Semua Bab Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin: Bab 161 - Bab 170

235 Bab

Bab 161 - Janji!

“Salahnya juga karena aku terlalu percaya dan selalu memanjakannya sehingga dia menyakitiku dengan sangat keji.” Aksa melanjutkan ceritanya. “Aku terlalu percaya, kalau dia sering pamit ke luar kota, ke luar negeri itu bekerja, nyatanya separuh bekerja, separuh selingkuh.”Aksa menyeringai miris, mengingat masalah rumah tangganya yang sangat menyakitkan itu. “Sebenarnya Mami sudah sering kali memperingati aku karena mungkin ngerasa ada yang gak beres. Aku saja yang gak peka dan terlalu memaklumi apa pun yang dilakukannya,” imbuh Aksa, sambil menghela napas berat.“Ternyata, walau aku udah berusaha keras untuknya, melakukan apa aja demi kebahagiaannya, berusaha membuatnya nyaman bersamaku, tetap saja gak berarti di matanya, karena bukan aku yang dia mau.”Detik kemudian, Aksa menoleh dan kali ini menatap Ocha yang tepat sekali juga menatapnya dengan tatapan iba. Jujur saja, Ocha tak menduga kalau pernikahan yang sebelumnya dipikir sangat
Baca selengkapnya

Bab 162 - Ini Bukan Budaya Gue

Di tempat lain, Lala memasuki kantor dengan raut wajahnya yang kusut. Pandangannya kosong dan langkahnya tampak begitu berat seolah-olah ikut terbebani dengan pikirannya yang sedang kalut. “La, lu bahkan belum mau denger penjelasan gue soal malam itu.” Sorot mata Nathan mengiba, tetapi Lala seakan tak peduli. Perkataan terakhir Nathan padanya sebelum mereka berpisah kemarin terus berputar di kepala, membuatnya bimbang dengan keputusan yang telah dia ambil untuk menjauh dari adik temannya itu. Entah keputusannya benar atau justru keliru? Yang jelas, saat ini ia tengah dirundung dilema. Lala tidak menyadari, ketika dia masuk lift tadi, Rina memperhatikannya dari kejauhan. Rina bisa melihat bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikiran adik sepupunya, karena ia tak biasa melihat Lala kalut di waktu pagi. Lala, anaknya bawel, ceria, dan selalu semangat. Tanpa menunggu lama, Rina memutuskan untuk berlari mendekati Lala agar tak tertinggal lift. Dia malas menunggu lagi. Ta
Baca selengkapnya

Bab 163 - Anak Papa

“Ya ampun, sedih banget jadi Kak Ocha. Harus jadi istri kedua, tapi malah dicerai saat hamil,” lirih Nadine sambil menopang dagu dengan satu tangannya. “Semoga di kesempatan kedua ini, Pak Aksa gak nyakitin Kak Ocha lagi ya, Ly?” Di sebelahnya, Lily mengangguk pelan dan mulai menyalakan komputer untuk kemudian bekerja. Namun, tak berselang lama, Nadine kembali memecahkan keheningan di antara mereka. “Omong-omong, tadi malam kamu pulang dari hotel jam berapa?” tanyanya. Lily termenung, mengetuk-ngetuk dagunya sekadar untuk mengingat. “Jam 10 malam lebih mungkin ada ya.” “Wah, malam banget. Benar-benar cewek pemberani, gak takut pulang sendirian malam-malam begitu di tengah gempuran begal dan tindak kriminal di mana-mana.” Lily tertawa pelan. “Sebenarnya ....” Dia tampak ragu sejenak, tapi pada akhirnya akhirnya ia melanjutkan kalimatnya. “Aku diantar Yaya,” katanya jujur. Nadine m
Baca selengkapnya

Bab 164 - Ayam Bakar Manja Vs Ayam Bakar Gombal?

