Home / Pernikahan / Teman tapi Menikah / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Teman tapi Menikah: Chapter 1 - Chapter 10

95 Chapters

1. Dia Cintara Naladhipa

Menjadi seorang perempuan dengan karir cemerlang di dunia penerbangan, cantik, tinggi, pintar, dan menawan, nyatanya hal itu justru membuat Dia Cintara Naladhipa lemah dalam soal percintaan. Di usianya yang kini sudah menginjak hampir kepala tiga, Ratu Elizabeth alias Mama Elisa sedang gencar-gencarnya mencarikan jodoh untuk putri semata wayangnya.Perempuan itu menundukkan wajah. Pandangannya fokus pada secangkir kopi yang ada di tangannya, sementara tangannya memegang ponsel di telinganya."Selamat ulang tahun, Ratunya Cintara! Semoga panjang umur, hidup selama-lamanya ya, Ma. Cintara nggak mau hidup sendirian pokoknya. Tolong doakan yang baik-baik juga untuk Anaknya Mama yang cantik ini, ya!”Mengingat bahwa hari ulang tahun sang ibu bertabrakan dengan jadwal bertugasnya, Cintara terpaksa menunda perayaan ulang tahun Mama Elisa. “Mama mau kado apa dari aku?” tanyanya lagi sembari menyesap kopinya dengan pelan."Makasih anak Mama yang begundal dan nakal. Tahun ini, Mama mintanya dik
last updateLast Updated : 2024-04-27
Read more

2. El Dante Arya Prabakesa

Suasana gedung bertingkat Facade Architect yang ada di bilangan Jakarta siang itu terlihat tampak sibuk. Meskipun sudah ada puluhan staf yang bekerja di kantor tersebut, rupanya gedung yang memiliki konsep ‘feel like home’ itu terasa begitu nyaman.Dengan langkah lunglai Cintara berjalan melewati pintu lobi lalu bergerak menuju ke lantai tujuh, tempat di mana ruangan Dante berada.“Clara, Dante ada?” tanya Cintara saat tiba di lantai tujuh.“Mbak Cintara? Ada, Mbak. Mau saya antar?”Cintara menggeleng. “Nggak usah, Cla. Saya langsung ke sana saja, ya.”Clara mengangguk lalu Cintara melangkah menuju ruangan Dante. Perempuan itu sempat menarik napas panjang, sebelum akhirnya tangan terangkat untuk mengetuk pintu ruangan Dante.Lalu, “Clara, bisa kamu kirimkan lapor—” Bibir Dante seketika terkatup rapat. “Ta?”Cintara meringis kecil. “Sibuk?”Dante kemudian menggeleng. “Ada apa? Kok nggak bilang dulu kalau mau ke sini?” Pria itu kemudian melangkah menuju meja kerjanya, fokusnya tertuju p
last updateLast Updated : 2024-04-27
Read more

3. Ingin Tenggelam Saja

“Sumpah ya, Ta! Lo pasti udah gila sekarang!”Cintara menjeduk-jedukkan kepalanya di atas meja bar. Rasanya ia sudah ingin tenggelam saja sekarang. Siang itu Despresso Coffee memang tampak lengang. Hanya ada beberapa bangku yang terisi, dan Cintara memilih untuk duduk di depan bar stool. Aktivitas barista di depan mesin kopinya selalu berhasil menarik perhatian perempuan itu.“Mau ditaruh mana muka lo sekarang, Cintara! Sumpah, ya! Lo nggak ngotak apa gimana?”“Kenapa sih, Ta?” Suara Caraka membuat Cintara yang kesal dengan dirinya sendiri sontak mengangkat kepalanya. Wajahnya manyun dengan rambutnya yang kini berantakan, menatap Caraka yang baru saja mengangsurkan secangkir kopi kepadanya.“Gue kayaknya udah gila deh, Car?”“Maksud lo?”“Lo punya kenalan dokter bedah nggak, Car? Gue pengen operasi plastik habis ini!”Caraka yang tidak mengerti maksud dari perkataan Cintara hanya bisa mengerutkan keningnya.“Ngg. Gue nggak tahu, Ta. Emang kenapa mau operasi plastik segala?”Cintara me
last updateLast Updated : 2024-04-27
Read more

