Semua Bab Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin: Bab 81 - Bab 90

235 Bab

Bab 81 - Curhat ke Lala

Ocha mencari artikel lain yang mungkin lebih jelas karena ia ingin membaca detail artikel tentang kecelakaan yang terjadi kemarin di dekat tempat tinggalnya, tetapi pandangannya tak sengaja mengarah pada sudut kiri ponsel, membuatnya sontak menggeleng kuat-kuat. Di mana, jarum jam sudah memasuki waktu efektif untuk bekerja. Jadi, ia mengurungkan niat dan mulai menyalakan komputernya. Mulai menyelesaikan laporan penjualan bulanan untuk rapat strategis besok pagi. Namun, pikirannya terus menerus teralihkan ke berita kecelakaan di lampu merah yang melibatkan mobil pick up, mobil minibus, hingga pengendara motor inisial ANF. Ocha sebenarnya merasa kecelakaan itu bukan urusannya. Hanya saja, inisial tersebut tak asing dalam pandangannya. Tapi, ia benar-benar tak bisa mengingat, di mana pernah membacanya? Ocha menggosok pelipisnya dengan sedikit frustrasi sambil menatap lurus lay
Baca selengkapnya

Bab 82

Dalam beberapa saat, Ocha terdiam. Sesekali, menarik napas yang tiba-tiba terasa tercekat. Kini dia menunduk sebelum akhirnya menggeleng dan berkata pelan, “Gue udah anggap Yaya sebagai adik sendiri, La. Dari awal gue kenal hingga sekarang, gue gak pernah ada pikiran bakalan punya hubungan khusus dengan dia,” tuturnya seraya mengangkat wajah dan menatap Lala dengan raut bimbang. Sepasang matanya pun mulai tampak kaca-kaca, tetapi ia masih mencoba untuk menahan agar tak keluar. Lala bangkit dan mendekati Ocha. Meletakkan tangan dan menepuk bahu temannya itu. Detik berikutnya, Ocha beralih memeluk pinggang ramping Lala sambil sesekali terisak. “Gue ... gue salah ya kalau nolak dia, La?” tanyanya di sela isakan. Lala pun mengusap-usap punggung Ocha sekadar untuk memberikan menguatkan. “Gak ada yang salah. Yang salah itu, ketika lu memaksakan diri untuk menerimanya karena merasa iba padanya.” “Emang ada orang yang nerima cinta orang lain karena iba?” “Banyak, Sayang, Banyak
Baca selengkapnya

Bab 83

“Ada apa lagi sih, Mas?” Suara ketus dari seberang membuat Aksa sedikit terperanjat, spontan menelan ludahnya dalam-dalam.Pria itu memilih bungkam karena mulutnya seolah kaku untuk sekadar mengucapkan sesuatu. Dia tetap terdiam hingga suara mantan istrinya kembali terdengar, “Udah, deh. Mulai sekarang, gak usah ngemis-ngemis mau ketemu Aqil lagi. Kemarin aku ngasih kesempatan, tapi kamu gak datang. Artinya, Aqil emang gak sepenting itu buat kamu ….”“Kamu seenaknya menyia-nyiakan kesempatan yang aku berikan,” imbuhnya. “Sekarang kamu pake nomornya Mami buat hubungin aku, biar apa coba?”Seakan ada benda tajam yang sengaja menusuk, hati Aksa terasa nyeri.Dadanya pun mendadak sesak. Tangan yang bergetar pun tak sengaja menekan fitur telepon berwarna merah membuat sambungan telepon antara dirinya dan Ocha terputus. Dia menarik napas berat, meremas benda pipih milik ibunya itu dengan pandangan lurus ke depan.
Baca selengkapnya

