Beranda / Pernikahan / Teman tapi Menikah / 5. Mama Elisa VS Cintara

Share

5. Mama Elisa VS Cintara

Penulis: IKYURA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-27 11:10:49

CINTARA masih tergamam di halaman depan rumahnya saat mendadak kepalanya terasa pening. Setelah memastikan mobil Dante menghilang dari pandangannya, perempuan itu duduk berjongkok dengan kedua tangannya yang memegang kepalanya. 

“Wah, lo kayaknya udah benar-benar gila deh, Ta. Lo barusan ngajak main-main sahabat lo sendiri? Lo perlu dibawa ke rumah sakit jiwa kayaknya deh, Ta,” ujarnya pada dirinya sendiri.

Cintara hanya bisa mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia bertindak sekonyol itu? Bahkan hanya dengan melihat bagaimana reaksi yang ditunjukkan Dante padanya tadi, ingin rasanya Cintara tenggelam detik itu juga.

Perempuan itu menarik napas pendek lalu mengembuskannya perlahan. Ia kemudian bangkit lalu melangkah menuju teras rumahnya. Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam saat Cintara tiba di rumah. Tubuhnya terasa lelah luar biasa, padahal ia sangat yakin tidak melakukan aktivitas apapun seharian ini.

Cintara menarik napas dalam-dalam, lalu mendorong pintu rumahnya. “Assalamualaikum, Mama.”

Mama Elisa yang tengah sibuk di dapur lantas menoleh cepat. “Tumben anak Mama ngucapin salam?” sindir sang ibu, yang langsung dibalas pelototan tajam dari Cintara. "Waalaikumsalam, Anak Mama Yang Paling Cantik di sini.”

“Ck! Maksa banget sih, Ma. Masa cuma cantiknya di sini doang?” sahut Cintara kesal.

Mama Elisa meninggalkan dapur lalu melangkah mendekati putrinya yang sudah melemparkan punggungnya di sofa dengan matanya yang memejam. 

“Kok lesu? Habis diapain sama Dante?” tanya Mama Elisa penasaran.

Cintara membuka matanya lalu menoleh dengan cepat. “ Mama kok tahu kalau aku sama Dante?”

Mama Elisa menghela napas panjang lalu mendecak. “Kamu nggak tahu, kan kalau selama Mama kamu tinggal kerja, Mama belajar ilmu dukun?”

“Mama!” sergah Cintara. “Tapi bukan dukun beranak, kan?”

“Dukun santet!”

“Sumpah, nggak lucu ya, Ma!” sungut Cintara dengan wajah cemberutnya. “Aku serius, Ma. Mama tahu dari mana aku dianterin sama Dante?”

“Mama itu gini-gini pendengarannya masih bagus, Cintara. Suara mobilnya aja kedengaran sampe sini, Ta. Gimana Mama nggak tahu, coba?"

"Oh.” Cintara manggut-manggut. “Mama nggak pakai ngintip-ngintip segala tapi, kan?”

“Apanya yang mau diintip, Ta? Kayak Dante bakalan macem-macemin kamu aja! Mama nggak sekurangkerjaan itu. Noh, cucian di dapur banyak!”

Cintara ikut menoleh ke dapur. “Dih, lagian cucian apa, coba? Orang aku aja nggak makan di rumah.”

“Tadi sore Mama, Tante Tika, Tante Maya, sama Tante Elza, habis rujakan di depan, Ta. Kamu tahu nggak, anaknya Tante Maya bentar lagi mau nikah, lho.”

“Terus?” Cintara sebenarnya tahu apa kelanjutan kalimat Mama Elisa setelah ini, namun ia mencoba bersikap tak acuh.

“Kamu kapan?” Nah kan!

Cintara menghela napas panjang. “Mama bisa nggak sih dikurang-kurangin sesi bergosipnya sama tetangga? Bisa menimbulkan penyakit jantung sama hipertensi lho, Ma.”

“Kamu doain Mama hipertensi?” sungut Mama Elisa tak terima.

“Nggak gitu, Ma. Tapi emang beneran, kok.” Cintara mengusap matanya yang mulai pedas. “Soal jodoh, pokoknya percayakan semua sama aku, Ma. Ini aku juga udah usaha, kok. Cuma jodohnya aja masih ngumpet sampai sekarang."

