Home / Romansa / Dinginnya Hati, Hangatnya Cinta / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Dinginnya Hati, Hangatnya Cinta : Chapter 1 - Chapter 10

39 Chapters

BAB 1 Sudah Sadar

Di sebuah rumah sakit di kota Berlin, seorang pria berusia empat puluh tahun, yang merupakan pemimpin dari keluarga Yuan, sebuah keluarga berpengaruh di kota itu, terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Dia adalah Roman Yuan, figur utama dalam keluarga Yuan saat ini. Meskipun sudah dirawat selama beberapa hari, Roman masih belum pulih dan tetap tidak sadar. Di dalam ruangan itu, banyak orang berdiri dengan wajah sedih, memandang Roman dari kejauhan. Seorang gadis cantik berusia dua puluhan tahun duduk di sampingnya, terlihat khawatir. Kekhawatiran itu dirasakan oleh semua orang yang hadir, tidak dapat disembunyikan lagi. Dengan hati yang penuh kekhawatiran, gadis itu berbisik dalam hatinya, "Ayah, tolong bangunlah. Aku tidak tahan melihatmu seperti ini terus-menerus. Aku berharap kamu segera sembuh," ucapnya sambil menggenggam erat tangan ayahnya. Sejak hari pertama di rumah sakit, gadis itu tidak pernah meninggalkan kursinya, selalu berada di samping ayahnya seolah
Read more

BAB 2 Racun?

Pukul sepuluh malam, ketika ruangan telah sepi dan hanya menyisakan Stella dan ayahnya, suasana menjadi semakin hening.Dengan cemas, Stella bertanya padanya, "Ayah, apakah kamu benar-benar sudah lebih baik sekarang?"Roman memandang wajah putrinya dengan senyuman penuh makna. "Kenapa kamu begitu khawatir pada ayah? Apakah kamu benar-benar takut kehilangan ayah?"Stella mengangguk, menunjukkan betapa besar kekhawatirannya."Dalam hidup ini, hanya ayah yang aku miliki. Tentu saja, aku tidak ingin kehilanganmu," ucap Stella dengan ekspresi sedih yang terpancar jelas dari wajahnya. Roman meraih tangan putrinya dengan penuh kasih sayang. Meskipun terlihat sedih, Roman mencoba menghilangkan kesedihan dengan menghela nafas. "Dunia ini penuh dengan misteri, Nak. Takdir seseorang tidak bisa diprediksi atau dikendalikan, termasuk takdir ayah," ujar Roman dengan serius. Stella menatapnya dengan kening berkerut, bertanya-tanya tentang maksud dari perkataan ayahnya. Roman menghela nafas pan
Read more

BAB 3 Permintaan Ayah

Dokter mengangguk serius, "Maafkan saya karena tidak menyadari hal ini sejak awal. Memang sulit membedakan gejala penyakit liver dan racun ini." Wajah Stella langsung memucat saat mendengar bahwa ayahnya terkena racun, sebuah fakta yang sangat berbeda dari apa yang pernah dia bayangkan sebelumnya. "Bukankah hasil tes sebelumnya menunjukkan penyakit liver? Kenapa sekarang menjadi terkena racun?" Stella bertanya dengan kebingungan. "Aku bisa menuntut kalian jika kalian bekerja seperti ini," tambahnya dengan nada bicara penuh emosi. Dokter mencoba menenangkan Stella, “Maaf, Nona. Tolong tenangkan diri Anda terlebih dahulu. Saya akan memberikan penjelasan.” Stella masih bingung dan emosional, namun ia berusaha menenangkan dirinya. Nafasnya naik turun dengan cepat, menunjukkan amarah yang membara. Setelah cukup tenang, Stella berkata, "Cepat katakan. Jika penjelasanmu tidak masuk akal, aku tidak ragu untuk melaporkan rumah sakit ini." Dokter mengangguk cepat, "Baik, saya akan menjel
Read more

