Semua Bab Dinginnya Hati, Hangatnya Cinta : Bab 11 - Bab 20

39 Bab

BAB 11 Mengerjainya

Di rumah Roman, tidak ada seorang pun di sana setelah semua tamu yang melayat sudah pulang dan menjalankan aktivitas masing-masing. Suasana yang semula ramai dan penuh dengan kehadiran banyak orang, tiba-tiba berubah menjadi sunyi. Sebuah mobil Mercedes Benz A-Class melaju masuk dan berhenti di depan rumah. Pintu belakang terbuka, lalu Stella dan Livy turun dari mobil itu dan berjalan menuju rumah. "Halaman rumah yang kemarin dan tadi masih sangat ramai, dalam sekejap menjadi sepi," kata Stella sambil memandang sekeliling halaman yang kosong, hanya dihiasi oleh dekorasi pernikahan, meja, dan bunga yang masih tersisa. Livy mengangguk, memahami perasaan Stella, lalu mereka berdua memasuki rumah itu. "Livy, bisakah kamu tinggal di sini bersamaku, menemaniku? Rumah sebesar ini, tidak mungkin aku di sini sendirian," kata Stella, memandang Livy dengan wajah penuh harap.
Baca selengkapnya

BAB 12 Harus Sabar Menghadapinya

Tak lama kemudian, Aksa datang membawa nampan yang berisi dua piring, disusul bibi yang sedang bertugas di dapur membawakan dua gelas jus jeruk di atas nampan juga. Mereka menyajikan makanan dan minuman dengan sangat hati-hati, seolah-olah sedang berada di restoran mewah. Namun, alis Stella berkerut saat melihat pemandangan ini. "Aksa, apa aku bilang padamu untuk meminta bantuan bibi?" Stella bertanya dengan cemberut, menunjukkan ketidakpuasannya. Aksa hendak menjawab, namun bibi yang mengantarkan jus itu dengan cepat berkata, “Ini inisiatif saya sendiri, Nona. Tuan Aksa ingin melakukannya sendiri, tetapi Bibi kasihan padanya. Jadi saya membantunya.” Tatapan Stella tertuju pada bibi itu, dan dengan nada tidak senang, dia berkata, "Lain kali, kalau aku hanya menyuruh Aksa, maka yang lain jangan membantunya. Bibi, sampaikan hal ini pada pelayan yang lain agar mereka mengerti." Stella mengatakan ini dengan ekspresi wajah teg
Baca selengkapnya

BAB 13 Dasar Pria Mesum!

"Nak, dunia ini adalah tempat yang kompetitif. Jika kamu berada di bawah, kamu akan terinjak. Namun jika kamu berada di atas, maka kamu akan dirobohkan." “Hukum dan aturan di dunia ini, siapapun yang pintar dan kuat, dialah pemimpinnya. Jadi jika hidupmu ingin stabil dan mendominasi, jadilah pintar dan kuat.” Kata-kata Roman menggantung di udara, memberi kesan mendalam tentang kenyataan hidup yang keras. Dia melanjutkan dengan nada yang lebih tenang, "Sedangkan yang bisa kita lakukan hanyalah menjadikan diri kita terbiasa dengan posisi yang kita miliki." Stella menatap ayahnya dengan mata penuh pertanyaan, bibirnya bergetar saat mencoba memahami kenyataan pahit ini. Kemudian, dengan hati-hati, dia menyentuh tangan kekar yang sedang membelai pipinya, mencari kepastian dalam sentuhan yang familiar. “Tapi apakah Ayah tahu siapa yang meracunimu?” Roman menggelengkan kepalanya perlahan, sebuah kegetiran terpancar dar
Baca selengkapnya

