Semua Bab Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin: Bab 91 - Bab 100

235 Bab

Bab 91 - Flashback 2

Tak berakhir sampai di sana, pada suatu waktu, Ocha kecil sedang duduk seorang diri di sudut halaman sekolah, tepatnya di bawah pohon besar. Hidungnya tampak berair dan dia terus-menerus menarik ingusnya ke dalam. Dia memeluk lutut, merasa kesepian karena tak ada yang mau berteman dengannya. Tak terkecuali Aksa, dia dan teman-temannya saat ini sedang bermain di dekat pohon jambu air yang tumbuh di sisi halaman. Mereka memetik beberapa buah jambu yang ranum dan mulai memakannya dengan lahap. “Lihat jambu ini! Manis banget!” seru bocah berbadan gempal itu. “Iya, enak banget!” sahut bocah yang satunya lagi. Selang beberapa detik, Aksa tak sengaja melihat Ocha yang duduk sendirian. Hati kecilnya sebenarnya merasa kasihan melihat Ocha selalu menyendiri, tanpa seorang teman. Dengan niat baik, dia mengambil satu jambu air yang paling besar dan mendekati Ocha.
Baca selengkapnya

Bab 92 - Dua Pria

Aksa yang duduk di kursi kebesarannya lantas menggelengkan kepala pelan setelah kilas balik masa lalunya muncul ke permukaan. Dia menarik napas pelan dengan pandangan kosong mengarah ke jendela. Kini, pikirannya kembali melayang jauh, memikirkan Ocha dan semua penyesalan yang ia rasakan selama beberapa bulan terakhir. Dia terlalu banyak melukai perasaan Ocha selama ini. Sementara itu, di meja--terdapat tumpukan dokumen yang belum tersentuh olehnya. Tak berselang lama, Lily--sekretarisnya mengetuk pintu beberapa kali sebelum masuk ke ruangan Aksa. Dia membawa beberapa dokumen lagi yang perlu ditandatangani oleh pria itu. Lily pun meletakkan dokumen tersebut di atas meja Aksa, sebelum akhirnya berkata dengan sopan. “Pak Aksa, maaf mengganggu. Saya perlu mengambil dokumen yang saya bawa tadi pagi untuk Bapak tandatangani. Apakah Bapak sudah menandatanganinya?” Aksa
Baca selengkapnya

Bab 93 - Semobil dengan Mantan

“Gue antar ke kantor!”“Aku antar ke kantor!”Dua pria tampan itu berujar kompak, membuat Ocha membelalakkan mata dengan mulut yang ikut terbuka sedikit. Ia terkejut dengan tingkah dua pria yang saat ini audah berdiri di hadapannya itu. “Enak saja! Dari kemarin yang antar Ocha ke kantor adalah gue. Jadi, hari ini yang antar dia ke kantor, juga gue!” tegasnya menatap Aksa sengit.“Itu kan kemarin. Bukan hari ini!” Aksa tak mau kalah.Suasana mendadak tegang diwarnai dengan jiwa persaingan sengit antara Aksa dan Yaya. “Gak bisa! Ocha harus bareng sama gue!” tekan Yaya. Aksa melipat tangan di depan dada. Berusaha tetap tenang, tetapi nada suaranya juga terdengar sedikit ketus. “Emang lu siapa yang memutuskan sepihak begitu? Gue mau ngobrolin sesuatu yang penting sama Ocha, jadi dia harus bareng sama gue!”Ocha masih membisu. Bingung harus berbuat apa menanggapi dua pria yang berebut untuk mengantarnya
Baca selengkapnya

Bab 94 - Delegasi Tugas?