4. Kecanggungan Mereka

Cintara menggigit bibirnya bagian dalam sambil sesekali menoleh ke samping. Terkutuklah Kanaya yang punya segudang alasan untuk berkilah dan tidak mau mengantarnya pulang, padahal perempuan itu jelas-jelas berbohong."Pulang sama gue bisa kan, Ta? Kayak biasa lo sama siapa, sih?""Nggak gitu." Cintara menoleh ke arah Kanaya yang tampak tak acuh dengannya. "Gue—""Apaan sih, Ta? Bener tuh, kata Dante. Biasanya lo sama siapa? Gue mau kencan sama Caraka soalnya.”Dan lihatlah bagaimana liciknya Kanaya sekarang? Dalam hatinya ingin sekali ia mengumpat sejadi-jadinya. Jika seandainya tidak ada insiden lamaran tadi, barangkali Cintara akan dengan sukarela menerima tawaran itu. Tetapi situasinya kali ini sedikit berbeda.“Ta?”Cintara berjengit kaget, lalu menoleh dengan cepat. “Hm? Kenapa?”“Lagi mikirin apa, sih?” tanya Dante tanpa memalingkan wajahnya sama sekali dari depan.Keduanya sudah sedang dalam perjalanan menuju pulang.“Ngg… nggak ada, Te. Gue cuma… capek aja, sih.”Dante mengang
last updateLast Updated : 2024-04-27
Read more

5. Mama Elisa VS Cintara

CINTARA masih tergamam di halaman depan rumahnya saat mendadak kepalanya terasa pening. Setelah memastikan mobil Dante menghilang dari pandangannya, perempuan itu duduk berjongkok dengan kedua tangannya yang memegang kepalanya. “Wah, lo kayaknya udah benar-benar gila deh, Ta. Lo barusan ngajak main-main sahabat lo sendiri? Lo perlu dibawa ke rumah sakit jiwa kayaknya deh, Ta,” ujarnya pada dirinya sendiri.Cintara hanya bisa mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia bertindak sekonyol itu? Bahkan hanya dengan melihat bagaimana reaksi yang ditunjukkan Dante padanya tadi, ingin rasanya Cintara tenggelam detik itu juga.Perempuan itu menarik napas pendek lalu mengembuskannya perlahan. Ia kemudian bangkit lalu melangkah menuju teras rumahnya. Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam saat Cintara tiba di rumah. Tubuhnya terasa lelah luar biasa, padahal ia sangat yakin tidak melakukan aktivitas apapun seharian ini.Cintara menarik napas dalam-dalam, lalu mendorong pintu rumahnya. “Assala
last updateLast Updated : 2024-04-27
Read more

6. Berbincang dengan Mama

“Mandi terus istirahat ya, Ta.” Dante mengusap puncak kepala Cintara. “Gue balik dulu.”Setelah memastikan Cintara turun dari mobilnya, pria itu kemudian melajukan mobilnya meninggalkan komplek perumahan Cintara. Alih-alih langsung pulang, Dante menyempatkan diri untuk mampir ke rumah orang tuanya.“Mas? Lho, tumben mampir?" Kinnas yang baru saja melihat Dante muncul dari balik pintu rumahnya itu lantas berjalan menghampirinya."Mama kebiasaan deh, nggak pernah ngunci pintu!" gerutu Dante setelah mengecup pipi Kinnas.“Iya, ya? Mama lupa kayaknya, Mas. Tumben ke sini?”Dante berdecak pelan. “Kok dibilang tumben sih, Ma? Aku kan kangen sama Mama. Nggak boleh mampir, ya?" ujarnya beralasan.“Beneran kangen, kan? Atau… pasti ada maunya, nih?” Lalu Dante terkekeh. “Mau dibuatin teh hangat?”“Boleh, Ma.” Dante lantas berjalan mengekori Kinnas ke dapur, lalu menarik salah satu kursi bar stool yang ada di sana. “Rumah kok sepi banget, Ma? Zidny sama Papa ke mana?”“Kenapa? Kangen sama adik k
last updateLast Updated : 2024-05-08
Read more

7. Jemputan Dante

“WHAT! Lo gila, Nay?"Suara teriakan Cintara sontak membuat orang-orang di sekitar mereka lantas menoleh ke arah mereka. Dengan tatapan tajamnya, Cintara ingin sekali memaki Kanaya detik itu juga.Mereka baru saja landing di Jakarta usai melakukan penerbangan dari Bali. Keduanya memilih untuk menikmati kopi di kedai favorit seperti yang selalu dilakukan mereka sebelum bergegas untuk pulang.“Suara lo, Ta! Bisa-bisa kita diusir sama yang punya kafe tahu, nggak!”“Bodo amat! Lo gila, ya? Beneran lo obral gue?”Kanaya meringis tanpa rasa bersalah. “Lo bisa biasa nggak ekspresinya? Gue udah bilang sama lo waktu di Despresso Coffee tempo lalu, ya. Ya gue sebagai sahabat, pengennya bantu, Ta. Eh, betulan kecantol juga, dong.”Cintara meraup wajahnya dengan gusar, menatap heran pada Kanaya. “Terus? Gue mesti ngapain? Awas aja kalau sampai foto gue disalahgunakan sama orang, ya! Gue tuntut Diamond Group sampai bangkrut!”Kanaya mencebikkan bibir. Perempuan itu lantas menyodorkan ponselnya ke
last updateLast Updated : 2024-05-08
Read more