Setelah berhasil membuka blokirnya Nathan, perasaan Lala juga kini mulai sedikit tenang. Setidaknya, ia sudah tak lagi merasa bersalah dengan sikapnya yang bisa terbilang egois dan tak dewasa menyingkapi masalah. Dia kini sedang duduk manis untuk menyelesaikan pekerjaan yang sedikit menumpuk. Namun, tak lama, tiba-tiba ponselnya berdering diselingi getaran di meja. Ia meraihnya dan melihat nama Nathan muncul di layar. Untuk beberapa saat, dia hanya bergeming dengan segenap keraguan yang menyelimuti hati, tetapi pada akhirnya, ia menekan tombol hijau. “Halo?” suara Nathan terdengar sumringah di seberang. “Akhirnya lu buka blokir gue, La.” Lala menarik napas pelan, tapi tak terdengar oleh Nathan di balik telepon. Gadis itu terdiam sejenak. Walau, di dalam sana jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. “Gue ngerasa, mengakhiri dengan blokir bukan budaya gue banget,” kata Lala. Terdengar ketus, tapi tak mengubah suasana hati Nathan yang telanjur senang.
Baca selengkapnya

Bab 165 - Orang Baru?

Selang beberapa saat kemudian. Pria berkemeja putih dengan lengan digulung sesiku itu datang tergesa-gesa, wajahnya tampak pias sedari mendapatkan informasi kalau presdir mereka datang bersama istrinya ke restoran. Aksa dikenal sebagai sosok yang tegas dan perfeksionis. Setiap kali ada kunjungan mendadak seperti itu, pasti ada sesuatu yang mungkin salah pada restorannya. Walaupun, sebelumnya dia juga pernah mendapat informasi dari staf pelayanan kalau Aksa berkunjung, tetapi hanya mampir makan. “Selamat siang, Pak Aksa,’ sapa Adib--sang manajer sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Aksa. Aksa menyambut dengan senyum yang membingkai wajahnya. “Selamat siang. Apa kabar, Adib?” “Baik, Pak.” “Oh ya, Pak. Biar saya panggilan kan pelayan dulu untuk mencatat pesanan Bapak dan Bu Ocha,” ujar Adib. “Tidak perlu,” tolak Aksa ramah, “tadi, sudah ada yang melayani kami.” Setidaknya kali ini Adib bisa menghela napas lega. Dia merasa senang, stafnya bisa diandal
Baca selengkapnya

Bab 166 - Apa yang Gue Harapkan Darinya?

Lala menghempas kasar tangan Rizky yang mencekal pergelangannya. Dia berusaha tetap tenang, meski sebenarnya sangat marah. “Rizky, lu mau apa lagi, sih?!” geramnya.“Ayo kita ke dalam, La. Kita perlu bicara baik-baik.”“Kagak!” ketus Lala. “Kita sudah putus. Gak ada lagi yang perlu dibicarakan.”Rizky membuang napas berat, tapi tak menyerah. “Gue tau banyak salah ke lu, La. Gue udah terlalu banyak menyakiti lu selama 3 tahun kita pacaran. Tapi, gue benar-benar menyesali semuanya.”“Hidup gue hampa tanpa lu. Beri gue satu kesempatan lagi ya. Gue janji akan memperbaiki semuanya,” mohon Rizky, “dan gue janji gak akan ngulangin kesalahan gue.” Kalimat-kalimat permintaan maaf Rizky setidaknya membuat Lala merasa terenyuh. Sayangnya, karena kali ini hatinya enggan luluh. Dia menghargai niat Rizky meminta maaf padanya. Tapi, ia tak melihat ada sorot ketulusan pada mata elang milik pria itu. Lagian, ini bu
Baca selengkapnya

Bab 167 - Bilang Aja Takut Kehilangan Aku!

Pada keheningan pagi yang hanya diselingi suara aluminium beradu sengit itu, Ocha berdiri di depan kompor, mengenakan apron sambil mengaduk nasi goreng yang hampir matang untuk sarapan suaminya. Aroma nasi goreng membaur dengan kopi yang sebelumnya sudah diseduh sekali-kali menguar memenuhi udara, menambah suasana hangat di pagi yang tenang.Namun, keheningan itu terpecah ketika Ocha merasakan kehadiran seseorang di belakangnya.Tiba-tiba, sepasang lengan besar melingkar di pinggangnya dengan lembut. Wanita dengan gaya rambut cepol-nya itu terkejut sejenak, tetapi sebelum sempat bereaksi lebih jauh, dia merasakan ciuman lembut di lehernya yang membuatnya menggigil kecil.Aksa berbisik lembut. “Selamat pagi, Istriku ....”Ocha tersenyum tipis, meskipun wajahnya sedikit memerah karena perbuatan Aksa yang sangat tiba-tiba itu.Dia mencoba fokus pada sarapan yang sedang dimasak, tetapi kehadiran Aksa yang begitu dekat memb
Baca selengkapnya

Bab 168 - Sayang ... aku minta maaf, ya!