Mama Elisa lantas menjentikkan jari. "Bagus berarti! Habis ini Mama telepon Pak Praba, deh. Bilang kalo Mama mau nerima lamaran anaknya. Begitu kan, Ta?”

Cintara sontak membelalak. “Seminggu itu kalau dari pas Mama ulang tahun sampai sekarang baru dua hari, Ma. Aku masih ada waktu lima hari buat nyari jodoh. Dan Mama nggak usah khawatir, karena aku bakalan nemu jodoh dalam waktu lima hari. Jadi Mama nggak usah aneh-aneh segala, deh!”

“Heh, mana ada! Kamu nemu jodoh dalam waktu lima hari tuh di mana, Ta? Awas aja ya, kalau kamu pulang bawa cowok tapi ternyata dia suami perempuan lain atau jangan-jangan kamu simpanan om-om!”

“Astagfirullah Mama! Cintara nggak segila itu, ya. Gini-gini gebetan Cintara tuh banyak, Ma.” Cintara menggigit ujung kukunya, terlihat pongah di hadapan sang ibu. “Cuma akunya aja yang pilih-pilih. Aku nggak mungkin bawa calon mantu buat Mama yang kualitasnya kaleng-kaleng, kan?”

“Inget! Ganteng, kaya, dan memesona.”

“Dasar matrealistis!”

“Itu namanya realistis, Ta. Kamu mau kenyang sama cinta, doang? Mana kamu jajannya kan banyak. Belum make-up kamu yang bejibun itu. Kalau kamu nyari yang nggak kaya, bisa bangkrut yang ada. Mending sama anaknya Pak Praba, Ta. Yang udah jelas kerjaannya. Dijamin kamu nggak bakalan sengsara, kok.”

Cintara mendelik tajam. “Hell no, Mama. Dibilang aku bakalan dapet jodoh dalam waktu lima hari, kok!"

“Memangnya ada pria gila yang mau sama kamu? Awas aja kalau kamu asal comot di pinggir jalan! Mama tendang juga kamu!”

“Astaga! Mama nggak usah kepo, deh! Pokoknya Mama nggak usah khawatir, okay? Aku bakalan bawain jodoh masa depan sesuai dengan kriteria Mama. Jadi Mama nggak usah repot-repot ngurusin jodoh buat aku, hm? Tampan, kaya, dan memesona. Mau dia darah biru apa ungu nggak sekalian, Ma?”

“Awas aja kamu mau nikah sama sembarang orang, Ta! Mama cekek juga kamu!” ancam Mama Elisa kesal.

Cintara menghela napas, lalu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Udah ah, Ma. Aku mau mandi dulu, habis itu aku mau tidur. Kali aja nanti di alam mimpi ketemu sama pangeran berkuda putih.”

“Nggak usah berkhayal! Kamu pikir sekarang kamu hidup di zaman batu, masih ada orang pakai kuda bepergian?”

Cintara yang gemas dengan sang ibu, memilih untuk tidak menanggapinya. Berdebat dengan Mama Elisa memang bukan lawan yang seimbang. “Auk ah, Ma.”

Cintara bangkit lalu mendaratkan kecupan singkat di pipi Mama Elisa. “Mama jangan capek-capek dong, ah. Udah malam, Ma. Buruan Mama juga istirahat. “

Cintara meninggalkan ruang tamu dan bergegas menuju ke lantai dua. Tiba di kamarnya, perempuan itu melemparkan tasnya ke sembarang, melepaskan high heels yang dikenakannya. Perempuan itu sudah meraih handuk yang tersampir di balkon kamarnya saat tiba-tiba saja ponselnya berdering.

Perempuan itu menghela napas. Sadar jika yang menghubunginya bukanlah seseorang yang ia harapkan. Cintara sudah benar-benar muak. Namun ia sama sekali tidak punya pilihan lain lantaran Cintara harus segera menyelesaikan urusan yang ada di antara mereka.

“Halo?”

“Ta, kamu ke mana aja, sih? Kenapa sulit banget dihubungi? Kamu di mana sekarang?”

“Aku sibuk, Nik.”

“Sibuk apa? Kamu di mana sekarang?”

Cintara menghela napas panjang. “Di Jakarta.” Perempuan itu menaruh handuknya, lalu duduk di tepi ranjang tidurnya. “Nik…”

“Hm?”

