Home / Romansa / (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of (BUKAN) PENGANTIN SEWAAN: Chapter 81 - Chapter 90

148 Chapters

BAB 81. Karyawan vs Kekuasaan

Edgar melihat tangan Natasha yang berada di cekalan karyawan wanita itu dengan tatapan tajam. Ia benar-benar tidak terima ada orang lain yang berani membentak istrinya, apalagi sampai berlaku kasar. Jantungnya berdebar kencang, dipenuhi amarah yang mendidih. Ia berjalan mendekat dengan langkah mantap, auranya jelas membuat orang-orang di sekitarnya terdiam dan memperhatikan.Rupanya, tidak sampai di situ saja, karyawan wanita tersebut kembali menatap ke arah Natasha dan memaksanya untuk meminta maaf. "Natasha, cepat minta maaf pada Tuan Edgar. Lihatlah, banyak karyawan lain yang sedang melihatmu. Apa kau tidak malu?" titahnya dengan sinis, matanya menatap ke arah sekitar dengan penuh keyakinan bahwa ia berada di pihak yang benar.Edgar, yang sudah tidak tahan dengan situasi tersebut, dengan tegas menarik Natasha dari cengkeraman karyawan wanita itu. Dengan mata yang berkilat penuh kemarahan, dia berkata, "Singkirkan tanganmu darinya. Apa kamu sadar siapa orang yang sedang kau ajak bic
Read more

BAB 82. Pertanyaan Jebakan

Natasha segera beranjak dari pangkuan Edgar setelah Julian telah keluar kembali dari ruangan itu. Wajah Natasha memerah, merasa malu karena insiden tersebut. Edgar, yang masih tersenyum, menarik kembali Natasha di atas pangkuannya. "Mau ke mana?" tanyanya dengan suara lembut."Aku harus ke ruanganku, ada beberapa pekerjaan yang kemarin belum aku selesaikan," jawab Natasha sambil berusaha menghindari tatapan Edgar. Namun, alih-alih melepaskan Natasha, Edgar justru semakin mengeratkan tangannya yang melingkar di perut istrinya itu. "Apa kau lupa ucapanku sebelumnya? Hmm?" tanyanya, suaranya penuh kehangatan namun tegas.Natasha diam sejenak, berusaha menenangkan hatinya yang bergejolak. "Percayalah, keberadaanku di sini hanya akan menghambat pekerjaanmu saja. Jadi, biarkan aku kembali ke ruanganku.""Tidak akan. Justru keberadaanmu membuatku lebih semangat," jawab Edgar, menyangkal ucapan istrinya. Wajah Natasha memerah, merasa malu tapi juga senang mendengar kata-kata suaminya. Setela
Read more

BAB 83. Permainan Takdir

Mendapati pertanyaan itu, Bianca seketika tergagap, tak bisa menjawab dengan jelas. Ia menghela napasnya dengan kasar seraya tersenyum yang dipaksakan. "A-Aku mendengar langsung dari Julian," jawab Bianca dengan spontan."Benarkah?" tanya Edgar, suaranya terdengar datar namun penuh kecurigaan. Dia mendekati Bianca, mencoba membaca pikiran di balik mata gelisahnya. Bianca mengangguk mantap, seolah meyakinkan Edgar. Sementara Edgar, dengan ketenangan yang bertolak belakang dengan gejolak hatinya, meraih ponselnya dari meja dan menghubungi Julian. Jari-jarinya menari di atas layar, mencari kontak yang sudah akrab itu.Bianca, yang melihat tindakan Edgar, seketika merasa panik. Wajahnya pucat dan matanya membulat lebar. "Kamu mau telepon siapa?" tanyanya dengan tegang, berusaha keras menahan ketakutannya yang semakin nyata. Suaranya bergetar, mencerminkan ketidakpastian yang kini merajalela di benaknya.Edgar menatap Bianca sejenak sebelum menjawab dengan tenang, "Julian, siapa lagi?" B
Read more

