Semua Bab Melahirkan Anak Kembar CEO Buta : Bab 21 - Bab 30

43 Bab

Tidak Punya Pilihan

"Wina, kemari!"Olla melambaikan tangannya memanggil Wina saat semua orang masih sibuk bekerja pagi itu. Wina yang dipanggil pun menoleh dan nampak tidak yakin kalau Olla memanggilnya. "Aku?" tanya Wina tanpa suara sambil menunjuk ke dirinya sendiri. "Iya, kau! Cepat sini!" desis Olla sambil melambaikan tangannya lagi. Wina pun bergegas bangkit dari kursinya dan berlari kecil ke ruangan Olla, karyawan senior yang selama ini menjadi asisten manager di divisi itu. "Permisi, Bu Olla, apa kau memanggilku?""Iya, benar. Cepat tutup pintunya! Kemarilah!" Olla kembali melambaikan tangannya sampai Wina pun segera duduk di kursi di hadapan wanita itu. "Ada apa, Bu?" tanya Wina ragu. "Hei, apa Janice sudah masuk hari ini?""Eh, Janice belum masuk, Bu. Tadi aku meneleponnya dan katanya dia baru saja baikan.""Apa itu berarti dia akan masuk besok?""Eh, itu ... aku tidak tahu, Bu."Olla pun memicingkan mata menatap Wina. "Hmm, baiklah. Lalu apa kau tahu sesuatu tentang Janice, Wina?""Sesu
Baca selengkapnya

Kehilangan Keperawanan?

"Kau mau ke mana memakai kemeja rapi, Janice?" "Aku mau ke kantor, Ibu.""Ke kantor? Bukankah kau bilang mau istirahat dulu? Lagipula jam segini kan sudah sangat terlambat!""Hmm, ada urusan mendadak yang membuatku harus ke sana sekarang, Ibu! Aku pergi dulu! Titip anak-anak!" seru Janice yang langsung melesat pergi sebelum Nara bertanya lebih jauh lagi. Janice pun terus menenangkan hatinya saat akhirnya ia akhirnya tiba di gedung perusahaannya. "Semangat, Janice! Jangan mau ditindas! Kau harus kukuh kalau itu bukan salahmu!"Tapi sedetik setelah mengatakannya, mendadak Janice ingin menangis lagi. "Aduh, tapi kenyataannya itu memang salahku, bagaimana ini?" Cukup lama Janice hanya berdiri di depan gedung sampai akhirnya ia pun naik ke ruang kerjanya. "Janice! Astaga, bagaimana kondisimu? Kau tidak apa kan? Kau masih sakit? Wajahmu sudah lebih segar! Ah, syukurlah! Aku cemas sekali!" Wina terus mengobok-obok wajah Janice dan memeriksa kondisinya. "Aku tidak apa, Wina. Aku sudah
Baca selengkapnya

Mengundurkan Diri

"Kehilangan keperawanan?"Napas Janice makin tercekat mendengar ucapan Edgard. Posisi Edgard yang wajahnya masih sejajar dengan wajah Janice pun membuat suara itu terdengar seperti hembusan napas di depan wajah Janice yang langsung membuat Janice merinding. Bahkan saking tegangnya, Janice pun hanya bisa tetap mematung sampai suara pria itu kembali terdengar. "Mengapa mendadak kau diam lagi, Janice, hah?"Edgard yang masih membungkuk di depan Janice pun memicingkan mata menatap Janice, sebelum ia menegakkan tubuhnya lagi. Edgard pun memasukkan kedua tangan ke kantong celananya dan melangkah mundur sampai tubuhnya bersandar di meja kerjanya, lalu Edgard diam dan hanya menatap Janice di sana. "Jadi apa aku benar, Janice? Kau kehilangan keperawanan kan? Aku yang sudah mengambilnya secara paksa. Oh, tapi aku menikmatinya, kalau kau mau tahu." Edgard sengaja memprovokasi Janice sampai Janice makin tegang dan kesal. 'Dasar pria brengsek yang tidak bermoral! Bisa-bisanya dia bilang menik
Baca selengkapnya