Bab 84

Perkataan sang ibu membuat Aksa seketika menelan ludahnya kuat-kuat. Sejenak, dia tak bisa berkata-kata. Namun, sepasang matanya tak lepas menatap ibunya ibunya penuh dengan rasa ingin tahu yang mendalam. “Jadi ...,” ucap Aka terjeda, “Mami tau kalau Ocha hanya anak tiri?” tanyanya pada akhirnya.Pelan tapi pasti, Bianca pun mengangguk. “Tau. Ibu kandungnya, dulunya teman Mami, sama seperti Laras, ibu tirinya. Cuma Ibunya Ocha tiba-tiba pisah dari suaminya tanpa mau menyebutkan alasan. Tapi tak lama, papanya Ocha menikah lagi, dengan Laras. Sedangkan, ibunya Ocha, Mami udah gak tau sekarang dia ke mana?”Aksa mengembuskan napas kecewa, sekilas memejamkan matanya.Hampir saja, dia bisa membantu Ocha menemukan ibu kandungnya. Tapi, sepertinya tak akan semudah itu.“Mami tau kalau hidup Ocha selama ini tertekan bersama dengan keluarga papanya?” tanya Aksa lagi. Lagi-lagi, Bianca bergeming. Setelah beberapa saat
Baca selengkapnya

Bab 85

Keesokan harinya, seperti biasa, Ocha bangun subuh untuk melakukan pekerjaan rumah, menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan juga rutin melakukan pumping asi sebelum berangkat kerja, meskipun ia juga harus pumping di kantor. Namun, berhubung karena hari ini, Nathan menginap di rumahnya, jadi Ocha juga menyiapkan sarapan untuk adiknya yang mungkin akan berangkat kuliah pagi-pagi. Sementara Lala, dia tadi malam pamit pulang ke apartemennya karena tak nyaman jika menginap di rumah Ocha, sedang Nathan juga ada di sana. Begitu keduanya sama-sama menikmati sarapan yang ditemani dengan suara sendok yang beradu dengan piring, Ocha pun memutuskan mulai membuka suara. “Nat, tumbenan sih kamu nginap di sini? Kenapa?” tanyanya. “Malas aja di rumah, Mbak. Papa dan Ibu bertengkar mulu gak ada habisnya,” jawab Nathan apa adanya. Ocha yang semula menunduk, langsung mengangkat wajah menatap pria muda itu. ‘Apa maksudnya berkata demikian?’ tanya Ocha dalam hatinya. “Papa dan Ibu
Baca selengkapnya

Bab 86 - Masuk ke Hatimu, Boleh?

“Ekhm! Awas gak bisa tidur kalau tatap-tatapan terus,” goda Bianca yang saat ini sudah berada di pintu. Dia tersenyum penuh makna melihat sepasang mantan suami istri itu, sebelum akhirnya benar-benar berlalu ke dalam rumah membawa cucunya.Dengan begitu, Ocha yang sadar jarak mereka terlalu dekat, buru-buru memalingkan wajah dan bertanya dengan nada cemas. “Kamu gak apa-apa, Mas?”Setidaknya, Aksa pun kini terlihat salah tingkah.Namun, dia tetap berusaha untuk tersenyum dan langsung mengangguk pelan. “Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah menolongku, Cha.”Ocha bereaksi dengan deheman pelannya sembari membantu Aksa berdiri tegak, tetap memegang lengannya untuk memastikan pria itu berdiri dengan stabil.“Kamu seharusnya lebih berhati-hati. Kenapa kamu menggunakan tongkat begini? Di pelipis dan sikumu juga ada perban?” tanya Ocha penasaran. “Apa itu sakit?”Ocha tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya pada Aksa. Bahkan, i
Baca selengkapnya

Bab 87 - Penawaran Aksa

Setelah masuk rumah, Ocha langsung duduk di samping meja makan sambil minum air putih. Niatnya, setelah ini ia akan menyiapkan makanan untuk Aksa dan Bianca karena dia merasa tak enak hati jika mereka datang tanpa disuguhi apa pun. Lagian, Aqil sedang dijaga neneknya, jadi Ocha bisa leluasa meninggalkannya untuk mengerjakan tugas lain.“Mi kenapa repot-repot bawa barang sebanyak ini?” tanya Ocha sambil melihat dua kardus besar yang terletak di ruang tengah rumahnya itu. “Gak merepotkan, Nak. Itu khusus buat kamu dan cucu Mami,” kata Bianca santai. “Nak Ocha kalau pergi kerja, Aqil siapa yang jagain?”Ocha melihat ke arah Aksa yang baru datang dan langsung duduk di sebelah ibunya, kemudian berkata, “Dititipin ke ibunya temanku, Bu. Pulang kerja baru aku jemput lagi.”“Hm. Kalau berkenan, kamu juga bisa bawa Aqil ke rumah Mami. Biar Mami yang jagain. Mami pasti senang kalau seharian bareng cucu.”“Iya, Mi. Nanti kapan-k
Baca selengkapnya