BAB 14 Merebut Kekayaan

Setelah makan malam, Aksa berdiri dan berjalan pergi meninggalkan Stella sendirian di ruang makan. Stella yang melihat hal itu segera menghabiskan sisa susunya dengan cepat dan berdiri untuk mengejarnya. "Aksa, tunggu sebentar," panggil Stella sambil berlari menuju ruang tamu. Aksa berbalik dan menatap Stella. Dia memasukkan tangannya ke dalam saku, menatapnya dalam diam. “Aku ingin bicara denganmu, ikut aku,” kata Stella sambil berjalan ke luar. Aksa tak punya pilihan selain mengikutinya. Mereka berjalan keluar rumah menuju halaman depan, di mana Stella duduk di kursi taman. Aksa duduk di seberangnya. "Kamu mengajakku ke sini hanya untuk berbicara? Apakah ada hal penting?" tanya Aksa sambil melihat sekeliling. Tidak ada seorang pun di taman kecuali mereka berdua. "Ada sesuatu yang penting atau tidak, apa urusanmu? Kalau kamu bisa ngobrol denganku
Baca selengkapnya

BAB 15 Membuat Kesepakatan

Malam itu, kesepakatan dan peraturan dibuat di ruang tamu oleh Stella. Beberapa lembar kertas disiapkan, masing-masing berisi peraturan yang menjadi dasar kesepakatan mereka. Stella dengan hati-hati menuliskan setiap bab, memastikan tidak ada yang terlewat. Ruang tamu sunyi, yang terdengar hanyalah suara pena yang menggores kertas. Aksa duduk di seberang meja sambil menatap serius kertas yang mulai terisi. "Pasal tujuh," Stella membacakan dengan lantang, "Aksa harus tidur di lantai seumur hidupnya, sedangkan Stella tidur di kasur seumur hidupnya." Aksa menghela nafas panjang, namun tidak membantah. Stella terus menulis, dan suasana kembali hening. Lampu ruang tamu yang terang memberikan bayangan lembut di kertas, seolah menyaksikan momen bersejarah itu. Setelah semuanya selesai, keduanya pun menandatangani kertas itu. Semua ini adalah ide Stella. Aksa hanya mengikuti
Baca selengkapnya

BAB 16 Pasti Ada Bukti Lain

Di salah satu kantor Grup Yuan, bangunan itu menjulang megah, mencerminkan kekuatan dan kesuksesan perusahaan. Di belakang area itu terdapat berbagai macam alat berat yang tertata rapi, siap digunakan untuk proyek konstruksi besar yang sedang dikerjakan perusahaan. Suasana di sekitar kantor yang penuh aktivitas, suara mesin dan alat berat yang beroperasi menggambarkan aktivitas yang sibuk dan dinamis. Roman Yuan dan karyawannya menjalankan operasi kantor pusat dari sini, mengendalikan dan mengawasi setiap aspek proyek konstruksi yang sedang berlangsung. Grup Yuan terkenal di industri konstruksi karena kemampuannya menyediakan segala yang diperlukan, mulai dari alat berat hingga bahan konstruksi berkualitas tinggi. Dengan pengalaman dan keahlian mereka, Grup Yuan telah menjadi salah satu pemain utama dalam industri konstruksi di kota ini. Sebuah BMW X7 berhenti dengan mantap di area parkir. Aksa duduk diam di
Baca selengkapnya

BAB 17 Menjadi Idaman Semua Pria

Mobil pun tiba di rumah Stella. Aksa bergegas membukakan pintu untuknya, dan Stella langsung keluar. Dengan langkah gontai, ia turun sambil menangis, air matanya mengalir deras di pipinya. Aksa memandangnya dengan bingung dan cemas."Kenapa dia menangis?" tanya Aksa pada dirinya sendiri, menatap punggung Stella yang menjauh.Aksa tidak bisa menahan diri. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, ia memutuskan untuk mengejarnya. Ia melangkah masuk ke dalam rumah, menyusul Stella yang berjalan menuju kamarnya, terisak-isak.Di dalam kamar, Stella menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal yang empuk dan menangis di dalamnya, suaranya teredam oleh kain lembut.Aksa membuka pintu dengan perlahan, berjalan hati-hati agar tidak mengejutkannya. Tangisan Stella kali ini tidak biasa. Seorang yang biasanya bahagia dan dingin, tidak mungkin menangis tanpa alasan yang kuat."Stella, ada apa
Baca selengkapnya

