All Chapters of Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin: Chapter 141 - Chapter 150

235 Chapters

Bab 141 - Benar Papa Selingkuh?

“Pa ... udah, Pa. Cukup!” teriak Ocha seraya mendorong tubuh papanya itu agar melepas cengkeramannya dan menjauh dari Aksa. Untungnya, karena usahanya kali ini berhasil. Sang papa menjauh, walau masih terlihat belum puas dengan apa yang telah dilakukan? Sudah sangat lama Paul ingin menghantam Aksa untuk membayarkan sakit hati putrinya. Hanya saja, selama itu pula, ia tak pernah bertemu dengan Aksa secara langsung. Baru sekarang bertemu setelah kejadiannya sudah lewat beberapa bulan, tapi Paul tetap merasa tak bisa menyia-nyiakan kesempatan untuk membayar kontan perbuatan Aksa pada Ocha. Sementara Aksa, dia memilih tak melawan, meski dirasa mampu. Dia berpikir mungkin Paul sengaja melampiaskan sakit hati Ocha padanya atas perbuatannya selama ini yang telah menyakiti Ocha. Lagian, ayah mana yang tak kecewa dan marah melihat putri yang sangat disayangi justru disakiti oleh pria lain yang justru bergelar suami? Aksa sadar telah menyakiti Ocha dan pantas untuk mendapatkan
Read more

Bab 142 - Ada Maunya

Ketiga pasang mata yang berada di ruang tamu itu sontak menoleh ke arah sumber suara. Nathan pun juga perlahan melangkah masuk ke rumah dengan raut penuh tanya. Dia menatap Ocha dan Paul bergantian. Seolah meminta penjelasan atas apa yang baru saja didengar?“Kenapa diam, Pa?” tanya Nathan menatap tajam papanya yang seakan langsung kehilangan kata-kata begitu melihatnya. “Apa benar yang dikatakan Mbak Ocha?”Paul menggelengkan kepalanya pelan. Berjalan meraih tubuh Nathan untuk menenangkannya. “Nathan, mana mungkin Papa seperti itu? Kakakmu hanya salah paham dengan semua ini.”Di sisi lain, Ocha menyeringai miris. Bahkan, saat seperti ini pun sang papa masih mengelak dan berusaha membela dirinya. Entah seperti apa warna asli sang papa? Ocha jadi merasa tak mengenal papanya sendiri.Sementara itu, Nathan menatap Ocha dan bertanya penuh penekanan. “Mbak, tolong katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi? Apa benar Papa
Read more

Bab 143 - Nathan Mengamuk

Karin yang semula berdiri menggendong cucu pertamanya itu, lantas beralih duduk di sebelah Ocha. “Loh, kenapa tanya Mama? Yang perlu kamu tanya itu dirimu sendiri. Hatimu berkenan gak buat rujuk sama dia?” tanya Karin lembut. Ocha diam sejenak sebelum akhirnya mengangguk pelan. “Mas Aksa walaupun ngeselin waktu kami kecil, tapi dia punya sisi baiknya, Ma. Meskipun juga terkadang dingin sama orang, tapi kalau misal kami cuma berdua, dia juga bisa lembut,” ungkap Ocha.“Aku berpikir, gak ada salahnya untuk memberinya kesempatan. Apalagi, sekarang aku gak bisa mikirin diri sendiri, Ma. Ada Aqil yang butuh papanya,” imbuh Ocha.Karin mengangguk paham. “Kalau kamu sudah yakin, lalu tunggu apa lagi? Dilanjutkan saja. Kamu yang berhak menentukan mau apa gak sama dia? Orang lain gak bisa mencampuri, sekalipun orang tua kamu.”“Kamu bukan lagi seorang gadis pertama kali nikah, yang harus butuh izin orang tua, Nak. Sekarang, orang tuamu yang haru
Read more

Bab 144 - Deketin Aja Kalau Mau, Gue Males!