Dering ponsel Ocha tiba-tiba memecah keheningan dan memutus insiden tatap-tatapan karena Ocha sedikit tersentak.Dia mendadak canggung dan spontan menjauhkan diri dari mantan suaminya itu.Buru-buru, ia mengambil ponsel dari tas kecilnya yang tak henti meraung-raung seperti kesetanan.Di sebelahnya, Aksa yang merasa kecewa karena melihat sepintas sosok penelepon di ponsel Ocha itu pun menoleh kembali ke jalan, mencoba menyembunyikan kekesalannya. ‘Ngapain lagi sih itu bocah?!’ geramnya dalam hati dengan tangan yang tiba-tiba mengepal menahan marah.Ocha menjawab panggilan dengan suara pelan, berusaha fokus pada percakapan dengan seseorang di seberang sana, meski pikirannya sedang kalut mengingat insiden tadi.“Halo. Ada apa, Ya?” tanya Ocha to the point.Yaya yang kini berada di parkiran rumah sakit pun meletakkan helem pada spion motornya, lantas bertanya dengan nada khawatir. “Aksa gak macam-macam kan sama lu?”
Baca selengkapnya

Bab 95 - Syok

Setelah beberapa saat terdiam, Ocha akhirnya menarik napas pelan, menetralkan suasana hatinya yang mendadak tak karuan. Dengan suara berat, ia menjawab, “Em ... sa—ya, Bu? Tapi, mohon maaf sebelumnya, Bu. Bukan saya menolak, tapi apa gak bisa Ibu mengutus yang lebih senior dari saya?” Ocha merasa berat hati. Di satu sisi, dirinya masih seumur jagung bekerja di perusahaan kosmetik yang sebenarnya adalah milik keluarganya Lala ini, jadi ia merasa tak pantas saja meng-handle tugas penting seperti itu. Di sisi lain, dia juga tak bisa terlalu sering berinteraksi dengan Aksa. Nanti, yang ada ia semakin tidak bisa menyembuhkannya dari luka yang disebabkan oleh pria itu. Rina tersenyum tipis, memahami apa yang Ocha rasakan? Namun, ia tetap mencoba memberikan pemahaman dengan suara lembutnya. “Justru, saya mengutus karyawan junior seperti kam
Baca selengkapnya

Bab 96 - Curhat Lala ke Paul

Selesai mengganti pakaian kerjanya menjadi pakaian rumahan dengan gerakan kilat, Ocha pun keluar dari kamar.Dia celingak-celinguk mencari Karin yang dikira ikut masuk ke rumah, nyatanya wanita paruh baya itu tak terlihat di dalam rumah.Ocha menoleh ke arah pintu yang memang terbuka lebar, dan sontak melihat Karin yang masih berdiri di teras. “Tante!” Ocha berjalan ke arah pintu.Namun, tiba di sana, yang membuat ia terkejut ketika melihat Karin dan Papanya tampak berserobok pandang dengan begitu banyak kata-kata yang tak bisa diucapkan keduanya.Ocha melirik barang bawaan sang papa juga sudah tergeletak di lantai. Apa yang terjadi selama ia ganti baju dengan waktu yang sangat sebentar tadi?“Loh, Pa? Kenapa? Sampai jatuh begitu barangnya?” Nada suara Ocha terdengar panik.Dia hendak membungkuk, membantu papanya mengambil barang-barang tersebut, tetapi langsung dicegat oleh Paul.“Biar Papa, Nak. Kam
Baca selengkapnya

Bab 97 - Ocha Kesal

Ketika hari sudah semakin gelap, Paul berpamitan pada Ocha untuk pulang ke rumah, meskipun sebenarnya belum cukup puas bermain dengan cucu pertamanya itu. Namun, setidaknya ... ia sudah memastikan keadaan sang putri dan cucunya baik-baik saja dan hal yang sebenarnya patut disyukuri karena banyak orang yang menyayangi keduanya melebihi keluarga. Tentu saja, Paul sangat merasa bersalah karena justru orang lain yang selalu ada untuk putri dan cucunya, padahal seharusnya dirinya sebagai seorang ayah. Namun, dia tak bisa terlalu banyak hal sekarang. Ocha mengantar papanya hingga ke teras rumah. Sementara, Aqil sedang kelon-an bersama Lala di kamar. “Pa ... apa hubungan Papa dan Ibu baik-baik saja?” tanya Ocha penasaran. Mengingat beberapa hari lalu, Nathan pernah bercerita padanya, kalau hubungan orang tua mereka tak sedang baik-baik saja. Paul tersenyum, meski terlihat dipaksakan. “Baik-baik aja,” katanya cepat. Ocha diam, berusaha mencari kejujuran di balik raut wajah yang d
Baca selengkapnya