“Ada yang mau aku omongin sama kamu,” ujar Cintara dengan tenang.

“Ada apa, Ta?”

“Aku mau kita putus.” Ada jeda sesaat. Tidak ada tanggapan apapun dari Niko di seberang sana. “Aku tahu kalau ini kedengarannya mendadak, tapi aku—”

“Tapi kenapa, Ta?”

Sejujurnya Cintara tidak ingin membongkar kejelekan Niko selama ini. Karena hal itu akan terlihat menyedihkan baginya, terlebih mereka adalah satu partner kerja. “Nggak ada alasan. Aku cuma pengen kita putus aja, okay? Aku ngerasa nggak cocok aja sama kamu. Aku yakin kalau aku bukan tipe idaman kamu. Pun sebaliknya. Jadi—”

“Ta, kamu bercanda, kan?”

“Aku serius, Nik. Aku nggak mau terus-terusan membohongi perasaanku. Kenyataannya, perasaanku ke kamu memang udah menghilang seiring berjalannya waktu. Aku ngerasa nggak pantas buat kamu, Nik. Ada banyak cewek yang bisa bahagiain kamu, kok.”

“Ta…”

“Sorry, Nik. Em, udahan dulu, ya? Udah malam, aku capek dan aku udah ngantuk banget.”

Lalu tanpa menunggu pria itu menanggapi perkataannya, Cintara sudah lebih dulu mengakhiri panggilan tersebut. Bayangan bagaimana Niko tengah bermesraan dengan perempuan lain mendadak kembali membayang di kepalanya.

“Jijik gue sama lo, Nik!” desis perempuan itu muak. 

Cintara baru saja ingin bangkit dari duduknya untuk melangsungkan ritual mandinya, namun lagi-lagi ponselnya berdering. Perempuan itu mendesah pelan, tadinya ia kira pesan dari Niko, tapi rupanya pesan dari orang lain.

[El Dante Arya Prabakesa: Gue mampir ke rumah Mama, Ta. Lo lagi apa?]

Dan untuk pertama kalinya Cintara terdiam. Melihat pesan yang baru saja dikirimkan Dante untuknya, entah kenapa membuat bibir perempuan itu seketika melengkung ke atas membentuk sebuah senyuman.

***

Terima kasih sudah mampir dan membaca, ya.

Bab terkait

  • Teman tapi Menikah   6. Berbincang dengan Mama

    “Mandi terus istirahat ya, Ta.” Dante mengusap puncak kepala Cintara. “Gue balik dulu.”Setelah memastikan Cintara turun dari mobilnya, pria itu kemudian melajukan mobilnya meninggalkan komplek perumahan Cintara. Alih-alih langsung pulang, Dante menyempatkan diri untuk mampir ke rumah orang tuanya.“Mas? Lho, tumben mampir?" Kinnas yang baru saja melihat Dante muncul dari balik pintu rumahnya itu lantas berjalan menghampirinya."Mama kebiasaan deh, nggak pernah ngunci pintu!" gerutu Dante setelah mengecup pipi Kinnas.“Iya, ya? Mama lupa kayaknya, Mas. Tumben ke sini?”Dante berdecak pelan. “Kok dibilang tumben sih, Ma? Aku kan kangen sama Mama. Nggak boleh mampir, ya?" ujarnya beralasan.“Beneran kangen, kan? Atau… pasti ada maunya, nih?” Lalu Dante terkekeh. “Mau dibuatin teh hangat?”“Boleh, Ma.” Dante lantas berjalan mengekori Kinnas ke dapur, lalu menarik salah satu kursi bar stool yang ada di sana. “Rumah kok sepi banget, Ma? Zidny sama Papa ke mana?”“Kenapa? Kangen sama adik k

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08
  • Teman tapi Menikah   7. Jemputan Dante

