Semua Bab Istri Kedua: Melahirkan Putra sang Presdir: Bab 11 - Bab 20

84 Bab

11. Saat Senja

**“Binar? Kamu apa kabar, Nak? Kamu baik-baik saja, kan?”Mendengar pertanyaan seperti itu, Binar justru hampir menangis lagi. Tentu saja ia tidak baik-baik saja saat ini. Tapi apakah ia bisa mengatakan semua itu kepada ayah yang sangat disayanginya? Tentu saja tidak, sebab sudah pasti sang ayah akan khawatir.“Aku baik-baik saja, Ayah ….” Sembari menghela napas, Binar menjawab. “Aku kangen, pengen ketemu Ayah. Aku akan minta izin sama Tuan William untuk pulang sebentar ke rumah buat ketemu sama Ayah hari ini.”Hening sejenak, Binar menyeka air mata yang sudah menggenang di sudut matanya. Ia menahan diri sekuat tenaga agar isak tangisnya tidak sampai lolos dan terdengar hingga ke seberang. Namun agaknya sang Ayah tetap bisa merasakan hal itu.“Kamu yakin baik-baik saja? Jangan memaksa pergi kalau suami kamu nggak kasih izin, ya?”“Dia akan mengizinkanku, Ayah tenang saja.”Binar diam lagi. Sejujurnya ia juga tidak tahu apakah sang suami akan mengizinkannya keluar atau tidak. Namun me
Baca selengkapnya

12. Melepas Rindu

**Sampai juga, akhirnya.Rumah itu masih sama seperti dua bulan yang lalu, ketika Binar meninggalkannya untuk menikah dan hidup sebagai istri kedua seorang bos muda tampan yang sudah menyelamatkan hidup keluarganya dari kebangkrutan.Terpaksa menerima keadaan, meski kala itu semalaman penuh Binar menangis, bahkan berniat kabur dari rumah –walau akhirnya tidak jadi ia lakukan. Statusnya sebagai anak tiri di rumah ini mengharuskannya mengalah dengan semua keputusan kedua orang tuanya, termasuk menjadi pengantin kedua putra satu-satunya keluarga Aarav. William Aarav diharuskan memiliki penerus yang tidak bisa diberikan oleh Rachel Aluna, maka kedua orang tua Binar yang notabene memiliki banyak hutang budi kepada keluarga Aarav, menyerahkan putri sulung mereka untuk membantu.“Kamu melamun lagi? Sebenarnya memang benar-benar mau ketemu ayahmu atau nggak, sih?”Terkesiap, Binar buru-buru menoleh kepada sang suami. Ia terkejut sendiri saat menyadari bahwa mobil William sudah berhenti dari
Baca selengkapnya

13. Es Krim

**Pukul sembilan malam tepat, mobil hitam William kembali berhenti di halaman rumah orang tua Binar. Binar yang sebelumnya menghabiskan waktu sembari bercengkerama bersama ayahnya, beranjak dengan berat hati. Ia tidak ingin meninggalkan rumah, sesungguhnya. Namun, mana bisa begitu, kan?“Aku pulang dulu, Ayah,” pamitnya sembari mencium punggung tangan Rudy. Yang bersangkutan pun tampak berat melepas putrinya kembali, namun seperti halnya Binar, Rudy juga tidak bisa melakukan apapun.“Tuan William, apakah nggak mau masuk dulu?” Di luar dugaan, Vidia melesat keluar dari kamarnya dan menyapa William dengan gembira kala melihat pria itu datang. “Tuan William sudah makan malam? Mari, masuk dulu.”William mengangguk kecil, kentara sekali terpaksa mengulas senyum. “Sudah, terima kasih. Saya hanya akan menjemput Binar kembali.”“Ah, saya harap dia nggak merepotkan anda di sana, Tuan. Binar tuh kan banyak maunya, ya. Nggak kebayang kalau sedang hamil seperti ini, pastinya ngidam ini itu juga.
Baca selengkapnya