Bab 88 - Otak Mesum

“Enteng banget kamu ngomongnya, Mas,” cecar Ocha tanpa menoleh ke arah Aksa. Tangannya lihai mencuci ayam pada kitchen sink, kemudian lanjut menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan untuk mengolah daging ayam yang sudah dicucinya itu. “Tapi, aku serius, Cha,” kata Aksa lagi. Seketika itu, Ocha menghentikan gerakan tangannya. “Tapi, aku gak bisa!” ucapnya tanpa sedikit pun keraguan. Dia memandang Aksa dengan nanar. Setidaknya, di dalam sana emosinya seakan ingin meledak karena merasa Aksa terlalu mempermainkan perasaannya, tetapi ia masih menahannya. Lagian, bagaimana bisa Aksa punya pikiran untuk kembali padanya?“Kenapa, Cha? Kamu masih sendiri sekarang. Aku pun masih sendiri. Sedangkan, Aqil butuh kita sebagai orang tua yang lengkap. Lagian, gak ada pasal yang melarang kalau mantan suami istri gak boleh kembali bersama.”Tak ada jawaban dari Ocha. Seringai sinis tercetak jelas di wajahnya.Tatapanny
Baca selengkapnya

Bab 89 - Kalah Cepat

Beberapa saat kemudian.Lala pun datang dan langsung menyelonong masuk ke dapur setelah bertanya keberadaan Ocha pada ibunya Aksa yang berada di ruang tamu. Tiba di dapur, ia sontak membekap mulut dengan telapak tangan begitu melihat Ocha dan Aksa bak keluarga harmonis, memasak bersama sambil sesekali tertawa.Hal itu, membuat Lala tersenyum sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. ‘Begitu yang dia bilang gak cinta?’ Ia bertanya pada dirinya sendiri. “Uhuk!” Dia sengaja terbatuk untuk membuat sepasang insan yang seolah-olah menganggap dunia ini hanya milik berdua itu tersadar.Usahanya berhasil, Ocha dan Aksa kompak menoleh ke arah Lala yang tengah mengusap-usap hidung seakan membersihkan debu yang mengganggu organ pernapasannya. “Lanjutin aja masaknya,” kata Lala masa bodoh.Dia berlalu meletakkan sayuran yang dipesan Ocha tadi dengan senyum tipis yang tak henti merekah. Sadar kalau
Baca selengkapnya

Bab 90 - Flashback 1

Melihat Ocha sangat dekat dengan pria lain, jujur membuat Aksa merasa terluka dan sedikit ... cemburu. Tapi, siapalah dirinya ini? Hanya mantan suami yang tidak punya hak untuk cemburu padanya, meskipun sangat ingin. Tatapan Aksa tak lepas mengikuti pergerakan motor yang membawa mantan istrinya. “Pak, apa kita akan tinggal di sini terus?” tanya sang supir ketika melihat Aksa masih bergeming, padahal sebentar lagi jam masuk kerja. “Hm. Jalan ke kantor,” pintanya. Mobil pun kembali melaju, tetapi keberadaan Aksa di sana setidaknya disadari oleh Karin yang saat ini masih berada di teras dengan bayinya Ocha.Wanita itu menatap penuh tanya mobil mewah yang baru saja berlalu, tetapi ia tak mau ambil pusing. Nanti, dia akan menanyakannya pada Ocha secara langsung. Mungkin itu temannya. Sebab, kakinya masih sakit, Aksa berlalu ke ruangan kantornya dengan langkah sedikit tertatih.Tiba di lantai
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
24
DMCA.com Protection Status