Tawaran yang Sama

Suara Janice terdengar sangat lantang dan percaya diri saat meminta mengundurkan diri. Untuk sesaat, suasana pun hening. Janice yang menunggu respon Edgard, sedangkan Edgard yang mendadak ingin tertawa keras, namun sebisa mungkin ia menahannya dan menjaga ekspresinya tetap datar.Entah wanita itu begitu polos atau bodoh. Tapi bukankah tidak mungkin wanita jahat sepertinya ternyata wanita yang polos? Well, walaupun nyatanya wanita itu masih perawan. Tapi perawan tidak bisa dijadikan patokan bahwa hatinya baik. Wanita di hadapannya ini tetap adalah penjahat yang tidak bisa Edgard lepaskan begitu saja, bahkan menjebloskan wanita ini ke penjara saja terdengar begitu mudah dan tentu saja Edgard tidak akan melakukannya. Edgard mengembuskan napas panjang dan tersenyum tipis. "Jadi kau mau mengundurkan diri ya?"Janice mengangguk dengan mantap. "Benar, Pak. Bukankah kau bilang aku tidak qualified? Jadi aku menerima semuanya dan lebih baik aku keluar saja agar tidak makin merugikan perusa
Baca selengkapnya

Ditangkap Pria Tidak Dikenal

Janice tidak pernah membayangkan akan dihadapkan pada situasi yang sama seperti enam tahun yang lalu. Masuk penjara atau menjadi pelayan sang CEO? Oh, takdir apa ini yang membuatnya terjebak seperti ini lagi? Tidak mungkin Janice memilih masuk penjara karena itu akan merusak masa depannya. Tapi menjadi pelayan sang CEO juga tidak mungkin. Janice tidak mau lagi karena masa depannya juga hancur setelah setuju menjadi pelayan Edgard waktu itu. Bahkan Janice sangat menyesali keputusannya waktu itu. Lalu bagaimana ini? Jantung Janice sudah memacu begitu kencang dan napasnya pun tersengal, apalagi saat wajah Edgard masih berjarak begitu dekat dengannya. Sontak Janice yang tegang pun melangkah mundur dan memalingkan wajahnya, tidak mau menatap Edgard. "Aku ... aku tidak mau menjadi pelayanmu! Aku ini karyawan di perusahaan, aku tidak mau merendahkan diriku dengan menjadi pelayanmu!" Janice masih berusaha melawan. Edgard pun memicingkan mata mendengarnya. "Tidak mau men
Baca selengkapnya

Kamar yang Familiar

Janice masih berteriak keras saat para pria itu terus menariknya, namun salah satu dari pria itu langsung membentak Janice. "Jangan berteriak dan ikut kami!""Tidak! Kalian siapa? Tolong! Tolong, Pak ojek!" Janice menoleh ke arah Pak ojek sambil menatap penuh harap. Namun, Pak ojek itu sudah gugup sendiri sampai mematung di posisinya. Para pria bertubuh besar itu sama sekali tidak menyentuh tukang ojek itu, bahkan, mengancam tukang ojek atau menyentuh motor itu pun tidak sama sekali. Sudah jelas yang mereka inginkan adalah menangkap Janice dan Janice begitu ketakutan sekarang. Oh, ada apa lagi ini? Mengapa hidupnya mendadak menjadi rumit begini setelah bertemu dengan Edgard. "Siapa kalian? Aku tidak mau masuk! Lepaskan aku!" Janice terus memberontak saat para pria memaksanya masuk ke mobil. "Masuk atau jangan salahkan kami bertindak kasar!" Kedua mata Janice membelalak kaget mendengarnya. "Tidak! Apa yang mau kalian lakukan? Siapa yang menyuruh kalian dan apa salahku?" Janic
Baca selengkapnya

Meminta Bukti Keperawanan

"Bagaimana rasanya kembali ke kamar ini, Janice?" Baru saja jantung Janice berdebar kencang saat pintu kamar mendadak dibuka dan sekarang suara lantang Edgard sudah membuat Janice menahan napasnya. Janice membelalak lebar dan tangan yang sedang memegangi ponsel di telinganya pun gemetar hebat sekarang. Edgard masuk ke sana dengan suara lantangnya dan dengan seringaian di bibirnya. Brak!Pintu ditutup lagi dan di kamar itu saat ini hanya ada Edgard dan Janice berdua. Janice makin gemetar dan tanpa bisa dicegah bola matanya berputar mengamati sekelilingnya. Oh, seharusnya Janice menyadarinya sejak tadi kalau ia ada di kamar ini, kamar yang sama seperti enam tahun yang lalu, kamar Edgard. Pantas saja Janice merasa familiar dengan kamar ini tadi tapi sungguh Janice tidak berpikiran sampai sana. Rasanya cat tembok itu berubah warna, meja itu juga sudah bukan kayu coklat seperti dulu. Beberapa perabot terlihat berbeda walaupun letaknya sama. Ah, mengapa Janice tidak menyadarinya se
Baca selengkapnya