    “WHAT! Lo gila, Nay?"Suara teriakan Cintara sontak membuat orang-orang di sekitar mereka lantas menoleh ke arah mereka. Dengan tatapan tajamnya, Cintara ingin sekali memaki Kanaya detik itu juga.Mereka baru saja landing di Jakarta usai melakukan penerbangan dari Bali. Keduanya memilih untuk menikmati kopi di kedai favorit seperti yang selalu dilakukan mereka sebelum bergegas untuk pulang.“Suara lo, Ta! Bisa-bisa kita diusir sama yang punya kafe tahu, nggak!”“Bodo amat! Lo gila, ya? Beneran lo obral gue?”Kanaya meringis tanpa rasa bersalah. “Lo bisa biasa nggak ekspresinya? Gue udah bilang sama lo waktu di Despresso Coffee tempo lalu, ya. Ya gue sebagai sahabat, pengennya bantu, Ta. Eh, betulan kecantol juga, dong.”Cintara meraup wajahnya dengan gusar, menatap heran pada Kanaya. “Terus? Gue mesti ngapain? Awas aja kalau sampai foto gue disalahgunakan sama orang, ya! Gue tuntut Diamond Group sampai bangkrut!”Kanaya mencebikkan bibir. Perempuan itu lantas menyodorkan ponselnya ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08
  • Teman tapi Menikah   8. Kekesalan Cintara

    “Ta, lo mandi apa pingsan, sih?”Suara Dante dari luar sana seketika membuat Cintara terlonjak kaget. Sudah hampir satu jam lamanya—padahal biasanya perempuan itu tidak pernah mandi selama itu, membuat Dante mendadak khawatir.Pria itu mengetuk pintu kamar mandi berulang kali. Lalu tak berselang lama, Cintara dengan rambutnya yang hampir kering keluar dari kamar mandi dengan tanpa sedikitpun rasa bersalah.“Apa sih, Te? Ganggu aja!” ujar Cintara dengan kedua tangannya yang menyisir rambutnya yang sudah kering.“Apa apa! Lo yang kenapa, Ta?”“Apa, sih? Emang gue kenapa?” tanya Cintara heran. Dante sudah lebih dulu menahan lengan Cintara hingga perempuan itu membalikkan badan dan kini keduanya saling berhadapan. “Nggak kayak biasanya lo mandi berjam-jam segala tahu, nggak. Lo sakit?” Tangan Dante terulur, punggung tangannya menyentuh kening Cintara. Namun perempuan itu justru menghindar."Apaan sih, Te? Nggak usah lebay, deh. Perasaan gue mandi cuma setengah jam doang deh!”“Setengah j

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08
  • Teman tapi Menikah   9. Keributan Pagi Hari

    “CINTARAAAAAAAA, YA ALLAH, NAK! Kamu ini anak perawan jam segini belum bangun! Nggak malu sama ayam tetangga apa? Bangun, Ta! Itu ada Kanaya di depan rumah!”Mendengar suara teriakan Mama Elisa, Cintara kemudian meraih selimut untuk menutup seluruh tubuhnya lalu meraih bantal untuk menutup telinganya.“Ya Allah, Ta. Kalau kamu lagi nugas biasanya rajin banget. Kalau lagi libur gini kenapa malas banget, sih? Sebenarnya kamu kesurupan dari jin mana?” Mama Elisa lantas menarik selimut yang menutupi tubuh Cintara, membuat perempuan itu seketika melotot. “ASTAGA MAMAAAA! Mama lagi di kamarnya Cintara bukan lagi di hutan! Nggak bisa apa banguninnya kaleman dikit? Misal banguninnya pakai hati gitu, jangan pakai toa!” sembur Cintara kesal.“Kata siapa bukan hutan? Mana ada kamar kayak kapal pecah gini?! Astaga! Ini kenapa bisa kaos kaki kelempar sampai ke kolong, sih?” Mama Elisa mendengus pelan sembari meraih sepatu, kaos kaki, dan jaket milik Cintara yang berceceran di lantai. “Buruan bang

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08
  • Teman tapi Menikah   10. Kencan Buta

    “Lo yakin ini acara kencan buta aman-aman aja kan, Nay? Awas aja kalau sampai aneh-aneh, ya!”“Aman kok, Ta. Gue udah kontak pihak Hellove juga tadi. Kalau nih, misal lo-nya kenapa-napa, pihak Hellove bakalan tanggung jawab sepenuhnya. Jadi lo nggak usah khawatir, okay?” Kanaya menoleh ke samping. “Kenapa? Lo gugup?”“Nggak bisa dibilang gugup, sih.” Cintara mendesah pelan lalu menurunkan kaca di depannya, memastikan penampilannya sudah sempurna. “Cuma ya… gue agak khawatir aja. Ini pengalaman pertama gue.”Mobil yang dikendarai mereka akhirnya tiba di salah satu restoran tempat Cintara dan Romeo melakukan janji. Perempuan itu menarik napas lalu menoleh ke arah Kanaya.“Gue turun, ya?”“Kasih tahu gue kalau lo udah kelar, gue tunggu di mobil, kok.”“Nggak usah kali, Nay. Lo balik aja. Katanya bokap lo lagi sakit, kan? Nggak mungkin juga lo malah keluyuran gini.”“Lo yakin?”Cintara mengangguk. “Iya! Bawel, deh! Pulang, gih!” Perempuan itu kemudian melepaskan seat belt yang melingkar d