8. Kekesalan Cintara

“Ta, lo mandi apa pingsan, sih?”Suara Dante dari luar sana seketika membuat Cintara terlonjak kaget. Sudah hampir satu jam lamanya—padahal biasanya perempuan itu tidak pernah mandi selama itu, membuat Dante mendadak khawatir.Pria itu mengetuk pintu kamar mandi berulang kali. Lalu tak berselang lama, Cintara dengan rambutnya yang hampir kering keluar dari kamar mandi dengan tanpa sedikitpun rasa bersalah.“Apa sih, Te? Ganggu aja!” ujar Cintara dengan kedua tangannya yang menyisir rambutnya yang sudah kering.“Apa apa! Lo yang kenapa, Ta?”“Apa, sih? Emang gue kenapa?” tanya Cintara heran. Dante sudah lebih dulu menahan lengan Cintara hingga perempuan itu membalikkan badan dan kini keduanya saling berhadapan. “Nggak kayak biasanya lo mandi berjam-jam segala tahu, nggak. Lo sakit?” Tangan Dante terulur, punggung tangannya menyentuh kening Cintara. Namun perempuan itu justru menghindar."Apaan sih, Te? Nggak usah lebay, deh. Perasaan gue mandi cuma setengah jam doang deh!”“Setengah j
last updateLast Updated : 2024-05-08
Read more

9. Keributan Pagi Hari

“CINTARAAAAAAAA, YA ALLAH, NAK! Kamu ini anak perawan jam segini belum bangun! Nggak malu sama ayam tetangga apa? Bangun, Ta! Itu ada Kanaya di depan rumah!”Mendengar suara teriakan Mama Elisa, Cintara kemudian meraih selimut untuk menutup seluruh tubuhnya lalu meraih bantal untuk menutup telinganya.“Ya Allah, Ta. Kalau kamu lagi nugas biasanya rajin banget. Kalau lagi libur gini kenapa malas banget, sih? Sebenarnya kamu kesurupan dari jin mana?” Mama Elisa lantas menarik selimut yang menutupi tubuh Cintara, membuat perempuan itu seketika melotot. “ASTAGA MAMAAAA! Mama lagi di kamarnya Cintara bukan lagi di hutan! Nggak bisa apa banguninnya kaleman dikit? Misal banguninnya pakai hati gitu, jangan pakai toa!” sembur Cintara kesal.“Kata siapa bukan hutan? Mana ada kamar kayak kapal pecah gini?! Astaga! Ini kenapa bisa kaos kaki kelempar sampai ke kolong, sih?” Mama Elisa mendengus pelan sembari meraih sepatu, kaos kaki, dan jaket milik Cintara yang berceceran di lantai. “Buruan bang
last updateLast Updated : 2024-05-08
Read more

10. Kencan Buta

“Lo yakin ini acara kencan buta aman-aman aja kan, Nay? Awas aja kalau sampai aneh-aneh, ya!”“Aman kok, Ta. Gue udah kontak pihak Hellove juga tadi. Kalau nih, misal lo-nya kenapa-napa, pihak Hellove bakalan tanggung jawab sepenuhnya. Jadi lo nggak usah khawatir, okay?” Kanaya menoleh ke samping. “Kenapa? Lo gugup?”“Nggak bisa dibilang gugup, sih.” Cintara mendesah pelan lalu menurunkan kaca di depannya, memastikan penampilannya sudah sempurna. “Cuma ya… gue agak khawatir aja. Ini pengalaman pertama gue.”Mobil yang dikendarai mereka akhirnya tiba di salah satu restoran tempat Cintara dan Romeo melakukan janji. Perempuan itu menarik napas lalu menoleh ke arah Kanaya.“Gue turun, ya?”“Kasih tahu gue kalau lo udah kelar, gue tunggu di mobil, kok.”“Nggak usah kali, Nay. Lo balik aja. Katanya bokap lo lagi sakit, kan? Nggak mungkin juga lo malah keluyuran gini.”“Lo yakin?”Cintara mengangguk. “Iya! Bawel, deh! Pulang, gih!” Perempuan itu kemudian melepaskan seat belt yang melingkar d
last updateLast Updated : 2024-05-08
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status