Paul baru saja tiba di rumahnya setelah pulang dari rumah Ocha.Tadinya, ia hendak menuju kantor, tetapi Laras menghubunginya kalau Nathan datang ke rumah dan marah besar.Paul tahu pasti kalau Nathan marah persoalan di rumah Ocha tadi. Pria berkacamata bening tersebut terpaku sejenak begitu membuka pintu dan menemukan rumah dalam keadaan berantakan.Asisten rumah tangga mereka sudah mulai membersihkan kepingan bekas pecahan kaca dan pas bunga yang berserakan di mana-mana.Paul merasa marah dengan perbuatan Nathan, tapi juga tak dapat melakukan apa-apa sekarang, selain menenangkan dirinya. “Pa, kau sudah pulang?” Laras menghampiri sang suami dengan raut cemas. “Nathan tadi marah dan membuat rumah berantakan seperti ini. Tapi, aku mohon ... kamu gak perlu memarahinya nanti ketika pulang,” mohon Laras. Dia tahu betul, Paul akan marah jika Nathan berbuat onar.Ah, anak itu memang selalu memancing amarah papanya
Read more

Bab 145 - Kencang Buta Lu?

Ketika jam pulang kerja tiba, seperti biasa Yaya akan langsung pulang dan istirahat. Namun, saat dia hampir sampai di parkiran, langkahnya tiba-tiba terhenti begitu melihat seorang gadis yang dikenalinya tengah duduk di atas motornya tepat di sebelah motor Yaya. “Astaga, gadis itu. Ngapain lagi dia di sini?” gerutu Yaya sambil mengusap wajah dengan kasar. Ayub yang juga hendak pulang tak sengaja melihat Yaya dengan pandangan lurus ke depan bak orang tertekan.Dia pun menghampiri Yaya. “Ditungguin, tuh! Sekali-kali ditanggepin. Takutnya lu baru nanti nyesel kalau dia berhenti ngejar lu,” goda Ayub.“Gue bingung harus gimana?” Yaya bertanya dengan nada suara yang sangat pelan, tetapi masih sampai terdengar di telinga Ayub. Ayub pun tersenyum nakal. “Bingung kenapa? Bingung mulainya dari mana?”“Gak, bingung gimana biar dia berhenti gangguin idup gue!” geram Yaya.“Why? Lu gak suka dia atau gimana? Di
Read more

Bab 146 - Teman Lama

Lily masih duduk gelisah pada salah satu meja di sudut kafe yang ramai, tapi ia justru sepi karena hanya duduk seorang diri.Kedua matanya terus-menerus melirik ke arah pintu. Jarum jam berputar dan pasti akan semakin larut nantinya, dan Yaya masih juga belum datang. “Di mana dia?” gumam Lily sambil memeriksa ponsel untuk kesekian kali. Tidak ada pesan baru dari Yaya. “Setidaknya kalau gak mau datang, berkabar dong.” Lily mulai kesal, tapi juga berusaha untuk tenang.Dia terdengar menarik napas putus asa. Mengambil ponsel dan tasnya dari atas meja, berniat untuk pulang. “Mungkin dia memang gak berniat untuk datang,” bisiknya pada diri sendiri. Lily bangkit dari kursinya. Namun, tepat saat ia hendak melangkah sebuah suara juga memanggilnya.“Lily!” Suara Yaya terdengar jelas.Sontak, Lily berbalik dan melihat Yaya berdiri tak jauh dari belakangnya.Sesaat, pandangan keduanya beradu dalam kejauhan.
Read more

Bab 147 - Pak Aksa adalah Mantan Suami Saya

Keesokan harinya. Ocha baru saja tiba di kantor diantar oleh Yaya. Tadinya, ia mau naik ojol saja seperti biasa, tetapi adiknya itu ngotot untuk mengantar dengan alasan hari ini ia masuk siang sehingga bisa mengantarnya. Ibu anak satu itu melangkah masuk ke gedung kantor dengan senyum di wajahnya, sekadar untuk bersikap ramah pada karyawan lain yang ditemuinya. Maksudnya biar tidak dikira sombong. Ocha tidak menyadari bahwa setiap mata yang memandang dari lantai dasar, lift, hingga ke departemen pemasaran--tempatnya bekerja tertuju padanya dengan penuh rasa ingin tahu. Saat dia duduk di meja kerjanya dan mulai membuka laptop, dia baru mulai merasa ada yang aneh dengan suasana kantor. Terlebih tak sengaja, melihat rekan satu departemennya saling berbisik sambil melihat ke arahnya. Walau tak mendengar mereka sedang membisikkan apa? Akan tetapi, Ocha sedikit tersinggung dengan hal itu. Bukankah sangat tidak sopan berbicara sambil melihat pada orang lain? Tak mau mati penasara
Read more

Bab 148 - Aku Takut, Mas!

