Home / Romansa / (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN: Chapter 71 - Chapter 80

148 Chapters

BAB 71.

"Kamu yakin ingin mengundurkan diri?" tanya Barra mengejar langkah Julian yang baru saja keluar dari ruangan Edgar. "Hmm," jawab Julian seraya mengangguk mantap. Matanya menatap lurus ke depan, namun Barra bisa melihat ada keraguan yang samar di balik keyakinan sahabatnya itu. Kerutan di dahi Julian mengisyaratkan bahwa keputusan ini bukanlah sesuatu yang mudah.Barra mengangguk mengerti. Meskipun ia merasa penasaran dengan alasan Julian, namun, Barra memutuskan untuk tidak bertanya sekarang. Bagaimanapun, persahabatan mereka telah terjalin selama bertahun-tahun, dan Barra tahu kapan harus memberi ruang. Ia memilih untuk tetap berjalan di samping Julian, memberikan dukungan tanpa kata."Ayo kita ke kantin, aku akan mentraktirmu," tawar Barra, mencoba meringankan suasana. Julian tersenyum tipis dan mengangguk setuju. Sepanjang langkah keduanya menuju kantin, Barra berusaha membangun obrolan dengan Julian. "Apa kamu tahu jika Edgar sudah menikah?" tanya Barra, mencoba membuat percakap
Read more

BAB 72. Pesan yang Terabaikan

"Dokter! Tolong, istri saya pingsan!" teriak Edgar dengan suara lantang. Beberapa perawat segera datang dan membawa Natasha ke dalam ruang penanganan. Edgar hanya bisa menunggu dengan cemas di ruang tunggu, berjalan mondar-mandir dengan pikiran yang tak menentu.Setelah beberapa waktu yang terasa seperti seabad, seorang dokter keluar dari ruang unit gawat darurat. Edgar segera menghampiri, wajahnya penuh dengan kekhawatiran."Dok, bagaimana keadaan istri saya? Kenapa dia bisa tiba-tiba pingsan?" tanya Edgar.Dokter, dengan wajah tenang dan penuh pengertian, menjawab, "Dilihat dari tensi darah Nona Natasha yang rendah, sepertinya istri Anda hanya kelelahan. Kami tidak menemukan tanda-tanda masalah serius lainnya. Saya menyarankan agar Nona Natasha makan dengan teratur dan istirahat yang cukup."Mendengar penjelasan itu, Edgar merasa sedikit lega, meskipun kekhawatiran masih membayangi pikirannya. “Terima kasih, Dok," ucapnya.Dokter itu mengangguk lembut dan mempersilakan Edgar untuk me
Read more

BAB 73. Lorong Rumah Sakit

Edgar terus menyusuri sepanjang lorong rumah sakit, mencari keberadaan Natasha dengan wajah cemas. Seharusnya, Natasha masih ada di sekitar sana, melihat jalannya yang masih gontai. Edgar melihat sekeliling dengan cepat, matanya penuh harapan namun juga ketakutan. Setiap langkahnya dipercepat oleh desakan di dalam dadanya. Dia tahu Natasha masih dalam kondisi lemah, dan tidak seharusnya ia membiarkan Natasha pergi."Permisi. Apa Anda melihat wanita bercadar yang berjalan ke arah sini?" tanya Edgar pada seorang wanita paruh baya yang berpapasan dengannya. Wanita itu berhenti sejenak, memandangi Edgar dengan raut wajah iba.Wanita tersebut menggelengkan kepalanya. "Saya tidak melihatnya," jawabnya."Terima kasih," ucap Edgar, kemudian kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Dia merasa sedikit putus asa, tetapi tidak mau berhenti mencarinya. Setelah memastikan Edgar telah menjauh dari sana, wanita paruh baya yang sebelumnya ditanya oleh Edgar buru-buru masuk ke dalam toile
Read more

BAB 74. Sahabat atau Pengkhianat?