14. Vanilla Taste

**“Oh, kamu sudah menikah, ternyata?” Gio bertanya dengan heran. Raut wajahnya berubah setelah mendengar penuturan dari William barusan. “Kenapa aku sama sekali nggak mendengar kabarnya, Binar? Kamu nggak kasih aku undangan?”“Binar memang nggak ingin memberitahu siapapun. Apakah itu sangat mengganggumu?” sahut William dingin, membuat Gio terperangah.“Bukan begitu. Maksudnya–”“Mas Gio, saya harus pergi sekarang karena ini sudah malam. Sampai ketemu lagi ya, Mas.” Terburu-buru Binar memotong sebab merasa atmosfir di sekitar sana menjadi kurang nyaman. Ia agak menarik lengan William untuk masuk ke dalam mobil, agar pria itu tidak terus-terusan bersitatap tajam dengan satu yang lain di hadapannya.Binar sedikitnya menyesal, mengapa harus bertemu dengan Giorgino Gautama, teman sejak kecilnya, pada waktu yang tidak sesuai seperti itu.Mobil kembali melaju, kemudian. Dan masih seperti yang tadi, keheningan melanda dalam kabin. Namun kali ini keheningan itu terasa agak lain, karenanya Bin
Baca selengkapnya

15. Morning Sickness

**“Ugh!”Rachel seketika melayangkan pandangan tajam ke seberang meja makan pagi ini saat ia sedang sarapan. Kedua alis presisinya menukik tajam, mengawasi perempuan di seberangnya yang sedang menutup mulut dengan telapak tangan.“Kenapa kamu malah diam di situ? Apa kamu nggak lihat, aku sedang sarapan?” Perempuan cantik itu berujar dengan suara penuh amarah. “Nunggu apa? Sana pergi ke toilet! Sial!”Binar bukannya benar-benar muntah. Ia hanya mual karena aroma masakan yang terhidang di atas meja makan pagi ini. Namun dengan kesadaran penuh Binar mengakui, ia sudah menyinggung Rachel karenanya.Perempuan itu terburu-buru berlari ke wastafel di bawah tangga dan membasuh mulut dan wajah di sana. Disaksikan dengan alis terangkat oleh sang suami dari lantai atas.“Kamu baik-baik saja?” William bergegas turun untuk memeriksa keadaan Binar. “Kamu muntah-muntah, ya?”“Ah, nggak kok, Tuan. Saya nggak apa-apa, saya hanya mual.”“Ayo kita kembali ke meja makan dan duduk dulu.”Binar menggeleng
Baca selengkapnya

16. Dokter Gio

**Tiga orang yang berada di dalam ruangan itu sama-sama terkejut. William, Binar, dan seorang dokter muda yang duduk di balik meja kerja yang ternyata Binar kenal.Giorgino Gautama atau Mas Gio yang semalam.“Binar?” sebut pria itu setelah menyelesaikan keterkejutannya. “Ternyata kamu?”“Mas Gio dokter di sini juga? Kok aku nggak pernah tahu?” Binar bertanya dengan suara penuh kejutan. Pria tampan berjas putih itu tersenyum lebar.“Aku menggantikan dokter Ardi. Biasanya memang jam dinasku malam hari, jadi mungkin kamu nggak pernah lihat. Lagian aku juga masih lumayan baru di sini.”“Ehem ….”Suara deheman mengalihkan fokus Binar dan Gio. William yang bersuara. Wajah pria itu tampak jelas sekali terganggu melihat kedekatan sang istri dengan laki-laki lain.“Apakah kalian mau bernostalgia saja dan nggak jadi periksa?” tanya William tajam.“Ah, maaf, Tuan. Itu karena saya kaget sekali melihat Mas Gio di sini.” Binar menjawab dengan takut-takut, walau ia tidak mengerti mengapa harus takut
Baca selengkapnya

17. Semakin Memburuk

**“Ugh! Uhkk ….”Binar berlari menyingkir dari meja makan dengan telapak tangan menutup mulut. Diiringi oleh tatapan tajam dan hardikan keras dari Rachel.“Nggak bisakah kamu membiarkan aku sarapan dengan tenang? Sial! Melihatmu seperti itu sungguh membuat moodku rusak, bahkan sebelum aku memulai hari!”Anggapan Binar tentang morning sickness yang tidak parah itu agaknya keliru. Memasuki bulan ketiga kehamilan, alih-alih membaik, keadaannya justru memburuk. Pada pagi hari, sekarang Binar bukan hanya mual, namun juga muntah-muntah hebat.Hal ini membuat sang nyonya rumah begitu terganggu.“Maaf, Mbak. Saya nggak sengaja, karena tadi bau susu. Mulai sekarang, saya akan keluar kamar setelah Mbak Rachel selesai sarapan,” ucap Binar dengan wajah sedih.Sang istri pertama hanya mengerutkan alis, kentara sekali menahan emosi. Hanya karena tidak ingin kerutan muncul di wajahnya, Rachel menahan diri untuk tidak marah-marah lebih banyak.Di balik pintu kamar, Binar menghela napas dengan sedih
Baca selengkapnya