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-08
  • Teman tapi Menikah   11. Kekesalan Dante

    “Dante?”Cintara lantas bangkit dari duduknya. Jantungnya tiba-tiba saja berdebar kencang. Terlebih saat pandangan Cintara tidak hanya menangkap sosok Dante sendirian, melainkan ada Kinnas, Arjuna, dan Zidny di sana.”Cintara menoleh pada Romeo. Lalu, “Rom, bentar, ya? Gue ke sana dulu.”Romeo mengangguk. Membiarkan Cintara bangkit dari duduknya lalu melangkah menghampiri mereka.“Malam, Tante, Om, Zidny…” Cintara tersenyum canggung, “Kebetulan banget ya, bisa ketemu di sini?” Lalu tatapannya tertoleh ke arah Dante yang kini tengah menatapnya datar.“Lho, Cintara juga ada di sini?” Kinnas mengulas senyuman kecil. “Kebetulan banget ya, Ta. Cintara ke sini sama siapa?” tanya Kinnas penasaran.“Sama temen, Tante.”“Sama pacarnya dong, Ma. Nggak mungkin juga kan, kalau udah berduaan gitu terus di tempat romantis pula, Kak Cintara-nya cuma sama teman, doang?” sahut Zidny dengan cepat.“Oh, pacar, Ta.” Arjuna manggut-manggut lalu menoleh ke arah Dante. “Terus kamunya kapan nyusul, Mas? Cint

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-09
  • Teman tapi Menikah   12. Izin Kinnas

    DANTE mengayunkan langkahnya meninggalkan ruang kerjanya saat pekerjaannya baru saja selesai. Terlebih saat ia harus menghabiskan waktunya seharian dengan meeting bersama kliennya.Saat tiba di lobi, langkah Dante tiba-tiba saja berhenti. “Ra, saya pulang, ya? Laporan hasil meeting tadi pagi jangan lupa dikirim ke saya sebelum kamu pulang, ya.”Clara mengangguk kecil. “Baik, Pak.”“Besok saya ada agenda apa?” tanya Dante saat ia sudah berdiri di hadapan Clara.Clara dengan sigap membuka iPad yang ada di tangannya. Membuka jadwal bulanan Dante yang selalu dicatatnya dalam sebuah agenda. “Besok cuma ketemu sama mandor untuk membicarakan project lanjutan yang telah disetujui klien, Pak. Dan itupun jam makan siang. Sebelum dan setelah itu tidak ada agenda lain.”Dante mengangguk kecil. “Besok saya pulang lebih awal. Jadi minta tolong pastikan kalau meeting besok bisa selesai sebelum jam empat sore ya, Ra.”"Baik, Pak."Dante tidak mengatakan apa-apa setelahnya dan langsung berlalu begitu

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-09
  • Teman tapi Menikah   13. Usaha Dante

    “Kencannya sama Romeo semalam gimana, Ta? Lancar, kan?”“Lancar apanya!” Cintara menggulirkan badannya ke samping dengan ponsel yang melekat di telinga. “Yang ada kacau, Nay. Lo kebayang gimana lo lagi duduk bareng sama Romeo tiba-tiba Dante sama keluarganya juga makan di sana.”“Hah? Seriusan? Jadi Dante lihat lo kencan sama Romeo, dong! Terus-terus, Ta? Reaksi Dante gimana?”“Ngomel lah! Gimana lagi emangnya.” Cintara masih mengingat jelas bagaimana tatapan tajam Dante semalam memakunya. “Kayak lo nggak tahu Dante gimana aja.”“Terus reaksi Romeo?”“Romeo sih nggak bereaksi apa-apa, Nay. Dia juga nggak banyak tanya waktu gue pulang nggak mau dianterin sama dia.”“Gokil, ya? Nggak nyangka banget bakalan se-plot twist itu.” Kanaya terkekeh. “Terus rencana lo apa, Ta?”Cintara baru saja akan membuka suaranya saat suara teriakan Mama Elisa sudah lebih dulu menarik perhatiannya.“TAAAAAAAA…” teriak Mama Elisa. “Cintaraaaaaaa!”“Astaga!” Cintara mendecak. “Nay, sambung nanti, ya? Nyokap g