Seketika senyuman mengembang di wajah Edgar saat ia melihat seorang wanita yang sangat mirip dengan Natasha tengah berdiri tidak jauh darinya. Ia melangkah mendekat ke arah wanita tersebut dan memanggilnya dengan suara penuh harap, "Natasha..." Namun, saat wanita itu menoleh ke belakang, senyuman Edgar seketika memudar. Wanita itu menatapnya dengan bingung dan berkata, "Maaf, Anda salah orang," sebelum melangkah pergi dari hadapan Edgar. Dengan tatapan kosong, Edgar menyandarkan tubuhnya pada dinding. Rasanya seperti seluruh dunia berputar di sekelilingnya. Ia merasa tidak berguna saat belum juga berhasil menemukan Natasha. Tiba-tiba, ponsel Edgar bergetar. Dengan malas, ia meraih ponselnya dari saku jasnya. Ia melihat layar ponsel dan melihat nama salah satu asisten lainnya tertera di sana. Dengan sedikit enggan, ia menjawab panggilan tersebut. "Tuan Edgar sedang di mana? Ada klien dari Jepang yang harus Tuan temui," suara asisten terdengar tegas di seberang sana. Edgar menghela
Read more

BAB 75. Penyebab Utama

Tatapan tajam Edgar menusuk Barra, mencoba mencari alasan di balik kata-kata yang baru saja diucapkannya. Barra, dengan senyum kecil yang menunjukkan ketenangannya, memandang balik dengan penuh keyakinan."Julian sudah menceritakan semuanya padaku," ucap Barra dengan lembut, berusaha menenangkan Edgar yang tampak terseret dalam emosinya sendiri.Namun, penjelasan Barra tidak mempengaruhi Edgar sedikit pun. Dengan sikap acuh tak acuh, ia berbalik dan melangkah pergi dari sana. Barra mengejar langkah Edgar dengan cepat."Percayalah, Julian tidak benar-benar mendekati istrimu," ucap Barra lagi.Tangan Edgar mengepal kuat, dan tanpa menoleh ke belakang, ia menyahut dengan nada sinis, "Hati manusia siapa yang tahu."Barra menarik napas dalam, berusaha memahami perasaan Edgar. Dengan tenang, ia melanjutkan, "Bianca. Julian melakukan itu semua karenanya."Edgar berhenti sejenak, napasnya terdengar berat. Dia memalingkan wajah ke arah Barra, tatapannya penuh dengan pertanyaan. "Apa maksudmu?"
Read more

BAB 76. Di Antara Tuduhan dan Penyesalan

Setelah mendengar penjelasan dari satpam, Edgar segera bergegas kembali ke mobilnya. Dengan cepat, ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, hati dan pikirannya dipenuhi oleh kekhawatiran dan rasa bersalah atas semua kesalahpahaman yang terjadi."Kau harus membayar semuanya, Bianca," gumam Edgar dengan geram. Genggaman tangannya pada setir mobil semakin erat, mencerminkan kemarahannya yang mendidih. Wajah Bianca yang terus terngiang dalam pikirannya, menyulut amarah yang semakin membara. Di tengah perjalanan, Edgar mencoba menghubungi Natasha melalui ponselnya, berharap ia akan mengangkat panggilan tersebut. Namun, tak ada jawaban. Hal ini semakin menambah kegelisahan dalam diri Edgar. "Di mana kamu, Natasha?" desah Edgar dengan frustrasi, matanya terus fokus pada jalan sambil sesekali melirik ponsel yang berada di dashboard. Sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi Natasha, namun tak ada jawaban. Membuat kekhawatirannya semakin mendalam."Mungkinkah dia di sana?" tanya Edgar
Read more

BAB 77. Di Ujung Pencarian

"Jangan lupa, jika ada waktu, mainlah ke sini," ujar Rahma sebelum Natasha masuk ke dalam taksi. Natasha mengangguk pelan. "Insyaallah, Ummi. Kalau begitu, aku pamit dulu. Assalamualaikum," ucapnya sambil mencium tangan Rahma. "Waalaikumsalam," jawab Rahma hangat.Sebelum Natasha masuk ke dalam taksi, pandangannya sekilas melirik ke arah jendela. Di balik tirai yang sedikit tersingkap, Fadhil tengah memperhatikannya. Begitu pandangan mereka bertemu, Fadhil buru-buru menutup hordeng, menyembunyikan dirinya di balik kain tebal itu.Kejadian itu membuat Natasha tertegun sejenak. Ada sesuatu yang berbeda dengan sikap Fadhil kali ini. Tidak seperti biasanya, Fadhil tampak menghindarinya. Natasha bergumam dalam hati, bertanya-tanya apa yang terjadi. "Ada apa dengan Kak Fadhil?" pikirnya, kebingungan dengan perubahan sikap sepupunya yang tiba-tiba.Saat taksi yang Natasha tumpangi sudah meninggalkan kediaman Rahma, tatapan Natasha terus terpaku ke arah luar jendela. Pohon-pohon dan banguna
Read more