BAB 4 Antara Permintaan Terakhir Dan Cita-cita

“Ya, itu yang ayah inginkan. Jika kamu berkenan, anggap saja ini sebagai permintaan terakhir ayah,” kata Roman dengan tulus. Stella memandang ayahnya dalam diam, mencoba memahami maksud di balik permintaan tersebut. Entah apa yang ada di dalam pikiran gadis itu. Dia tentu dalam keadaan bingung saat ini. Setelah berpikir sejenak, Stella segera berkata, “Ayah, kenapa tiba-tiba kamu menanyakan hal ini? Ayah tahu aku tidak punya pacar, kan? Lagipula, aku masih muda. Masih ingin menghabiskan masa muda bersama ayah.” Roman tersenyum dan menatap putrinya dengan tulus. “Jika ayah masih berumur panjang, meski kamu ingin menikah di usia tiga puluhan, juga tidak masalah. Sayangnya, masa hidup ayah hampir habis. Ayah khawatir tidak bisa melihatmu menikah, dan tidak tahu apakah suamimu bisa menggantikan ayah untuk menjagamu,” kata Roman menjelaskan. Roman diam sejenak dan melanjutkan, “Karena ayah tahu kalau kamu jauh dari saudara-saudaramu. Jadi menurutku, hanya calon suamimu yang akan m
Read more

BAB 5 Tidak Perlu Khawatir

Setelah dirawat di rumah sakit, Roman menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada Jiwan, mengambil alih semua aktivitas Grup Yuan. Jiwan melambaikan tangannya seraya berkata, “Kau tenang saja, masih seperti ini jangan terlalu memikirkan pekerjaan. Semuanya berjalan dengan lancar.” Jiwan tersenyum sambil menepuk punggung Roman. Roman pun tersenyum, meski terlihat kecut. "Apa kata dokter mengenai penyakitmu? Dan apa tindakan selanjutnya?" Saat ini Roman hanya termenung. Dia memandang mereka berdua untuk sesaat, kemudian berkata, "Saat ini hanya perlu menjalani. Mereka terus mengikuti perkembanganku. Jika lebih baik, maka bisa pulang dengan cepat." Jiwan memandangnya, memberi semangat kepadanya. Mereka berbicara sejenak sebelum memutuskan untuk pulang. Saat membuka pintu, mereka papasan dengan Stella. Ketiganya berbicara sebentar sebelum mereka pergi, dan Stella menutup pintu ruangan kembali, lalu berjalan menuju ayahnya. "Ayah belum tidur?" tanya Stella mendekat. Roman meng
Read more

BAB 6 Menjodohkan Kalian

Di hari berikutnya, saat siang tiba, Stella dengan penuh kasih menyuapi ayahnya dengan makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Roman terlihat makan dengan lahap, seolah-olah tidak merasakan rasa sakit sedikit pun. Meskipun terus dipantau secara intensif oleh dokter dan perawat, keberadaannya di kelas VIP memberinya perlakuan istimewa. Stella meletakkan mangkuk itu setelah ayahnya selesai makan, lalu membawakan air minum untuknya. Roman minum dengan perlahan, dan kemudian memberikan gelas itu kembali pada putrinya. "Stella, apakah kamu tidak keberatan untuk menikah dalam waktu dekat dan menjalani kehidupan berumah tangga?" tanya Roman sambil menatapnya. Stella duduk di tepi ranjang, memikirkan pertanyaan itu dengan bingung. Jika dia berbicara jujur, dan jika ayahnya masih memiliki waktu yang panjang, tentu saja dia akan sangat keberatan dengan permintaan itu. Baginya, hidupnya saat ini penuh damai dan kebahagiaan, mengapa dia harus menikah dan menjadi istri orang? "Ini
Read more