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-09

Bab terbaru

  • Teman tapi Menikah   95. Happily Ever After

    Suara ketukan dari luar sejenak mengalihkan perhatian Dante yang sejak tadi sibuk menatap layar monitornya. Pria itu menghela napas pendek lalu menoleh ke arah pintu. Seorang perempuan melangkah menghampirinya.“Clara?”Perempuan itu mengulas senyum tipis. “Pak Dante ada waktu sebentar?” tanya Clara saat itu.Pria itu mengangguk. “Ada apa?”Perempuan itu melangkah mendekat lalu mengangsurkan sebuah amplop putih ke arah Dante. Pria itu mengernyit, bertanya-tanya.“Apa ini?” tanya Dante lagi.“Setelah saya pikirkan matang-matang, saya memutuskan untuk resign, Pak.”“Kamu yakin?” tanya Dante lagi. “Kamu baik-baik saja?”Clara tak langsung menjawab. Ia menggigit bibirnya bagian dalam, memberanikan diri untuk menatap wajah Dante yang kini menatapnya dengan lekat.“Saya ingin menemani ibu saya di Jogja, Pak. Sekaligus… saya ingin menenangkan diri dulu. Kejadian beberapa bulan yang lalu cukup membekas di hati saya.”“Kamu tahu kan, kalau saya dan Cintara sudah melupakannya? Kamu sudah bertah

  • Teman tapi Menikah   94. Kado Untuk Cintara

    “Happy birthday, Dia Cintara Naladhipa,”Cintara terdiam selama beberapa saat lalu seketika membelalak lebar. “Hah? Emang aku ulang tahun hari ini?” Cintara menundukkan wajah, melihat kalender pada ponselnya. “Ya ampun, Te…”Mata Cintara seketika berbinar-binar. Menatap buket bunga yang masih ada di tangan Dante. Rupanya pria itu sengaja membeli bunga itu untuk Cintara.“Kamu nggak mau ambil bunganya?” tanya Dante membuyarkan keterdiaman Cintara. “Tangan aku pegal lho, Ta.”Air mata Cintara tiba-tiba jatuh membasahi wajah cantiknya. Ia meraih buket bunga warna kuning, “aku lupa…”“It’s your birthday, Ta. Kenapa nangis, sih?”Perempuan itu mengerjap bersamaan dengan air matanya yang jatuh membasahi wajah cantiknya. “Aku lupa, tapi kamu malah inget sama ulang tahunku.”“Kunci rumah kamu taruh di meja aja, satu jam setelahnya kamu lupa, Ta.” Tangan Dante terulur ke depan, mengusap pipi Cintara yang lembut. “Semoga panjang umur …” Tangis Cintara semakin menggugu. “Terima kasih karena kamu

  • Teman tapi Menikah   93. Happy Birthday

    “Udah beneran nggak apa-apa, kan?” tanya Dante.Pria itu baru saja kembali dari mengurus segala urusan administrasi Cintara selama istrinya dirawat di rumah sakit.“Emang kalau nggak beneran kenapa?”Dante mengulas senyum tipis. Ia duduk di tepi ranjang tidur. Tangannya terulur ke depan, menyelipkan anak rambut Cintara ke belakang telinga. “Kalau belum benar-benar sembuh, nggak masalah kalau aku mesti ambil cuti lagi buat jagain kamu di sini.”Cintara mendecak dengan matanya yang melotot. “Nggak usah aneh-aneh deh, Te. Aku udah baik-baik saja sekarang. Dua hari makan makanan rumah sakit tuh nggak enak. Aku pengen makan soto, aku pengen makan sate, terus aku pengen makan bebek goreng habis ini!”“Emang perutnya muat?” tanya Dante dengan lembut.“Ya kan nanti ada kamu yang bakalan bantu ngabisin.” Cintara tertawa. “Ya kan, De?” ujarnya sembari mengusap perutnya yang sedikit membola.“Sebelum pulang, kita mampir ke ruang rawatnya Clara dulu ya, Ta? Bu Yenny tadi sempat telepon, dan penge