BAB 78. Jeritan Lantai Dua

"Sejak kapan pria sedingin kulkas dua belas pintu seperti Edgar bisa sehangat itu?" gumam Barra seraya tersenyum, menatap Edgar dari dalam mobil bersama Julian.Julian, yang duduk di sebelah Barra, ikut tersenyum mendengar gumaman sahabatnya. "Ternyata cinta benar-benar bisa mengubah seseorang," jawabnya dengan nada ringan, namun penuh arti.Barra mengangguk, masih memperhatikan Edgar dan Natasha yang berdiri di tepi sungai. "Benar-benar sulit dipercaya," ucapnya.Ia menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, menatap langit yang mulai gelap. Setelah beberapa saat hening, ia bertanya, "Bagaimana kabar Bianca?"Julian menghela napas lelah. "Aku tidak tahu," jawabnya, suaranya terdengar berat dan penuh penyesalan.Barra menoleh ke arah Julian, menatapnya dengan penasaran. "Apa kamu masih memperjuangkan perasaanmu padanya?"Julian menggeleng pelan. "Tidak," jawabnya tegas. "Aku tidak ingin mengulangi kebodohanku untuk kedua kalinya."Barra menatap Julian dengan rasa ingin tahu yang mendala
Read more

BAB 79. Gantungan Beruang

Bi Murni dan Yeti berjalan mondar-mandir di depan ruang makan, menunggu Edgar dan Natasha yang belum juga keluar dari kamarnya. Sesekali Bi Murni menatap jam dinding dengan perasaan gelisah. Waktu terus berjalan, dan suara detik jam seakan berdentum keras di telinganya, menambah kegelisahannya. “Kenapa mereka belum turun, ya?” gumam Bi Murni dengan nada cemas. Biasanya, pada jam segini, pasangan muda itu sudah duduk di meja makan, menikmati makan malam.Bi Yeti, yang tak jauh dari situ, mendengar keluhan Bi Murni. Ia menghentikan langkahnya dan menatap temannya dengan ragu. “Apa sebaiknya kita panggil saja mereka, Mur?” usulnya pelan.Namun, Bi Murni menolaknya dengan gelengan kepala. “Apa kamu tidak dengar jeritan Non Natasha tadi?” tanyanya sambil melirik ke arah tangga dengan mata waspada. Tepat setelah Bi Murni mengatakan itu, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari arah tangga. Bi Yeti dan Bi Murni segera menoleh, melihat Edgar dan Natasha yang muncul bersamaan. Bi Murni d
Read more

BAB 80. Berhenti atau Mempublikasi

Dalam mobil Rolls Royce Phantom hitam yang mewah, Natasha duduk dengan tegang di samping Edgar yang tenang mengemudi. Jalan raya kota dipenuhi hiruk pikuk kendaraan dan gemuruh kehidupan kota pada pagi hari. Meskipun deru mesin mobilnya hampir tak terdengar di antara riuhnya, Natasha tetap waspada, matanya terus memilah setiap gerakan di sekitarnya melalui jendela mobil yang mewah itu."Tenang saja, tidak akan ada yang melihatmu," ucap Edgar, suaranya tenang dan meyakinkan. Tangannya bergerak dengan lincah mengendalikan setir, mengikuti alur jalan yang ramai.Tanpa mengalihkan perhatiannya, Natasha menjawab, "Tetap saja aku harus hati-hati. Bagaimana jika ada karyawan lain yang melihat kita."Edgar tersenyum tipis, memandang Natasha sejenak sebelum kembali fokus ke jalan yang terbentang di depan mereka. "Bukankah itu lebih bagus?" katanya perlahan, suaranya mengandung kearifan dan ketegasan yang sulit ditolak.Natasha menghela napas panjang, mencoba meredam kegelisahannya yang semakin
Read more
PREV
1
...
678910
...
15
DMCA.com Protection Status