Mengulang Malam Itu

Jantung Janice rasanya sudah mau meloncat keluar sekarang. Pertama ia membuat alasan yang begitu absurd hingga berakhir menjadi boomerang baginya. Dan yang kedua bagaimana ia harus melawan kali ini. Seluruh tubuhnya rasanya sudah lemas karena gemetar. "Kau jangan gila! Jangan gila! Dasar maniak! Mengapa aku harus tidur denganmu hanya untuk membuktikan kalau aku masih perawan!""Kau bukan kekasihku, apalagi calon suamiku! Jadi aku tidak perlu membuktikan apa pun padamu!" pekik Janice dengan suara yang begitu bergetar. Tapi Edgard lagi-lagi hanya menyeringai seolah menertawakan ketakutan Janice. Bahkan Edgard melangkah makin dekat sekarang dan langsung menarik pinggang Janice sampai tubuh mereka pun menempel dengan sempurna. "Mau apa kau?" pekik Janice tertahan. Janice sudah menahan napasnya sambil membelalak dan memundurkan wajahnya. Namun, mendadak Edgard malah mematung di sana menatap wajah cantik Janice dari dekat. Sungguh, Edgard bukan maniak seperti tuduhan Janice. Bahkan
Baca selengkapnya

Tidak Menginginkan Anak

Napas Janice sudah tersengal mendengar ucapan Edgard. Kebencian dan sakit hati sedang bercampur aduk sekarang. Namun, Edgard sama sekali tidak berbelas kasihan padanya. "Wajah yang sama, aroma yang sama, desahan yang sama, apalagi rasa tubuh yang sama persis. Kau tidak bisa membohongiku lagi, Janice!" tegas Edgard lagi. Janice yang mendengarnya pun makin geram karena kenyataan bahwa Edgard sudah menidurinya dua kali.Janice menatap penuh amarah pada Edgard, namun ia langsung memalingkan wajahnya saat Edgard melangkah mendekatinya lagi sambil mengancingkan kemejanya sendiri. Edgard membungkuk hingga wajah mereka sejajar dan menatap Janice lekat-lekat. "Tapi apa kau tidak penasaran akan sesuatu, Janice? Mengapa aku bisa yakin denganmu padahal waktu itu aku buta?" Jantung Janice memacu kencang dan perlahan ia menoleh bertatapan dengan mata Edgard. Benar! Waktu itu Edgard buta. Berkali-kali Janice meyakinkan dirinya kalau Edgard buta dan seharusnya pria itu tidak akan mengenalinya.
Baca selengkapnya

Usaha Melarikan Diri

Janice begitu syok mendengar ucapan Jefry sampai perlahan ia pun tertawa nanar. "Dasar brengsek! Kalau tidak menginginkan anak, mengapa melakukannya?" "Dan juga, sekarang dia memberiku obat itu lalu ...."Mendadak Janice menghentikan ucapannya dan menggertakkan giginya. Janice ingin sekali mengatakan bagaimana dengan enam tahun yang lalu saat Edgard menodai Janice? Tidak pernahkah pria itu berpikir tentang kemungkinan bahwa Janice akan hamil. Ck, tapi tidak mungkin Janice mengatakannya karena secara tidak langsung itu berarti Janice mengakui kesalahannya sendiri. Walaupun Edgard mengaku sudah pernah melihat Janice dulu, tapi sampai detik ini Janice belum berniat mengakuinya secara langsung. Janice pun mengembuskan napas kesalnya dan berniat melangkah lagi, namun Jefry menahannya. "Hei, Janice! Jangan keras kepala seperti ini! Lebih baik menurutlah dan minumlah obat itu daripada kau hamil! Bayangkan kalau mendadak ada bayi di dalam perutmu, tapi kau belum menikah, akan bagaimana
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status