  • Teman tapi Menikah   92. Akhir Segalanya

    “Mas? Gimana keadaan Cintara sekarang?”Dante yang sejak tadi duduk di bangku yang ada di koridor itu lantas menoleh. Ia bangkit dari duduknya lalu melangkah menghampiri Arjuna.“Cintara lagi diperiksa sama Inggit, Pa. Aku minta Inggit buat memastikan keadaannya dulu. Kejadian hari ini pasti bikin terguncang.”Arjuna menghela napas pendek. “Semua udah selesai, Mas. Kamu nggak perlu mikirin lagi.”“Gimana keadaan Niko, Pa?”“Dia dirawat di sini. Ada polisi yang akan mengawasi dia selama 24 jam. Tembakan Papa cuma mengenai pundaknya dan dia akan baik-baik saja sampai dijatuhi hukuman.”“Dia harus membayar mahal atas perbuatannya, Pa.”Arjuna mengangguk, membenarkan ucapan Dante. “Papa akan pastikan itu. Jangan dipikirin ya, Mas. Cintara masih butuh kamu untuk tetap di sampingnya. Dia pasti terguncang banget sekarang.”“Makasih, Pa. Kalau nggak ada Papa, aku nggak tahu gimana jadinya kalau sampai Cintara kenapa-napa.”Arjuna menepuk bahu Dante dengan lembut. “Sekarang kamu temenin Cintar

  • Teman tapi Menikah   91. Menyelamatkan Cintara

    “Saya sekarang ada di rumah sakit, Bu. Clara sempat mengeluh sakit dan makanya saya langsung bawa dia ke rumah sakit.”Setelah memberikan kabar kepada Yenny, Dante melangkah menghampiri Clara yang saat ini tengah terbaring di atas ranjang IGD.Wajahnya terlihat pucat dan hal itu mengingatkan Dante pada keadaan Cintara saat itu. “Pak, maaf…”“Kita bisa bicara nanti, Ra. Yang terpenting sekarang adalah kamu harus diperiksa dulu.”Masih dengan terisak, Clara menggeleng cepat. Entah ia tengah menyesal karena sudah membuat Dante terlibat dengan masalahnya atau karena ia tidak mampu menahan rasa sakit.“Niko, Pak. Saya diancam sama Niko.”Seketika Dante terdiam. Ada banyak pertanyaan yang kini berjejalan di kepalanya. Namun saat Inggit sudah menghampirinya, Dante langsung mengurungkan niatnya untuk sekadar bertanya.“Dia sekretaris gue, Nggit. Tolong dia.” Inggit mengangguk. “Lo yang tenang, Te. Gue bakalan berusaha semaksimal mungkin. Tapi, Te… melihat kondisinya saat ini, gue akan berusa

  • Teman tapi Menikah   90. Penculikan

    Cintara sedang duduk di ruang tamu rumahnya dengan perasaan gelisah lantaran Dante sama sekali tidak memberikan kabar apapun.Perempuan itu akhirnya menyerah. Ia meraih ponsel yang ada di atas meja saat bersamaan dengan ponselnya berdering. Cintara bangkit dan melihat nama Dante muncul di layar. Cepat-cepat perempuan itu mengangkat panggilan itu.“Halo, Te? Gimana hasilnya? Kamu berhasil membujuk Clara?” tanya Cintara dengan tak sabaran.“Aku lagi di rumah sakit, Ta. Maaf ya kalau aku belum sempat ngabarin kamu. Kondisi Clara memburuk, Ta.”“Memburuk? Maksud kamu apa? Clara sakit?”“Kondisi kandungannya melemah. Sekarang dia lagi ditangani sama dokter.” Cintara bisa merasakan jantungnya berdebar begitu kencang. Ia sudah kehilangan kata-kata. “Tapi kamu nggak usah khawatir, ya? Aku lagi nunggu Ibunya Clara datang dan—”“Aku ke sana sekarang juga, Te.”“Tapi, Ta. Kamu—”“Kamu pernah bilang kan kalau kita akan melaluinya sama-sama? Aku yakin kalau kita bisa menyelesaikan masalah ini sege