“Gimana maksudnya? Kamu yang salah ngomong atau kuping saya yang rusak?” Bu Rina menggaruk pelipisnya yang tak gatal. “Setahu saya, Pak Aksa memang sebelumnya memiliki istri seorang desainer. Tapi, beberapa bulan lalu berpisah karena orang ketiga. Tapi kamu bilang Pak Aksa mantan suami kamu? Maksudnya Pak Aksa punya 2 istri atau gimana? Tapi, kok gak pernah ada kabar kalau Pak Aksa nikah lagi.” Ocha tersenyum tipis, lalu mengangguk. “Iya, Bu. Jujur ... saya sebenarnya istri kedua waktu itu. Saya lebih dulu pisah dengan Pak Aksa daripada istri pertamanya, dan pernikahan kami memang diadakan tertutup dan gak ada pesta. Soal kenapa mengapa? Panjang kalau diceritakan.” “Tapi, beberapa waktu belakangan ini, kami ... maksudnya saya dan Pak Aksa memutuskan untuk rujuk dan akan menikah dalam waktu dekat.” Bu Rina masih melongo, mulutnya sedikit terbuka dengan isi kepala yang sibuk mencerna pengakuan Ocha. Dia mencondongkan badan ke arah bawahannya itu dan bertanya, “Kesimpulannya, ka
Read more

Bab 149 - Lu Mabuk Lagi?

Aksa terdengar menghela napas pelan dari seberang. Dia sangat mengerti hal yang membuat calon istrinya itu cemas. “Aku sangat mengerti perasaan kamu, Cha. Masa lalu kita memang bisa dibilang rumit. Tapi, kita tidak bisa terus-menerus hidup dalam bayang-bayang itu, Sayang.” Aksa berusaha menenangkan Ocha. “Bagaimana kalau nanti orang-orang sudah tau tentang kita dan malah menghakimi kita?” tanya Ocha lagi. Nada suaranya, jelas terdengar panik. Sekali lagi, Aksa menarik napasnya dalam-dalam. “Ocha ... masa lalu adalah milik kita. Aku, kamu sudah berjuang untuk sampai di titik ini. Kita juga berhak mendapat kebahagiaan tanpa merasa takut akan penilaian orang lain tentang kita.” Ocha terdiam sejenak. “Iya, aku tau, Mas. Tapi rasanya kayak sulit untuk mengabaikan semua itu,” kata Ocha kemudian. “Kita akan menghadapinya bersama-sama. Kita gak perlu menjelaskan apa pun kepada siapa pun karena gak sem
Read more

Bab 150 - Ayang Marah-Marah

Nathan berusaha memegang tangan Lala untuk meminta maaf, tetapi gadis itu mundur dan menghindar. “Gue, cuma ... pusing, La. Bukan mabuk.” Nathan masih mencoba mengelak. “Omong kosong! Lu udah janji ke gue kalau gak akan mabuk-mabukan lagi! Tapi, lihat diri lu sekarang, Nathan! Beberapa waktu lalu, lu juga balapan liar, kan? Padahal lu juga udah janji ke gue kalau gak akan ngelakuin itu. Gue gak akan pernah ngelarang lu balapan kalau emang itu hobi dan bikin lu senang, tapi balapannya di sirkuit, Nathan!”“Gue benar-benar kecewa sama lu! Lu ternyata gak bisa berubah!” tegas Lala.“La, gue ngelakuin ini karena pusing ada masalah keluarga,” ungkap Nathan, masih terus berupaya mencari pembenaran untuk dirinya sendiri.“Lu pikir masalah bisa selesai dengan mabuk-mabukan seperti itu?!”Nathan tak terima. Dia tetap berusaha membela diri. “Gue sudah bilang gak mabuk, La. Gue cuma pusing!”“Terserah, gue capek sama lu!” umpat L
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
24
DMCA.com Protection Status