18. Berbagi Rahasia

**“Kenapa kamu nggak menghubungi suami kamu saja, Binar? Aku yakin dia pasti nggak akan keberatan menunda perjalanan bisnisnya. Suami mana memangnya yang nggak khawatir kalau lihat keadaan istrinya seperti ini?” Setelah beberapa saat waktu berlalu, Gio berujar menyarankan. Pria itu masih setia menunggui Binar yang terbaring di atas ranjang rawat dan belum diperbolehkan pulang.“Aku hanya nggak mau ngerepotin dia, Mas.”“Kalau sudah masalah seperti ini, apakah masih bisa disebut ngerepotin? Ini masalah bukan main-main, lho.”Binar hanya mengulum senyum. Dari dulu, pria di hadapannya ini tidak pernah berubah, selalu baik dan perhatian. Itulah mengapa Binar sempat menaruh hati kepadanya, sekalipun rasa itu tidak pernah bersambut. Kemudian, pintu ruangan perlahan terkuak, membuat dua orang yang berada di dalamnya menoleh. Binar mengangkat alis saat melihat pria setengah baya, supir pribadinya, masuk membawa wajah bimbang.“Ada apa, Pak?” tanya Binar heran.“Mm … itu Nyonya, Nyonya Rach
Baca selengkapnya

19. Menunggunya Datang

**“Kamu semalam menghilang entah ke mana, dan saat pulang malah bawa laki-laki seperti ini? Kamu pikir ini pantas, ha?”Binar terkesiap mendengar hardikan seperti itu. Ia membuka mulut hendak bicara dan membela diri, namun raut wajah Rachel yang penuh kemarahan membuatnya seketika menciut.“Willy baru saja meninggalkanmu dua hari, dan kelakuanmu sudah seperti ini? Kamu–”“Maaf, tapi saya adalah dokter kandungan di mana Binar periksa, bukannya ‘laki-laki seperti ini’ seperti yang anda katakan,” potong Gio dengan suara dingin. Pun sorot mata pria itu, yang sekarang sudah turun dari mobilnya dan berjalan memutar untuk membukakan pintu mobil di sisi yang lain. Membiarkan Binar keluar juga.Gio membantu Binar turun dari mobil, tanpa sama sekali mengindahkan kemarahan Rachel.“Binar pingsan di rumah sakit saat periksa sendirian kemarin. Saya heran sekali, mengapa tidak ada seorang pun yang mendampingi dia, padahal dia sedang hamil. Apakah anda tidak tahu betapa seriusnya kondisi Binar saat
Baca selengkapnya

20. Kebahagiaan Sesaat

**William Aarav tersenyum kecil saat memandang paper bag mungil berwarna pink yang ia letakkan di sampingnya, sementara ia sendiri berada di balik kemudi. Perjalanan pulang dari luar kota saat ini entah mengapa terasa lain, kendati ia sudah puluhan bahkan ratusan kali melakukan perjalanan bisnis seperti ini.Mungkin karena … ia merasa kali ini ada yang menunggunya di rumah. Pria rupawan itu jadi jauh lebih bersemangat.“Dia minta dibawakan makanan manis. Bukankah itu menggemaskan?” gumamnya sendirian. Sekali-sekali melirik paper bag berisi beberapa kudapan manis yang diminta sang istri kedua. "Padahal dia bisa saja meminta lebih dari itu, tapi dia nggak melakukannya."Rasanya ia tidak sabar memberikan benda itu kepada Binar, dan melihat bagaimana ekspresi senangnya nanti.“Aku harap dia baik-baik saja di rumah. Ini pertama kalinya aku meninggalkannya dalam waktu yang cukup lama sendirian. Walaupun hubungannya dengan Rachel sepertinya baik-baik saja, tapi tetap saja aku khawatir.”Me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status