuduh kamu s
Read more

Bab 49

Pagi-pagi buta sekali Kania sudah terjaga, ralat! Tidak tertidur sama sekali hanya karena menahan rasa sakit akibat 'ulah' Adi yang terang-terangan 'menyakitinya' dengan memberikan yang seharusnya dia miliki pada wanita lain. Tampak kedua mata tanpa maskara itu sembab memerah. Semalaman air matanya tak berhenti mengalir bahkan kamarnya masih berantakan seperti apa yang dia lakukan tadi malam. Tadinya Kania enggan melakukan tugasnya, tapi apa daya? Walau dia merasa sudah berkuasa di rumah ini, yang namanya kewajiban tetap harus dia lakukan. Setelah memeriksa keadaan Azka–yang ternyata masih tertidur pulas, Kania pun berjalan ke arah dapur. Tugas-tugas sudah menanti di sana. Membersihkan dapur, memasak, serta membuatkan beberapa hal-hal dasar yang menjadi tuntutan personal dari majikannya. Dengan perasaan yang kacau, Kania melakukan pekerjaannya. Sampai seseorang datang meluapkan angan-angan yang sedari tadi terekam jelas di dalam kepalanya."Kania? Kamu udah buat kopi Bapak?" tanya
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status