BAB 18 Merebut Posisi

Yuda berkata lagi, "Lagipula Nona Stella memiliki paras yang cantik. Tubuhnya juga sempurna. Dia seperti bidadari dari surga. Ditambah lagi latar belakangnya. Siapa yang tidak tertarik menjadi pacarnya?" "Namun, dia sangat cuek pada pria yang tidak dia kenal. Dia menolak semua pria yang pernah mendekatinya." Yuda terlihat antusias saat mengatakan hal ini. Ia lalu melanjutkan, "Dan tahukah Anda siapa mereka? Setidaknya, mereka adalah anak-anak orang kaya. Tapi Nona Stella tidak peduli. Selama dia tidak mau, dia langsung menolak." Yuda menepuk pundak Aksa dengan gembira. "Tapi ternyata, gadis cantik idaman semua orang itu jatuh ke tangan saudaraku sendiri. Saat aku mendengar kabar pernikahan kalian, aku sangat bahagia. Aku sangat ingin datang, tapi aku tidak diundang olehmu, jadi aku tidak berani datang." Aksa menghabiskan dimsumnya dan meletakkan mangkuknya ke atas gerobak. "Aku tidak mengundang siapa-siapa. Semua acaranya diatur ole
Baca selengkapnya

BAB 19 Memahami Stella

Jiwan tersenyum sinis, lalu menunjukkan semua bukti kerjasamanya dengan Roman. Semakin semuanya diperlihatkan, Stella semakin terkejut. Ternyata Jiwan adalah orang kepercayaan Roman. Tapi bagaimana ini mungkin? Stella ingin menyangkalnya, tapi tidak bisa karena semua bukti sudah jelas di depan matanya. “Semua ini adalah bukti kerjaku. Bahkan ayahmu percaya padaku. Lalu kenapa aku harus membuatmu percaya padaku agar aku bisa menempati posisi ini?" tanya Jiwan merendahkan. Selama ini Stella tidak pernah menaruh harapan sedikit pun pada pamannya, karena kejadian saat itu telah membuatnya trauma. Namun, siapa sangka ayahnya akan dengan mudah memberinya kepercayaan itu? Jiwan berkata, “Sudah kubilang, Stella. Semua aset keluarga Yuan telah menjadi milikku. Kepada siapa pun aku ingin membaginya, itu adalah hakku. Dan satu-satunya aset yang ditinggalkan ayahmu hanyalah rumah yang kamu tinggali.” Plakk!
Baca selengkapnya

BAB 20 Tamu Tak Di Undang

Livy menghela nafas melihat keputusasaan di mata Aksa. "Aksa, aku tahu kamu sudah berusaha keras. Tapi mungkin Stella butuh lebih dari sekedar menuruti permintaannya. Dia butuh kamu, kehadiranmu yang tulus, bukan sekedar taat pada aturan." Aksa tersenyum sinis, tatapannya datar menembus udara di hadapannya. "Dalam memperlakukan seseorang, aku tidak pernah berpura-pura. Aku hanya melakukan apa yang orang itu lakukan padaku. Mengenai Stella, itu pengecualian. Dia tidak melakukan apa pun untukku, tapi aku tetap melakukannya dengan tulus karena ayahnya," kata Aksa tegas . Ia membuang muka dan melanjutkan, "Aku sudah berusaha keras untuk membuatnya bahagia. Itu janjiku padanya, juga pada ayahnya. Namun semua itu nampaknya sia-sia bagi orang yang tidak melihat ketulusanmu." "Lalu apa lagi yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa terus-terusan memprioritaskan dia dalam hidupku. Karena ada sesuatu yang juga perlu aku urus untuk saat ini."
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status