BAB 84. Labirin Emosi

Bianca mendengus pelan, tanpa sepatah kata pun, ia mendorong tubuh Natasha agar melepaskan pelukannya. Natasha tak menunjukkan sedikit pun ekspresi kesal. Sebaliknya, senyum lembut mengembang di balik cadarnya, seolah-olah ia tahu bahwa Bianca telah memahami kata-katanya. Matanya yang penuh pengertian menembus lapisan-lapisan pertahanan emosional Bianca, membuatnya merasa lega."Terima kasih telah mendengarkan ucapanku," ucap Natasha dengan hangat.Bianca membuang pandangannya ke arah lain, menghindari tatapan Natasha. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, ia melangkah keluar dari ruangan Edgar. Langkahnya terasa berat, seolah-olah ia membawa beban yang lebih dari sekadar kegelisahan yang terlihat di wajahnya.Meski meninggalkan ruangan itu, Bianca tidak benar-benar pergi. Ia menemukan pelarian dengan menyandarkan tubuhnya pada daun pintu, membiarkan aliran pikirannya terbawa kembali pada kata-kata Natasha. "Terjebak dalam ruang yang kubuat sendiri?" gumamnya pelan, suaranya rendah dan p
Read more

BAB 85. Pengakuan yang Terlambat

"Lebih dari itu? Maksudmu–" belum sempat Bianca menyelesaikan ucapannya, Julian sudah lebih dulu melanjutkan."Ya, aku mencintaimu," ucap Julian, menatap Bianca dengan dingin. "Tapi itu dulu, sebelum aku menyadari semuanya."Kata-kata Julian menggema di telinga Bianca, seakan menusuk hatinya. Meskipun ia baru tahu bahwa Julian mencintainya, kenyataan pahit ini membuatnya sulit bernapas. Cinta yang baru saja diungkapkan kini terasa seperti bayangan masa lalu yang suram. Bianca menatap Julian, mencoba menemukan kehangatan yang pernah ada di mata pria itu, namun yang dia temukan hanyalah kehampaan."Bagaimana dengan sekarang?" tanya Bianca dengan suara bergetar, berusaha menyembunyikan getaran emosi yang mengancam pecah.Julian diam bergeming, meresapi pertanyaan tersebut. Waktu seolah berhenti, membuat dunia di sekitar mereka tampak seperti lukisan yang tak bergerak. Bianca merasakan harapan terakhirnya perlahan memudar, tenggelam dalam keheningan yang menyiksa.Dengan langkah ragu, Bian
Read more

BAB 86. Nona Natasha?

Dita terus berjalan di sepanjang koridor kantor Edgar dengan bingung, saat belum juga berhasil menemukan ruangan Natasha. Sepatu hak tingginya berbunyi setiap kali menyentuh lantai marmer yang dingin. Di sepanjang dinding, poster-poster motivasi dan karya seni modern menghiasi, namun Dita tidak punya waktu untuk memperhatikan semua itu.Raut wajahnya yang penuh kebingungan menarik perhatian beberapa karyawan yang berlalu lalang. Saat dia berpapasan dengan seorang karyawan yang berjalan berlawanan arah, Dita memutuskan untuk bertanya. "Permisi, ruangan Natasha di mana, ya?" tanya Dita.Karyawan tersebut berhenti dan menatap Dita sejenak, seolah sedang mencoba mengingat sesuatu. Wajahnya tampak bingung sebelum akhirnya dia balik bertanya, "Natasha yang mana, ya?"Dita mengerutkan keningnya, mencoba mencari cara terbaik untuk menggambarkan sahabatnya. "Dia mengenakan cadar."Karyawan itu diam sesaat, sebelum akhirnya berbicara, "Oh... anak baru itu," ucapnya.Dita tersenyum seraya menga
Read more

BAB 87. Penerus Perusahaan

Dita masih terkejut dengan fakta yang baru saja dia dengar. Ternyata Natasha, sahabatnya selama ini, telah menikah. Dia menggeleng seraya tersenyum hambar, mencoba mencerna kenyataan itu. "Kamu pasti bercanda, Nat," ujar Dita dengan nada tak percaya.Namun, Natasha hanya tersenyum kecil, melihat kebingungan yang terpancar dari wajah sahabatnya. "Aku tidak bercanda, Dit. Aku sudah menikah," jawab Natasha dengan lembut.Sontak mata Dita terbelalak lebar, tak mampu menyembunyikan rasa terkejut yang menderanya. "Sejak kapan kau menikah? Kenapa tidak memberitahuku? Kita kan sahabat!" ungkap Dita dengan nada sedikit kecewa.Natasha menatap Dita dengan pandangan sayu, seolah ingin meminta maaf. "Maafkan aku, semua terjadi begitu saja," kata Natasha dengan suara lirih.Dita melirik Edgar yang duduk di sebelah Natasha. Keraguan dan kebingungan membayang di wajahnya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum memutuskan untuk bertanya."Bagaimana kamu bisa mengenalnya? Kau... tidak terlilit hutang pa
Read more