BAB 7 Demi Ayah

Saat itu juga, Roman memanggilnya, "Stella, kemarilah." Stella menoleh ke arah ayahnya. Dia sebenarnya ingin menunggu jawaban dari Dani, namun pria itu hanya tersenyum seolah tidak ingin memberikan jawaban untuknya. Stella pun menatap Dani, memutar bola matanya dengan malas, lalu berjalan ke arah ayahnya. "Apa ada yang bisa saya bantu, Ayah?" "Stella, kenapa kamu buru-buru pergi? Kenalanlah dengan Aksa," kata Roman. Stella mendesah, "Untuk apa, Ayah? Jangan memaksa aku untuk melakukan hal-hal yang tidak terlalu penting." Stella berputar dan hendak berjalan pergi lagi, namun Roman memanggilnya lagi, membuatnya berhenti dan membalikkan tubuhnya memandang ayahnya. "Stella, bukankah Ayah baru saja menyuruhmu bersikap baik tadi malam? Mengapa kamu ingin mencari musuh sekarang?" tanya Roman. Stella mengerutkan keningnya, "Ayah, aku hanya tidak ingin mengenalnya. Kami tidak saling mengenal, bagaimana mungkin menjadi musuh?" Roman menatap Stella dalam diam. Namun Stella t
Read more

BAB 8 Pernikahan Stella Dan Aksa

Beberapa hari kemudian, rumah besar Roman dipenuhi oleh beberapa orang yang sibuk menyiapkan acara pernikahan Stella. Mereka adalah tenaga profesional yang ditunjuk untuk menangani dekorasi dan berbagai keperluan lainnya untuk acara itu.Di dalam kamar Stella, gadis itu duduk di tepi tempat tidur sambil merenung. Wajahnya tampak sedih dan seperti tidak rela. Sementara itu, Livy berjalan dari jendela ke arah Stella, lalu duduk di sampingnya."Banyak pria yang mendekatimu dengan status sosial yang berbeda-beda. Mereka tampan dan kaya, tapi kamu menolaknya. Namun, bagaimana mungkin ayahmu mencarikan suami untukmu seorang mandor?" tanya Livy.Stella memang memiliki standar yang tinggi. Tapi mengapa ayahnya justru mencarikan calon suami yang statusnya lebih rendah dari dirinya?Stella menggelengkan kepalanya, "Aku juga tidak tahu kenapa aku dijodohkan dengannya. Padahal di luar sana masih banyak lagi pria tampan dan kaya raya. Tapi
Read more

BAB 9 Kematian Di Hari Pernikahan

Waktu berlalu sangat lambat, orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan Roman masih menunggu di sana. Stella sangat lelah karena menangis, hingga akhirnya tertidur. Salah satu pria di sana memutuskan untuk mengambil tindakan. "Bawa istrimu pulang. Biar kami yang menunggu Tuan Roman di sini. Nona Stella terlihat sangat lelah," ujarnya dengan lembut kepada Aksa. Aksa memandang Stella yang sedang tertidur dan mengangguk setuju. Dia hendak menggendong Stella untuk membawanya pulang, namun mata Stella langsung terbuka dan menatap tajam ke arah Aksa. "Apa yang akan kamu lakukan? Jangan manfaatkan kesempatan ini untuk menyentuhku," kata Stella dengan nada kasar, membuat Aksa terdiam. Pria yang meminta Aksa mengantar Stella pulang segera bersuara, mencoba menenangkan situasi. "Nona Stella, sepertinya kamu lelah sekali. Pulanglah dan istirahatlah. Biarkan kami
Read more

BAB 10 Ayah Menipuku!

Keesokan harinya, rumah Roman yang kemarin pagi dipenuhi banyak orang, kini semakin ramai oleh kehadiran orang-orang penting di kota Berlin. Namun kali ini, mereka datang bukan untuk mengucapkan selamat kepada Stella dan Aksa, melainkan untuk menghadiri upacara duka atas meninggalnya Roman Yuan. Stella berdiri di dekat peti mati ayahnya, air mata mengalir deras di wajahnya. Suara pelan dari tamu yang berbicara terdengar seperti gumaman jauh di telinganya, semua terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Dia berlutut di samping peti mati ayahnya, memegang erat pinggirannya. "Ayah, jangan tinggalkan aku. Aku tak mau hidup sendiri," bisiknya dengan suara bergetar. "Aku tidak tahu dengan siapa aku akan berada di dunia ini jika kamu pergi." Tangisannya pecah, menggema di ruangan yang penuh sesak. Air matanya mengalir tanpa henti. Setiap kenangan bersama ayahnya terlintas di benaknya, menambah beban berat yang ia rasakan.
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status