  • Teman tapi Menikah   89. Rencana Dante

    “Aku benar-benar nggak nyangka kalau Clara bakalan sejahat itu sama kamu, Te.” Cintara menarik napas pendek. “Kamu yakin bisa mengatasinya? Udah seminggu ini Clara menolak ajakanku untuk ketemu.”“Hei…” Dante menarik Cintara ke dalam pelukannya. Meskipun kepalanya terasa nyeri luar biasa, namun ia tidak ingin menunjukkannya di depan Cintara. “Aku pasti akan menemukan jalan keluar, Ta. Ini cuma perkara waktu aja.”“Terus rencana kamu apa sekarang?” tanya Cintara penasaran.“Aku mau ke rumahnya Clara, Ta. Aku nggak mau terlalu lama menunda-nunda masalah ini.”“Mau ditemenin?”Dante menggeleng. “Aku pergi sendiri aja, ya?” ujarnya. “Aku nggak mau Clara merasa terintimidasi, Ta. Aku yakin banget kalau sekarang dia lagi kebingungan.”Cintara menarik napas pendek. “Menurut kamu siapa yang berani melakukannya dengan Clara? Maksudnya… gila aja gitu. Clara pacaran sama cowok yang abusive sampai dia hamil. Dan sekarang dia justru menuduh kamu yang memperkosa dia.” Ia semakin mempererat dekapann

  • Teman tapi Menikah   88. Saya Dilecehkan, Pak

    Suara deringan ponsel Dante sejenak mengalihkan perhatian mereka. Dante menundukkan wajah dan mendapati nama Cintara muncul di layar.“Saya mau angkat panggilan dari istri saya dulu, Pak, Bu.” Dante bangkit dari duduknya lalu melekatkan benda pipih itu ke telinga. “Halo, Ta?”“Te… gimana Clara? Kamu udah ketemu sama dia?”“Ta… aku lagi ada masalah di sini. Kayaknya aku nggak bisa langsung pulang, deh.”“Masalah apa?”Dante menghela napas pendek, tatapannya tertuju pada ruang tamu Clara yang dikerumuni orang-orang. “Clara menuduh aku memperkosa dia, dan sekarang aku lagi disidang sama warga sekitar sini.”“Memperkosa?” ujar Cintara dengan suara meninggi. “Siapa yang menuduh kamu begitu, Te? Siapa?”“Kamu percaya kan kalau aku nggak melakukan semua itu?”“Mana mungkin aku percaya, Te. Aku yakin 100% kamu nggak akan melakukan hal sekotor itu tahu, nggak! Sekarang kirimkan alamatnya Clara, aku mau nyusul kamu ke sana, Te.”“Kamu udah janji nggak akan ke mana-mana, Ta. Jadi kamu—”“Dan ng

  • Teman tapi Menikah   87. Yang Terjadi dengan Clara

    “Lagi mikirin apa?” Suara vokal Cintara sejenak mengalihkan perhatian Dante yang sejak tadi melamun di balkon. Pria itu sudah terlihat rapi dan hendak berangkat ke kantor pagi itu. Cintara mengayunkan langkahnya mendekat lalu merapikan dasi Dante yang terlihat miring. “Kamu masih kepikiran soal Niko, ya?”“Untuk sementara waktu jangan ke mana-mana dulu, ya?” ujar Dante sembari menyelipkan anak rambut Cintara ke belakang telinga. “Kita nggak tahu apakah Niko benar-benar kabur atau dia punya niat buat balas dendam sama kita, Ta. Aku nggak mau kamu kenapa-napa.”“Iya, Te. Tapi kamu juga hati-hati, ya. Aku nggak akan ke mana-mana, kok.” Cintara menghela napas pendek. “Tapi yang jadi masalah, kalau Mama tanya soal ini, aku mesti jawab apa?”“Jawab apa adanya aja, Ta. Setidaknya Mama juga bisa bantu aku buat jagain kamu nanti.”“Tapi kamu yakin kalau yang nabrak aku waktu itu emang disengaja?” tanya Cintara.Dante mengangguk. “Kalau nggak disengaja, orang yang menabrak kamu pasti nggak akan

DMCA.com Protection Status