BAB 88. Pion

"Penerus perusahaan? Apa maksud ucapan pria tua bangka ini," gumam Edgar dalam hati. Bintara terus memandang Edgar dengan teliti, seolah tengah menilai setiap jengkal dirinya. Dalam keheningan yang menggantung, suara ketukan pintu tiba-tiba memecahnya, mengundang pandangan penasaran dari semua yang hadir di ruangan itu."Dia datang," kata Bintara pada Abraham dengan senyum samar di wajahnya. Abraham mengangguk sekali, lalu matanya kembali terpaku pada pintu yang terbuka lebar di depan mereka.Julian, dengan langkah mantap melangkah ke arah pintu dan membukanya. "Kamu?!" pekiknya dengan suara tercekat, ia segera menutup mulutnya kembali, mencoba menutupi kekagetannya."Apa ini ruang meeting?" tanya Dita dengan bingung.Belum sempat Julian menjawab pertanyaan Dita, Bintara dengan cepat mengambil alih dari dalam ruangan. "Masuklah, kami sudah menunggumu," katanya dengan nada tegas.Dita menghamburkan pandangannya ke dalam ruangan, saat ia mendapati Bintara berada di dalam sana, ia melang
Read more

BAB 89. Melarikan Diri

Abraham berdiri tegak di hadapan Edgar, matanya tajam menatap putranya. Dengan suara yang tegas, dia kembali mendesak Edgar untuk menikah dengan Dita. "Kau harus menikah dengan Dita, Edgar! Ini demi kelancaran bisnis keluarga kita!" ucapnya dengan nada tinggi.Edgar menghela napas panjang, rasa frustrasi semakin menumpuk di dalam dadanya. "Aku sudah bilang berkali-kali, sampai kapan pun aku tidak akan menceraikan Natasha," ucap Edgar dengan tegas. Abraham mengernyitkan dahi, kesabarannya mulai habis. "Edgar, bisakah kamu berkorban sedikit demi kepentingan keluarga kita?!"Edgar mengepalkan tangannya, kesabarannya telah mencapai batas. "Kepentingan keluarga? Kenapa harus aku? Kenapa tidak Rio saja?Bukankah dia juga putra Papa?" Abraham mengepalkan tangannya, mencoba meredakan amarah yang mulai memuncak. "Kalian berdua adalah putra Papa, tetapi kau yang harus menggantikan posisi Papa nanti. Jadi, kau harus menuruti keputusan Papa ini, Edgar!"Edgar menatap ayahnya dengan pandangan yan
Read more

BAB 90. (Bukan) Boneka

Edgar menatap pintu ruangan kerjanya sejenak, kemudian menghela napas panjang. Wajahnya yang suram mencerminkan beban pikiran yang menyesakkan dada. Dengan usaha keras, ia mengganti ekspresi suram dengan memasang senyuman di wajahnya. Meskipun senyuman itu terasa kaku, namun cukup meyakinkan untuk menutupi kegelisahan yang bergolak di dalam hatinya. "Aku tidak akan membiarkan siapa pun mengusik keluarga kecilku, meskipun itu ayahku sendiri," gumam Edgar dalam hati.Ceklek!Pintu terbuka, dan Edgar melangkah masuk ke dalam ruangan dengan langkah tegas. Ia langsung menuju Natasha yang tengah berkutat pada pekerjaannya. Meja kerjanya dipenuhi dokumen dan catatan, menunjukkan betapa sibuknya wanita itu. "Sayang," panggil Edgar dengan lembut.Natasha mengangkat pandangannya, senyum tipis menghiasi wajahnya ketika ia melihat Edgar. Namun, senyum itu segera menghilang ketika ia melihat sorot mata suaminya. Edgar mulai merangkulnya, memberikan pelukan hangat, tetapi Natasha bisa merasakan
Read more
PREV
1
...
7891011
...
15
DMCA.com Protection Status