Bab 98 - Tak Linier

“La, lu ntar malam nginap di sini, ya,” pinta Ocha ketika keduanya menikmati sarapan sebelum berangkat kerja.Lala yang tengah menikmati sarapan nasi goreng hasil buatannya sendiri itu menatap Ocha sebentar. Menelan makanannya sebelum bertanya, “Ada apa?”“Itu, katanya Mas Aksa mau ke sini bareng agen calon baby sitter-nya Aqil. Dia mungkin gak akan langsung pulang sekalipun tamunya udah pulang. Pasti maunya manjain anaknya dulu. Kan gak enak kalau berdua-duaan sama pria asing. Bukan mahram pula.” Ocha menyampaikan keluh kesahnya. Untungnya, karena Lala cepat memahami. “Oh, ya udah. Buat lu apa sih yang gak? Walaupun malam ini mau nge-date, sih.” Lala berujar sedih.Mata Ocha menyipit penuh tanya. “Hah? Nge-date sama siapa? Emang punya pacar?”“Enggak!” jawab Lala tertawa miris. “Tapi, inisial AZF tetap di hati gue saat ini.”“AZF siapa?”“Aqil Zayn Firdaus.”“Heh, anak gue.”Lala tertawa cengengesan,
Baca selengkapnya

Bab 99 - Dijemput

“Waktu Kakak masih di sini kan Pak Aksa itu orangnya tegas, disiplin, dan detail.” Lily mulai bercerita. Pandangannya tetap lurus ke depan.“Tapi, tau gak, Kak?” tanyanya menatap Ocha serius.“Gak tau! Kamu kan belum ngasih tau.”Lily memutar tubuhnya menghadap pada Ocha dengan posisi lengan kanannya masih bersandar pada dinding.“Akhir-akhir ini Pak Aksa terlihat bodoh amat sama pekerjaannya. Entah cuma perasaan aku aja atau memang Pak Aksa yang terlalu mumet. Contoh kecil, aku pernah bawa dokumen untuk ditandatangani ketika pagi hari, tapi siangnya aku mau ambil karena berpikir Pak Aksa sudah menandatanganinya, ternyata malah belum disentuh sama sekali,” tutur Lily tampak putus asa.“Beberapa kali, aku juga sempat melihat di dalam ruangannya banyak kertas yang berserakan, sudah diremas-remas kayak bola pimpong,” imbuhnya. “Kami juga pernah beberapa kali diprotes klien karena Pak Aksa mengubah jadwal pertemuan tanpa alasan, Kak.”
Baca selengkapnya

Bab 100 - Hanya Mantan

Dalam perjalanan pulang, Ocha terus menatap ke luar jendela, padahal di luar sana tak ada yang menarik sekalipun untuk dilihat. Di sebelahnya, Aksa sesekali mencuri pandang ke arah wanita yang diakuinya pernah memberikan warna lain pada kehidupan rumah tangannya. Cukup lama tak ada pembicaraan di antara keduanya, Aksa menyandarkan tengkuknya pada sandaran kursi mobil. Memejamkan mata sekejap dan tak sengaja mengingat momen konyol yang cukup memberikan kesan unik di hatinya saat Ocha masih menjadi istrinya kala itu. Dan, ia tentu sulit untuk melupakannya. “Jangan, jangan samakan, aku dengan yang lain ... bibirku yang merah dan senyumku menawan.” Saat itu, Ocha bernyanyi sambil menggoyangkan pinggulnya seakan sedang melakukan konser. Aksa melihat dengan mulut mengaga, kaget. Tak percaya saja jika wanita yang menurutnya kalem bisa bar-bar juga. “Rambutku terurai,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
89101112
...
24
DMCA.com Protection Status