Ocha yang masih sibuk bertanya-tanya dengan dirinya sendiri menatap Aksa seolah meminta penjelasan.“Mas, kamu ....” Ocha tercekat.“Waktu aku dulu sakit, terus ketika kita makan berdua di restoran sebelum wawancara pengasuhnya Aqil, aku makan ceker di depan kamu, seharusnya itu sudah cukup untuk menjelaskan kalau aku gak apa-apa memakannya, karena memang sebenarnya aku suka,” jelas Aksa. Kini, dia maju selangkah ke hadapan Ocha, lalu meletakkan kedua lengannya di bahu istrinya itu.Dua pasang bola mata itu beradu sengit seakan mata yang menyampaikan isi hati.Dalam beberapa saat, Ocha belum tak bereaksi apa pun. Tetap menatap Aksa seolah mencari sesuatu dari dalam mata suaminya itu. Di sisi lian, dia pun masih sedikit bingung dan berusaha mencerna kenyataan yang baru saja didengarnya. “Tapi, waktu itu, Mbak Dewi bilang ....” Nada suara Ocha sangat pelan.Namun, belum sempat dia menuntaskan ucapannya, Aksa su
Baca selengkapnya

Bab 169 - Honeymoon-nya Pending Dulu

Ocha menoleh, menatap suaminya dengan raut bingung sembari mengingat-ingat kesalahan apa yang pernah Aksa perbuat padanya sampai harus minta maaf segala? “Minta maaf?” Tatapan Ocha penuh selidik. “Karena apa?” Aksa menarik napas dalam-dalam. Dari raut wajahnya, dia terlihat merasa sangat bersalah pada sang istri. “Ya, itu ... aku belum sempat membawamu berlibur ke luar negeri, Sayang. Kayak orang-orang yang menghabiskan masa pengantin baru mereka dengan berlibur ke Swiss, Paris, Korea, Jepang, atau kota-kota indah yang lainnya.” “Hm. Aku terlalu banyak kerjaan di kantor, jadi belum bisa ninggalin terlalu lama. Nanti kalau udah agak senggang, kita liburan ya.” Ocha menghela napas lega sambil tersenyum lembut. Tadinya dia pikir apa Aksa meminta maaf segala? Ternyata perkara liburan. Padahal Ocha tak tidak mengapa akan hal itu. Pelan, tangan Ocha terulur meraih tangan Aksa dan menggenggamnya erat. “Mas Aksa ... sebenarnya kamu sangat gak perlu minta maaf soal itu. Aku ngerti
Baca selengkapnya

170 - Perasaan Aneh

Sekitar pukul setengah 6 sore, Aksa sudah menunggu di depan kantor Ocha, sesekali melirik jam di pergelangan tangannya. Tadi, Ocha bilang akan pulang sejam lagi karena banyak kerjaan setelah cuti libur. Namun, Aksa tak ingin membuat istrinya itu terlalu lama menunggu sehingga inisiatif untuk menjemputnya lebih awal. Hanya saja, ia justru sedikit kesal pada jarum jam yang rasanya berputar lama sekali seperti pergerakannya kura-kura.Hingga tak lama kemudian, dia melihat Ocha keluar dari pintu utama kantornya, senyum lega pun tercetak jelas di wajahnya. Dengan cepat, ia membuka pintu mobil dan keluar menjemput sang istri yang semakin mendekat ke arahnya.Tiba di hadapan suaminya, Ocha meraih tangan Aksa untuk diciumnya dengan takzim. Begitupun Aksa yang membalas dengan mencium kening dan memeluk Ocha sebentar, seakan melampiaskan rindu.“Katanya masih banyak kerjaan dan se-jaman lagi pulang,” kata Aksa. Ocha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1516171819
...
24
DMCA.com Protection Status